Usul Perbanyak Materi Keagamaan di Kampus

Al Chaidar

Al Chaidar
Pola aksi terorisme baru yang melibatkan seluruh anggota keluarga di kota Surabaya beberapa bulan yang lalu, dinilai pengamat terorisme dan radikalisme Universitas Malikussaleh Lhokseumawe, Al Chaidar merupakan aksi ‘kreatifitas’ terbodoh. Pasalnya, menurut dia, kelompok yang diketahui dari kalangan jamaah Ansharut Daulah (JAD) tersebut mencoba membuat fiqih baru. “Kalau kita cermati, Fiqih lama kan jihad yang mengarah pada terorisme hanya diperuntukkan oleh laki-laki. Karena jika lelaki jihad, ia bisa melindungi anak istrinya. Namun, seiring dengan berkembangnya waktu, fiqih ini diubah dengan melibatkan perempuan dan anak-anak,” ungkap dia.
Hal itu, sambungnya, merupakan kreatifitas sesat dalam sisi antopologi agama. Di mana fatwa yang dihasilkan adalah mengajak seluruh anggota keluarga untuk berpartisipasi dalam kegiatan jihad yang sebenarnya adalah aksi terorisme.
“Ini adalah sebuah fatwa yang sangat mengerikan. karena memperbolehkan dan menghalalkan anak-anak yang tidak tahu apa-apa untuk turut dalam melakukan aksi terorisme” tutur Al Cahidar usai menjadi pemateri dalam seminar yang diadakan Pusat Pengembangan Masyarakat dan Peradaban Islam (PPMPI) Universitas Nahdlatul Ulama (Unusa) Surabaya, Senin (23/7).
Aksi dengan melibatkan anggota keluarga ini, sambung dia, bisa saja nantinya akan terjadi lagi. Mengingat jaringan JAD sendiri tersebar di beberapa titik di pulau Jawa, khususnya di Jawa Tengah.
“Bisa saja kasus semacam ini, dengan melibatkan anggota keluarga terjadi lagi. Bahkan bisa dikatakan kasus ini akan semakin kuat. Karena kelihatannya pemerintah juga belum menemukan formulasi khusus untuk mengatasi bangkitnya fundalisme dan terorisme ini” ujar putra daerah Aceh ini
Terlebih lagi, lanjut dia, pemerintah juga mengurangi pelajaran agama, tidak hanya jenjang sekolah menengah melainkan juga pendidikan tinggi. Dampak dari pengurangan mata kuliah agama tersebut, disebut Al Chaidar, seperti masuknya pemahaman radikalisme yang belakangan ini juga berembus sangat kencang di lingkungan pendidikan tinggi.
“Hal itu juga sebagai dampak dari gersangnya sisi spiritual mahasiswa yang mudah untuk terdoktrin” terang dia. Sehingga, tambah dia, kelompok-kelompok yang datang dengan menawarkan suatu penyegaran untuk mahasiswa di tengah kegersangan spiritual akan mudah dilakukan kelompok jaringan terorisme.
“Saya kira semakin dikuranginya pelajaran agama, mahasiswa akan semakin gersang. Semakin mengalami kekurangan pendidikan agama dan ilmu pengetahuan agama sehingga lebih terbodohi oleh doktrin yang diberikan terorisme” lanjut dia
Oleh karena,imbuh laki-laki kelahiran Lhokseumawe, 22 November 1969 sebagai salah satu solusinya, ia meminta semua tenaga pendidik memperbanyak mata kuliah agama. Agar nantinya, mahasiswa bisa membedah isu agama secara lebih kritis, rasional dan bebas. “Karena hanya di kampus segala teori bisa berkembang. Termasuk di dalamnya untuk mencegah tejadinya aksi terorisme yang melibatkan keluarga” pungkas dia. [ina]

Tags: