Usaha Warisan Namun Luput dari Perhatian Pemkab Malang

Rianto, pengrajin gerabah di dusun Getakan desa Pagelaran kec Pagelaran kab Malang

Rianto, pengrajin gerabah di dusun Getakan desa Pagelaran kec Pagelaran kab Malang

Getakan Pagelaran Penghasil Kerajinan Gerabah
Kab Malang, Bhirawa
Ratusan warga dusun Getakan desa Pagelaran sudah menekuni kerajinan gerabah sejak 100 tahun lalu. Awalnya mereka mengenal kerajinan gerabah dari Betek Kota Malang dan kini kawasan ini merupakan penghasil gerabah terbesar di Malang Raya.
Sayangnya usaha turun temurun ini luput dari perhatian Pemkab Malang. Padahal hasil gerbah yang dihasilkan memiliki kualitas yang tidak jauh beda dengan daerah lain. Sayangnya dari segi nilai artistic gerabah Getakan masih kalah kreatif, karena pengusaha lebih memilih menjual hasil setengah jadi ke pihak pembeli. Hasil setengah jadi itu kemudian dipoles lagi oleh para pembeli dan menghasilkan karya artistik dengan nilai jual yang tinggi.
Rianto, salah satu pengrajin gerabah mengungkapkan, usaha ini sudah dirintis ratusan tahun lalu dan diwariskan secara turun temurun. Berbekal dengan alat tradisional, seorang pengrajin bisa menghasilkan 25 hingga 50 gerabah tergantung ukurannya.
“Saya bisa membuat gerabah secara otodidak dari orang tua. Alatnya sejak dulu ya semacam ini,” ungkap Rianto sambil mempraktekkan membuat celengan (tabungan) jenis jago-jagoan.
Untuk membuat kerajinan ini, tanah liat yang diambil dari sawah dibasahi kemudian digiling. Setelah halus dan lentur, tanah liat tersebut dibentuk menggunakan alat yang diputar dengan kaki. Sembari diputar, tanah yang berputar tersebut dibentuk sesuai keinginan dengan terlebih dahulu membuat lubang di bagian tengahnya.
“Setelah dibentuk, maka gerabah basah dikeringkan dengan mengandalkan sinar matahari. Untuk proses pengeringan butuh waktu sekitar 2 sampai 3 hari saat kemarau seperti saat ini. Tetapi kalau musim hujan bisa seminggu,” tuturnya.
Gerabah yang sudah kering kemudian dibakar ditungku pembakaran menggunakan kayu sehingga warnanya menjadi merah bata. Ditambahkan, pasar gerabah masih terbuka lebar, bahkan terkadang kewalahan memenuhi permintaan. “Pasarnya bagus, umumnya dikirim ke Pandaan dan Bangil Pasuruan,” kata Rianto.
Para pengrajin memang lebih memilih untuk melempar gerabah tersebut setengah jadi, baik itu berupa aneka jenis pot, vas, celengan, wajan dan alat rumah tangga lainnya.  Padahal di sejumlah daerah, hasil kerajinan gerabah dari Getakan Pagelaran mendapat sentuhan artistik, sehingga nilai jualnya menjadi lebih mahal. “Dengan modal yang pas-pasan, kita pilih menjualnya setengah jadi agar segera dapat uang untuk modal produksi,” tukasnya.
Rianto mengaku, walaupun jumlah pengrajin ratusan orang dan tersebar di 4 RT, tetapi belum pernah mendapat perhatian Pemkab Malang. Padahal usaha kerajinan ini membutuhkan uluran Pemerintah, utamanya dalam hal bantuan peralatan dan permodalan agar tetap terus bisa produksi.
Dikatakan saat  musim kemarau, usaha kerjainan gerabah memang berjalan lancar dan untung, tetapi kalau pas musim hujan untuk kembali modal saja untung. Oleh karena itu, belum ada sentuhan artistik sehingga kerajinan gerabah ini layak dikembangkan sebagai salah satu oleh-oleh wisata kabupaten Malang. [sup]

Tags: