Ustadz Sholihin Guru bergelar Doktor di SD Mudipat Surabaya

DR HM Sholihin SAg MPSDM

DR HM Sholihin SAg MPSDM
DR HM Sholihin SAg MPSDM, satu-satunya staf pengajar bergelar doktor yang dimiliki SD Muhammadiyah 4 Pucang Surabaya. Ustadz Sholihin-sapaa akrabnya mantan Kepala Sekolah SD Muhammadiyah 4 (SD Mudipat) Pucang Surabaya ini mengaku dirinya harus mengembangkan potensinya, karena dunia pendidikan selalu berkembang dan tuntutan, serta persaingan semakin tinggi.
Ustadz Sholihin yang menempuh S3 nya di Universitas Airlangga (Unair) Surabaya ini menjelaskan, kini era milenial atau era industri 4.0 menjadi tantangan bagi setiap pendidik untuk meningkatkan kapasitas SDM nya, apalagi bagi seorang guru yang berada di kota besar seperti Kota Surabaya, dan di dunia pendidikan seperti di Organisasi Masyarakat Muhammadiyah ini. Sebab Muhammadiyah dinilai masyarakat paling sukses dalam mengelolah pendidikan.
“Sehingga mau tidak mau kita harus bisa meningkatkan kapasitas diri kita sebagai guru agar bisa tetap mampu bersaingan, dalam arti positif. Sebab masyarakat akan terus memberikan kepercayaan kepada kita. Maka kalau masyarakat tidak percara kepada guru seperti saya, bila memerlukan informasi tinggal buka Google. Mencari apa – apa mencari di Google, seakan akan masyarakat ragu dengan kemampuan para guru,” jelas guru yang menempuh S1 di IAIN Sunan Ampel (kini Universitas Islam Negeri Sunan Ampel atau UINSA) dan S2 di Unair ini.
Sehingga, jelas guru yang mengambil disertasi Meningkatkan Kualitas SDM Pendidikan Melalui Spiritualitas Ihsani, kalau orang-orang seperti dirinya tidak meningkatkan kemampuan secara individu maka akan kalah bersaing, meski secara kelembagaan tetap surveiv. Sehingga bisa dilupakan orang kalau tidak mempunyai kemampuan lebih, bahkan tidak akan diperhitungkan lagi.
Karena tidak diperhitungkan dan tidak diperhatikan orang, maka lama kelamaan peran sebagai guru tidak akan bertahan, apalagi muncul generasi milenial yang kecerdasannya luar biasa, sehingga sebagai pendidik harus terus meningkatkan profesionalitas, kapasitas, intelektualitas sebagai guru, untuk bisa terus surveiv.
“Jadi kita nggak bisa bertahan. Dan meskipun saya sebagai guru SD saya akan terus belajar sampai bisa meraih gelar profesor sekalipun. Agar bisa memberikan manfaat lebih luas bagi dunia pendidikan, sebab pendidikan kita sudah sudah sangat jauh tertinggal dengan negara tetangga seperti Negara Malaysia. Apalagi hingga kini tidak ada lompatan-lompatanyang spektakuler, sebaliknya justru masih memperdebatkan masalah-masalah kecil seperti kurikulum, Ujian Nasional (UN), sekolah gratis, sekolah kawasan. Padahal ini semua masalah kecil yang seharusnya sudah selesai,” paparnya.
Ustadz Sholihin berharap, pemerintah, lembaga pendidikan dan dunia usaha bisa memanfaatkan kecerdasan anak-anak atau generasi milenial yang luar biasa ini, karena selama ini belum bisa digali dan dimanfaatkan pemerintah secara maksimal. Menurutnya, seharusnya pemerintah sudah memikirkan bagaimana pendidikan di Indonesia ini bisa focus. Jadi, antara kebutuhan dunia usaha dan pemerintah dengan SDM yang dimiliki harus betul-betul sudah tersedia. Artinya, ada sinergi saling melengkapi antara dunia pendidikan, pemerintah dan dunia usaha.
Misalnya, kata Ustadz Sholihin, pemerintah harus bisa memfasilitasi kecerdasan IT (Informasi Tehnologi) dari anak-anak bangsa, agar betul-betul bisa dimanfaatkan. Sebab bila kecerdasan anak-anak dalam bidang IT ini tidak bisa dimanfaatkan dengan masksimal, akibatnya anak- anak cerdas ini mendapatkan pekerjaan yang tidak sesuai dengan tingkat kecerdasannya.
“Bila kita bisa memanfaatkan kemampuan SDM anak-anak kita, maka Negara Indonesia yang besar ini bakal bisa membuat pabrik mobil sendiri, misalnya. Karena membuat pabrik senjata sendiri bisa, membuat pabrik pesawat bisa. Apalagi hanya membuat pabrik mobil, Insya Allah sangat bisa. Buktinya, mahasiswa ITS bisa menciptakan mobil listrik yang seringkali menang ketika mengikuti lomba di tingkat internasional,” urainya.
Dan seharusnya, pemerintah memberikan fasilitas pendidikan kepada anak-anak bangsa yang luar biasa cerdasnya itu. Pendidikan dan industrialisasi harus bersinergi. Sebab selama ini antara pemerintah dan dunia industri jalan sendiri-sendiri, dan program pendidikan pemerintah juga tidak sinergi. Akibatnya ketika anak-anak cerdas itu lulus bingung mencari pekerjaan. Sementara di negara lain anak-anak yang pintar itu sudah diikat dalam ikatan dinas, bahkan diarahkan untuk mendalami ilmu sesuai kecerdasannya lebih dalam.
“Di negara lain, anak-anak pinter itu untukmeneruskan sekolahnya diarahkan pemerintah dan dibiayai pemerintah. Misalnya, lulus SD dengan IQ tinggi maka di sekolahkan ke jenjang SMP dan SMA yang baik. Bahkan pihak Perguruan Tinggi juga bisa mengikat anak itu dengan bea siswa, sehingga tidak ada alasan tidak meneruskan pendidikan karena tidak ada biaya. Dengan harapan setelah lulus mempunyai kompetensi yang tinggi dan bisa membangun negaranya,” tandasnya. [fen]

Tags: