Urgensitas Vaksin Halal

Oleh : Oryz Setiawan
Alumni Fakultas Kesehatan Masyarakat (Public Health) Unair Surabaya 

Kontroversi kehalalan vaksin measle rubella terjawab sudah, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menetapkan bahwa vaksin campak dan rubella (MR) produk dari Serum Institute of India (SII) hukumnya haram karena dalam proses produksinya menggunakan bahan yang berasal dari babi. Namun demikian dalam hal penggunaannya pada saat ini dibolehkan (mubah) karena beberapa argumen antara lain terdapat kondisi keterpaksaan (dlarurat syar’iyyah), belum ditemukan vaksin MR yang halal dan suci, ada keterangan dari ahli yang kompeten dan dipercaya tentang bahaya yang ditimbulkan akibat tidak diimunisasi dan belum adanya vaksin yang halal. Hal tersebut dituangkan dalam Fatwa Mui Nomor 33 Tahun 2018 tentang “Penggunaan Vaksin MR (Measles Rubella) Produk dari SII (Serum Institute of India) Untuk Imunisasi”. Selain itu berdasarkan fatwa fatwa tersebut juga memberikan rekomendasi diantaranya adalah pemerintah wajib menjamin ketersediaan vaksin halal untuk kepentingan imunisasi bagi masyarakat.
Vaksin MR merupakan kombinasi vaksin Campak atau Measles (M) dan Rubella (R) untuk perlindungan terhadap penyakit Campak dan Rubella. Vaksinasi ini untuk menciptakan ‘herd immunity’ yakni, lingkungan atau komunitas yang resisten terhadap suatu jenis penyakit umumnya karena vaksin. Seperti diketahui bahwa penyakit campak (measles) dapat menyebabkan komplikasi yang serius seperti diare, radang paru peunomia, radang otak (ensefalitis), kebutaan, gizi buruk dan bahkan kematian. Sedangkan rubella gejala tidak spesifik, biasanya berupa penyakit ringan pada anak, akan tetapi bila menulari ibu hamil pada trimester pertama atau awal kehamilan, dapat menyebabkan keguguran atau kecacatan pada bayi yang dilahirkan. Berdasarkan data Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) bahwa Indonesia darurat campak dan rubella, bahwa angka kejadian kasus tertinggi kedua setelah India terutama campak. Angka kasus rata-rata 2.700-2.800 anak terjangkit penyakit tersebut setiap tahun dengan taksiran kerugian ekonomi mencapai 5,7 trilyun.
Dampak campak misalnya, setidaknya kerugian akibat campak untuk rata-rata setiap penderita tanpa disertai komplikasi menghabiskan 2,7 juta rupiah per kasus. Jika disertai komplikasi maka pengobatan yang diperlukan sebesar 13 juta rupiah per kasus di luar biaya hidup saat perawatan (IDAI). Makna dibalik ini adalah momentum untuk “memaksa” industri pembuat vaksin untuk segera melakukan riset dan menggunakan bahan vaksin yang halal, penulis meyakini bahwa masih ada bahan vaksin lain yang halal untuk dikembangkan lebih lanjut. Kondisi ini dapat dijadikan momentum agar pemerintah melalui Kementerian Kesehatan menjadikan pertimbangan keagamaan sebagai panduan dalam imunisasi dan pengobatan mengingat sebagian besar penduduk kita adalah umat Islam sehingga sudah semestinya agar setiap pemenuhan terkait hal kebutuhan akan obat-obatan dan vaksin menggunakan bahan yang suci dan halal. Sebagai produsen dan penyedia vaksin di Indonesia, PT Bio Farma dituntut untuk segera merealisasikan pembuatan vaksin MR yang halal dengan mengacu pada aspek kualitas (quality), khasiat (efication) dan keamanan (safety) sesuai standar Badan Kesehatan Dunia (WHO).
Setidaknya ada beberapa tahapan yang harus dilalui yakni tahapan penemuan kandidat atau calon bibit vaksin yang sesuai, berbagai uji laboratorium, uji pre klinis, dan uji klinis hingga empat fase serta evaluasi klinis untuk menghasilkan vaksin yang sesuai dengan standar yang ditetapkan. Berdasarkan pengalaman bahwa tidak mudah untuk memperoleh bahan vaksin, diperkirakan membutuhkan hingga 6 tahun untuk memenuhi ekspektasi masyarakat terkait vaksin MR tersebut. Khusus vaksin MR merupakan komposit atau gabungan dua vaksin measles dan rubella. Saat ini bahan vaksin campak sebenarnya sudah untuk tersedia namun untuk bahan vaksin rubella masih memerlukan alternatif bahan yang memeuhi prasyarat pembuatan vaksin yang berkualitas, berkhasiat dan terjamin aman. Setidaknya ada dua metode yang mungkin dilakukan oleh PT Bio Farma untuk membuat vaksin MR. Pertama adalah dengan kerja sama transfer teknologi dengan institusi lain untuk mendapatkan calon bibit virus rubella yang bisa dijadikan vaksin.
Kondisi ini sangat tergantung dari kebijakan setiap negara, mengingat bahan vaksin MR merupakan salah satu “barang langka” yang diperlakukan secara khusus di tiap-tiap negara, meskipun ada negara yang mampu memproduksi namun membutuhkan pengakuan kualifikasi dari WHO. Selain itu mampukah negara tersebut memproduksi bahan vaksin dengan jumlah besar, Jepang misalnya sebenarnya telah mampu memproduksi vaksin MR namun hanya mampu memproduksi untuk kebutuhan negaranya sendiri. Kedua, dengan mengembangkan bibit virus rubella sendiri, mengingat mereka sudah bisa membuat vaksin measles sendiri. Namun memerlukan waktu yang sangat lama bahkan hingga 20 tahun. Hal ini hampir mirip dengan vaksin polio sebelum diproduksi secara massal hingga memperoleh sertifikasi halal dari MUI dan pengakuan Badan Kesehatan Dunia (WHO).
———– *** ————

Rate this article!
Urgensitas Vaksin Halal,5 / 5 ( 1votes )
Tags: