Vaksin Palsu dan Teror Kesehatan

Oryz SetiawanOleh :
Oryz Setiawan
Alumnus Fakultas Kesehatan Masyarakat (Public Health) Unair Surabaya

Baru-baru ini publik dihebohkan dengan temuan vaksin palsu di wilayah Pondok Aren Tangerang Selatan dan beberapa wilayah di Jakarta oleh Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri.
Sontak Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) sebagai institusi yang paling bertanggungjawab atas penemuan vaksin palsu terus mengisir setiap layanan kesehatan dengan turun langsung ke lapangan. Praktek pembuatan dan peredaran vaksin palsu sungguh merupakan bentuk kebiadaban baru, vaksin abal-abal itu sangat berbahaya jika digunakan untuk bayi.
Pasalnya vaksin itu dicampur dengan larutan kimia berbahaya yang dimasukan ke botol bekas. Sementara cairan buatan pelaku tersebut berupa antibiotik gentamicin dicampur dengan cairan infus sebagai bahan dasarnya. Yang paling parah adalah wadah atau botol tersebut merupakan botol bekas air mineral yang dipungut dari tempat sampah sehingga dapat dipastikan rentan terjadi infeksi ketika disuntikan ke dalam tubuh apalagi pada kelompok rentan bayi dan balita.
Fenomena vaksin palsu sungguh sesuatu yang tidak bisa ditoleransi, mengingat hampir semua vaksin yang dipalsu dimana telah beroperasi sejak tahun 2003 tersebut sebagain besar diperuntukkan bagi kelompok bayi, balita dan anak-anak seperti vaksin campak,  BCG, pentabio, polio, tetanus hingga hepatitis B.
Saat ini hampir dapat dipastikan bahwa peredaran vaksin palsu telah menjangkau hampir di seluruh nusantara sehingga kondisi tersebut sebagai teror kesehatan. Aksi kejahatan ini jelas tengah sengaja untuk merusak generasi bangsa dengan menggadaikan demi imbalan keuntungan materi sesaat sehingga pelaku layak dikatagorikan sebagai “teroris” yang harus ditangani sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crime). Meski secara umum masyarakat sulit untuk mengenali kandungan vaksin dimana harus melalui uji laboratorium namun setidaknya ada tanda atau ciri-ciri fisik vaksin palsu yang dapat diketahui oleh masyarakat antara lain, kemasan yang terlihat lebih kasar, nomor batch (kode produksi) tidak terlihat jelas dan rubber stopper (tutup viral) dimana terdapat perbedaan warna dengan aslinya.
Berdasarkan kajian literatur kesehatan bahwa vaksin adalah bahan antigenik yang digunakan untuk menghasilkan kekebalan aktif terhadap suatu penyakit sehingga dapat mencegah atau mengurangi pengaruh infeksi oleh organisme alami atau liar. Vaksin dapat berupa galur virus atau bakteri yang telah dilemahkan sehingga tidak menimbulkan penyakit. Vaksin dapat juga berupa organisme mati atau hasilhasil pemurniannya (protein, peptida, partikel serupa virus). Vaksin akan mempersiapkan sistem kekebalan manusia atau hewan untuk bertahan terhadap serangan patogen tertentu, terutama bakteri, virus, atau toksin. Vaksin juga bisa membantu sistem kekebalan untuk melawan sel-sel degeneratif (kanker).
Secara manfaat pemberian vaksin diberikan untuk merangsang sistem imunologi tubuh untuk membentuk antibodi spesifik sehingga dapat melindungi tubuh dari serangan penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin.
Problem Pengawasan
Harus diakui, pemerintah melalui BPOM “kecolongan” atas maraknya peredaran vaksi palsu mengingat secara tugas pokok dan fungsi BPOM sesuai dengan Keppres No.103 tahun 2001 Pasal 68 yang menyatakan bahwa BPOM melakukan pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan obat dan makanan, melaksanakan kebijakan tertentu di bidang pengawasan obat dan makanan serta melaksanakan pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap kegiatan instansi pemerintah di bidang pengawasan obat dan makanan.
Oleh karena itu langkah pengawasan yang dilakukan BPOM selama ini dianggap masih terlambat dan reaktif. Ini sebenarnya tidak perlu terjadi manakala ada kerjasama yang baik dengan instansi terkait seperti pihak Kepolisian, Kejaksaan, Bea Cukai dan Kemenkes serta lembaga swadaya masyarakat lainnya. Peran pengawasan BPOM selama ini memang tidak diartikan untuk mematai-matai produsen obat dan makanan termasuk vaksin tetapi lebih ditujukan sebagai langkah preventif dan pembinaan.
Adalah menjadi hal yang mustahil manakala kita berharap BPOM mampu mengatasi persolan kejahatan obat dan makanan ini tanpa peran aktif dari masyarakat sendiri. BPOM meski ditengah keterbatasan harus diakui telah berupaya menjalankan perannya, namun upaya edukasi dan public warning yang sering dilakukan BPOM juga menuntut adanya timbal balik dan respon dari masyarakat.
Intinya tugas pengawasan obat dan makanan ini seharusnya menjadi hal yang melekat dalam diri setiap anggota masyarakat, sehingga bahaya kejahatan bidang ini dapat dicegah atau minimal berkurang. Dengan adanya fenomena vaksin palsu kian menunjukkan bahwa republik ini masih rawan terjadinya peredaran obat maupun vaksin palsu yang jelas-jelas membahayakan manusia serta berdampak buruk terutama bagi bayi dan balita sebagai sasaran pemberian vaksin. Semoga pemerintah benar-benar komitmen dan serius memberantas jaringan pembuatan dan peredaran vaksin palsu hingga ke akar-akarnya.

                                                                                                                        ———- *** ———–

Rate this article!
Tags: