Usai Jatim, Yogyakarta Terpilih Jadi Tuan Rumah KKJ III

Kepala Biro Administrasi Kesos menyerahkan gunungan kepada perwakilan DIY sebagai tuan rumah terpilih KKJ III.

Pemprov, Bhirawa
Penyelenggaraan Kongres Kebudayaan Jawa (KKJ) II berlangsung sukses. Pemerhati budaya yang berasal dari tiga provinsi, Jawa Timur, Jawa Tengah dan DI Yogyakarta memutuskan 25 rekomendasi yang terangkum dalam tujuh poin keputusan. Dan pada akhir pelaksanaannya, kongres memutuskan DI Yogyakarta sebagai tuan rumah KKJ III dua tahun mendatang.
Kepala Biro Adm Kesejahteraan Sosial Dr Hudiyono menuturkan, KKJ II merupakan forum yang sangat penting dalam menjaga dan mengembangkan nilai-nilai budaya Jawa. Di tengah perubahan sebagai akibat dari revolusi industri 4.0, budaya Jawa masih akan tetap relevan.
“Sebagai tuan rumah KKJ II, Jatim sangat bangga dapat menyerap gagasan-gagasan penting terkait masa depan budaya Jawa. Kita sepakat, budaya Jawa akan tetap selaras dan relevan dengan kehidupan berbangsa saat ini,” tutur Hudiyono saat menutup KKJ II di Mercure Hotel Surabaya, Jumat (23,11). Hudiyono mengaku, di tengah perkembangan teknologi saat ini, budaya Jawa memiliki nilai ekonomis untuk mendukung upaya kesejahteraan masyarakat.
Sementara itu, Prof Sutomo yang menjadi salah satu penggagas KKJ menuturkan, kongres ini mendesak untuk dilakukan. Sebab, saat ini mulai berkembang pemahaman tentang wong Jowo ilang Jowone (Orang Jawa kehilangan Jawanya). “Karenanya sejak KKJ I pertama digelar di Semarang, kita terus mendesak agar pemerintah segera merealisasikan penyelenggaraan KKJ II. Dan berlangsung di Jatim tahun ini,” tutur Prof Sutomo.
Pihaknya mengungkapkan, hasil KKJ yang dirumuskan oleh badan pekerja dan peserta kongres telah mengeluarkan 25 rekomendasi. Beberapa diantaranya terkait jati diri masyarakat Jawa, kepemimpinan, dan situasi budaya saat ini. “Situasinya sekarang ini sudah gawat. Banyak yang tidak paham budaya sehingga orang itu nggak ada etikanya,” tutur dia.
Prof Djoko Saryono dari Universitas Negeri Malang mengungkapkan, budaya Jawa memiliki banyak filosofi tentang konsep kehidupan. Tak terkecuali di bidang perekonomian. Semisal terkait gemah ripah loh jinawi toto tentrem kerto raharjo. Konsep itu tidak hanya mendeskripsikan tentang kondisi perekonomian yang baik bagi suatu masyarakat, tetapi juga kondisi sosial yang baik.
“Kita juga mengenal urip sak madyo (Hidup seadanya) dalam artian, hidup tidak dengan berlebihan. Karena belum tentuk urip mulyo iku urip mukti,” pungkas Prof Djoko. [tam]

Tags: