UUD Di-amandemen Lagi ?

uud-45Anggota DPR dan DPD (Dewan Perwakilan Daerah)hasil pemilu 2014 sudah dilantik. Berdasar UUD pasal 2, seluruhnya otomatis akan menjadi anggota MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat). MPR inilah yang menjadi satu-satunya institusi yang memiliki kewenangan melantik Presiden dan Wakil Presiden, serta dapat memberhentikannya.
Selain itu, MPR juga satu-satunya lembaga negara yang berwenang mengubah dan menetapkan UUD. Apakah MPR periode ini (2014-2019) akan meng-amandemen UUD lagi? Hal itu sah-sah, dan diberikan kewenangan oleh UUD, persyaratan dan mekanismenya diatur pada pasal 37. Syaratnya, amandemen dalam diusulkan oleh sekurang-kurangnya 1/3 jumlah anggota MPR (ayat ke-1). Sehingga cukup diusulkan oleh 233 orang saja.
Mekanisme amandemen selanjutnya diatur UUD pasal 37 ayat (2), dinyatakan,   “Setiap usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar diajukan secara tertulis dan ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya.” Untuk mengesahkan hasil amandemen harus dilakukan sidang MPR yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 jumlah anggota MPR (ayat ke-3). Dan ujungnya, harus disetujui separuh lebih satu, atau 350 orang (ayat ke-4).
Tidak sulit benar untuk meng-amandemen UUD. Lebih lagi, kedua koalisi di DPR (Koalisi Merah putih maupun Koalisi Indonesia Hebat) telah cukup jumlahnya. Tinggal ditentukan oleh sikap DPD dalam “baju” MPR. Untuk sementara ini peta koalisi di DPR-RI terpecah menjadi kelompok Koalisi Merah Putih (KMP) sebanyak 292 kursi (52,1%) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH)  sebanyak 207 kursi (36,96%). Sisanya, F-PD sebanyak 61 kursi (10,89%) bisa dianggap floating.
Di MPR (696 orang), pengelompokan bisa berubah petanya. KMP sebesar (41,95%), KIH (29,74%), DPD (19,54%), dan F-PD (8,76%). Arah gerak bergabungnya dukungan DPD akan sangat menentukan kekuatan kelompok. Namun hampir bisa dipastikan DPD akan terpecah, karena beberapa anggota DPD memiliki hubungan khusus dengan parpol-parpol. Ada yang dekat dengan KMP, ada pula yang dekat dengan KIH. Tetapi KMP posisinya “diatas angin.”
Terdapat situasi kenegaraan saat ini yang patut dicermati. Sehingga patut menjadi alasan oleh MPR untuk meng-amandemen UUD. Termasuk mem-preteli kewenangan mutlak MPR, serta mem-preteli kewenangan presiden. Dulu sebelum di-amandemen ketiga (9 November 2001) dalam UUD terdapat pasal 1 ayat (2). Bunyinya, “Kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.”
MPR menjadi pelaksana kedaulatan rakyat secara penuh (mutlak). Setelah di-amandemen, klausul tersebut menjadi “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.” Pada sisi lain amandemen ketiga juga mem-preteli kewenangan presiden. UUD pasal 7C menyatakan, “Presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat.” Klausul tersebut untuk menghindari dekrit presiden yang bisa membubarkan DPR, sebagaimana terjadi pada bulan Juli tahun 1959.
Banyak sistem kenegaraan yang boleh jadi dianggap memerlukan arah baru, melalui amandemen UUD. Misalnya sistem Pilkada, dan sistem Pilpres. Mungkin saja kedua sistem tersebut menjadi alat barter. Yakni, pilkada bisa diatur dengan amanat pemilihan langsung. Sebagai barter-nya, pilpres dilakukan oleh MPR. Artinya, pasal 6A ayat (1) tentang pilpres akan di-amandemen. Begitu pula UUD pasal 18 ayat (4) tentang pilkada.
Atau keduanya di-amandemen, dengan penegasan seluruhnya dipilih melalui perwakilan. Jadi, pilpres tahun 2019 akan dipilih oleh MPR lagi?! Alasan pemilihan presiden oleh MPR, hampir sama dengan pilkada oleh DPRD. Yakni, menghemat biaya negara, mengindari konflik sosial diametral, serta me-minimalisir kecurangan politik uang.
Memang potensi money politics akan tetap terbuka. Boleh jadi, akan semakin banyak anggota DPR dan DPRD ditangkap KPK. Namun rakyat harus tetap suci dan mulia sebagai pemilik (asli) kedaulatan.

                                                                    ———————– 000 ———————–

Rate this article!
UUD Di-amandemen Lagi ?,5 / 5 ( 1votes )
Tags: