Usulan Kenaikan Harga Rokok Hanya Picu Keresahan Masyarakat

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Pemprov, Bhirawa
Usulan kenaikan harga rokok menjadi Rp 50 ribu per bungkus yang tengah ramai dibicarakan, dianggap hanya menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat. Untuk itu, usulan tersebut harus dikaji lebih mendalam karena justru dapat menimbulkan efek yang negatif di masyarakat.
Ketua Paguyuban Mitra Pelinting Sigaret Indonesia (MPSI) Djoko Wahyudi menuturkan, hasil studi yang dikeluarkan Kepala Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Hasbullah Thabrany itu dianggap sebagai hasil studi tidak berdasar dan tidak ilmiah.
“Jika harga rokok dinaikkan menjadi Rp 50 ribu per bungkus, maka yang akan terjadi adalah rokok tidak akan terbeli. Tapi kemudian, dampak yang ditimbulkan adalah target cukai negara pasti anjlok. Belum lagi kemungkinan marak beredarnya rokok tanpa cukai atau ilegal karena mahalnya harga rokok,” kata Wahyudi, Senin (22/8).
Ini masih akan ditambah dampak dari kalangan Industri Hasil Tembakau (IHT) dan petani tembakau Indonesia. Karena rokok tidak terbeli, maka IHT tentu akan tereduksi dan akan merasionalisasi tenaga kerja serta menyetop pembelian tembakau. Ini berakibat pada menurunnya pendapatan para petani tembakau.
“Dampak reduksi IHT akan menimbulkan PHK besar-besaran. Terutama dari kalangan tenaga kerja industri Sigaret Kretek Tangan (SKT) yang jumlahnya secara nasional saat ini mencapai sekitar 1,5 juta tenaga kerja,” ungkapnya.
Menurut dia, usulan itu hanya mengacau saja. Karena usulan ini pula, sekitar 60 ribu pekerja pelinting sigaret yang tersebar di 38 koperasi mitra pelinting di wilayah Jatim, Jateng, Jabar dan Jogjakarta merasa resah. Mereka banyak yang menangisi, karena merasa pekerjaannya terancam jika harga rokok dinaikkan Rp 50 ribu per bungkus.
“Ini kan sama saja dengan tindak terorisme, karena membuat orang resah di saat situasi tenang. Saya bisa tuntut itu,” kata Wahyudi. Kenaikan harga rokok yang wajar, lanjut Wahyudi, adalah seperti saat ini, yaitu berkisar 6 persen. Dengan kenaikan harga seperti itu, maka kenaikan tarif cukai juga akan berkisar di angka yang sama.
Dia menawarkan solusi, pemerintah sebaiknya menaikkan cukai khusus Sigaret Kretek Mesin (SKM) berfilter, apabila ingin menahan laju pertumbuhan perokok baru di kalangan anak muda. Karena menurut Djoko, konsumen baru cenderung memilih rokok SKM berfilter karena dianggap lebih modern. Ini berbeda dengan dengan SKT, yang konsumennya cenderung berusia dewasa.
Sebelumnya, Gubernur Jatim Dr H Soekarwo juga menanggapi usulan kenaikan harga rokok hingga Rp 50 ribu demi memenuhi target pendapatan pajak dianggap sebagai kebijakan yang terburu-buru. Soekarwo menganggap jika alasan menaikkan harga rokok tersebut untuk mencegah anak agar tidak merokok, juga dianggap tidak efektif.
Terkait cukai hasil tembakau, rencana tarif cukai rokok tahun depan akan dinaikkan seiring dengan dinaikkannya target penerimaan dari Cukai Hasil Tembakau (CHT) menjadi Rp 149,88 triliun. Angka tersebut naik 5,78 persen dibandingkan target APBN Perubahan 2016 sebesar Rp 141,7 triliun.
Pemerintah sendiri memasang target penerimaan cukai secara keseluruhan dalam Rancangan APBN 2017 sebesar Rp 157,16 triliun, atau naik 6,12 persen dari target APBN Perubahan 2016, Rp 148,09 triliun.
Beda dengan Gubernur Jatim, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini  mengaku setuju akan wacana pemerintah menaikkan harga rokok yang mencapai 500 persen ini. Sebab, dengan menaikkan harga rokok bisa menekan jumlah perokok, terutama perokok usia produktif yang masih sekolah.  “Kalau pemerintah sudah menentukan dan memutuskan ya tidak apa-apa,” kata Risma usai me-launching lomba Green and Clean 2016 di Gedung Graha Sawunggaling jalan Jimerto Surabaya, Senin (22/8) kemarin.
Terlebih, lanjut Risma, dengan adanya aturan pemerintah yang menaikkan harga rokok mencapai Rp 50 ribu itu, bisa menghindarkan anak-anak dari bahaya merokok. “Saya lebih mengimbau dari sisi anak-anak. Karena mereka belum waktunya. Dengan harga mahal, anak-anak bisa jadi tidak merokok,” ujarnya.

