Oleh :
Oryz Setiawan
Alumnus Fakultas Kesehatan Masyarakat (Public Health) Unair Surabaya
Salah satu masalah kesehatan yang hingga kini belum sepenuhnya bisa teratasi adalah penyakit demam berdarah dengue (DBD). Alih-alih mampu menekan kasus yang ditularkan oleh nyamuk aedes aegypty itu, setiap tahun jumlah kasus selalu bertambah padahal pemerintah melalui institusi kesehatan di pelbagai lini sudah melakukan berbagai upaya pencegahan secara masif seperti gerakan 3M (Mengubur, Menguras, Menutup) maupun 3 M plus, pemberian bubuk abate, menggalakan juru pemantau jentik hingga tingkat RT/RW bahkan melibatkan siswa sekolah hingga kader kesehatan. Intinya gerakan pencegahan dini dan antisipatif telah banyak dilakukan namun justru realitanya kasus DB terus meningkat, bahkan di beberapa wilayah tetap saja menjadi daerah endemis DB. Harus diakui DB hanya faktor kesehatan (an sich), tapi ada kontribusi lingkungan, cuaca, atau pembangunan di suatu kota yang menimbulkan genangan air.
Perubahan iklim misalnya El Nno dapat memperpanjang masa penularan penyakit yang ditularkan melalui vektor dan mengubah luas geografinya, dengan kemungkinan menyebar ke daerah yang kekebalan populasinya rendah atau dengan infrastruktur kesehatan masyarakat yang kurang. Selain perubahan iklim faktor risiko yang mungkin mempengaruhi penularan DBD adalah faktor lingkungan, urbanisasi, mobilitas penduduk, kepadatan penduduk dan transportasi. Disamping itu pengaruh Indeks Curah Hujan (ICH) yang merupakan perkalian curah hujan dan hari hujan dibagi dengan jumlah hari pada bulan tersebut. ICH tidak secara langsung mempengaruhi perkembang-biakan nyamuk, tetapi berpengaruh terhadap curah hujan ideal. Curah hujan ideal artinya air hujan tidak sampai menimbulkan banjir dan air menggenang di suatu wadah/media yang menjadi tempat perkembang-biakan nyamuk yang aman dan relatif masih bersih (misalnya cekungan di pagar bambu, pepohonan, kaleng bekas, ban bekas, atap atau talang rumah).
Tersedianya air dalam media akan menyebabkan telur nyamuk menetas dan setelah 10 – 12 hari akan berubah menjadi nyamuk. Bila manusia digigit oleh nyamuk dengan virus dengue maka dalam 4 – 7 hari kemudian akan timbul gejala DBD.sehingga bila hanya memperhatikan faktor risiko curah hujan, maka waktu yang dibutuhkan dari mulai masuk musim hujan hingga terjadinya insiden DBD adalah sekitar 3 minggu. Pendek kata, kondisi lingkungan eksternal (musim, cuaca dan siklus tahunan) yang cenderung menjadi habitat terbaik bagi nyamuk aedes aegypty untuk cepat berkembang biak. Selain menambah probabilitas perkembangbiakan nyamuk juga menyebabkan lebih mudah bermutasi sehingga menimbulkan strain virus baru. Virus Zika sebagai salah satu bukti bahwa laju virulensi nyamuk aedes bukan hanya menyebabkan demam berdarah namun juga mengakibatkan resiko timbulnya virus Zika dimana virus tersebut dapat menyerang ibu hamil sehingga bayi mengalami kelainan seperti microchepali (kelainan ukuran kepala bayi lebih kecil dari ukuran normal), kelainan kepala sehingga perkembangan otak terganggu. Demam Berdarah Dengue sendiri lebih banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis.
Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya. Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara. Di Indonesia, kasus Demam Berdarah pertama kali ditemukan di Kota Surabaya pada tahun 1968, dimana sebanyak 58 orang terinfeksi dan 24 orang diantaranya meninggal dunia (Angka Kematian : 41,3%). Oleh karena itu sejak itu, penyakit ini menyebar luas ke seluruh Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue dari genus flavivirus, famili flaviviridae. DBD ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Aedes yang terinfeksi virus Dengue. Virus Dengue penyebab Demam Dengue (DD), Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Dengue Shock Syndrome (DSS) termasuk dalam kelompok B Arthropod Virus (Arbovirosis) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviride, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu: Den-1, Den-2, Den-3, Den-4.
Dewa Penolong
Setelah melewati penantian begitu panjang, akhirnya vaksin Dengue pertama di dunia telah mendapat izin edar pada tanggal 9 Desember 2015. Negara pertama yang menggunakan vaksin bermerek “Dengvaxia” adalah Meksiko. Vaksin Dengvaxia diproduksi oleh Sanofi Pasteur dari Perancis setelah dikembangkan selama lebih dari 20 tahun. Penemuan vaksin Dengue dianggap sebagai salah satu pencapaian historis dalam sejarah vaksinologi dan diyakini akan menurunkan angka kejadian demam berdarah Dengue. Vaksin Dengue efektif untuk keempat serotipe virus Dengue (DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4) dan dapat diberikan pada orang berusia 9-45 tahun. Sebelum mendapat izin edar, vaksin Dengue telah menjalani proses uji klinis yang melibatkan lebih dari 40.000 orang di seluruh dunia, dari pelbagai kelompok umur, latar belakang epidemiologis, etnis, kondisi geografis, dan status sosioekonomi. Vaksin merupakan salah satu upaya strategis dalam rangka mencegah penyakit. Kondisi tersebut setidaknya menjadi harapan bagi negara-negara yang memiliki kasus DB terbanyak seperti Indonesia. Mudah-mudahan tak lama vaksin tersebut dapat segera dapat dimanfaatkan terutama bagi mereka yang rentan terkena penyakit demam berdarah. Kabarnya vaksin ini sedang menjalani proses registrasi di Badan POM untuk mendapatkan izin edar sehingga diperkirakan vaksin ini akan tersedia pada tahun 2016.
——————— *** ———————