Belum Ada Pemberitahuan
Sementara itu Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Bojonegoro ikut menanggapi rencana kenaikan harga rokok yang kini ramai jadi perbincangan di masyarakat.
Kepala Disperindag Kabupaten Bojonegoro Basuki saat dikonfirmasi, Senin (22/8) mengatakan, saat ini harga rokok masih belum jelas apakah akan dinaikkan menjadi Rp50 ribu per bungkus atau tidak.
“Sejauh ini, kabar mengenai rencana kenaikan harga rokok itu masih sebatas wacana. Sebab sampai saat ini belum ada instruksi apa-apa dari pemerintah pusat,” jelasnya.
Hanya saja pemerintah pusat dan Pemprov Jatim akan membahas kenaikan harga rokok, namun kenaikan tidak setinggi itu. Dan rencana kenaikan harga rokok mencapai Rp 50.000 itu belum bisa dibilang benar.
“Selama tidak ada pemberitahuan dari pemerintah pusat. Jika kenaikan itu mencapai  Rp 50 ribu maka jauh hari pemerintah pusat memberikan informasi itu kepada daerah,” terangnya.
Dijelaskan, jika harga rokok akan naik maka akan berdampak positif bagi masyarakat Bojonegoro. Sebab nanti masyarakat akan berkurang untuk mengonsumsi rokok, namun juga ada dampak negatifnya misalnya perusahaan rokok terancam gulung tikar.
PT Gudang Garam sebagai salah satu perusahaan rokok terbesar menilai wacana kenaikan harga rokok tersebut hanyalah berita hoax, sebab wacana tersebut bukan inisiatif dari pemerintah.
Kepala Bidang Humas PT GG Ihwan Tricahyono mengakui bahwa akhir-akhir ini masyarakat dibuat gaduh dengan wacana kenaikan harga rokok Rp 50 ribu per bungkus. Menurutnya banyak beredar berbagai kabar di media sosial, bahkan sampai daftar harga palsu di pengecer modern juga beredar.
“Tidak jelas tujuan kelompok yang menyebarkan wacana tersebut, apakah sekadar mengurangi perokok di Indonesia, membunuh industri hasil tembakau, atau ada tujuan-tujuan lain” ungkapnya, Senin (22/8).
Pihaknya meyakini pemerintah akan menaggapi secara bijak  persoalan tersebut. “Kami yakin pemerintah dan semua pemangku kepentingan akan bijak menanggapi kabar-kabar yang bersifat agitatif dan mengadu domba seperti ini. Marilah kita semua menjaga  situasi yang kondusif untuk membangun negeri. “ujarnya
Sebelumnya Wali Kota Kediri Abdullah Abu Bakar sempat mengkhawatirkan dampak ekonomi yang terjadi jika wacana kenaikan harga rokok hingga Rp 50 ribu per bungkus benar-benar terealisasi.”Sedikit khawatir ya, tapi mudah-mudahan tidak ada kendala,” katanya
Wali Kota itu mengaku belum yakin jika wacana tersebut akan direalisasikan, namun semuanya diserahkan ke pusat, dan daerah tinggal melaksanakan kebijakan dari pusat. Menurutnya pemerintah kota setempat juga berupaya untuk mendorong masyarakat agar lebih mandiri dengan menjadi wirausaha.
“Industri rokok ini menyumbang pendapatan ke negara cukup besar, dan kami sedikit menggeser masyarakat yang menggantungkan diri ke industri rokok dengan UMKM. Hasilnya  sudah mulai muncul UMKM baru, jadi ekspektasi atau keinginan masyarakat bekerja di pabrik rokok sudah semakin kecil,” tambahnya. [iib,geh,bas,van]

Tags: