Validasi Data Gakin

Tahun ajaran baru sudah dimulai, diwarnai penyalahgunaan status murid keluarga miskin (gakin). Banyak orangtua menggunakan SKTM (Surat Keterangan Tidak Mampu), agar bisa menembus kuota sekolah (SMP dan SMTA) negeri. Sampai jumlah murid gakin “booming” melebihi kuota (20%). Maka pemerintah (dan daerah) seyogianya segera menerbitkan cara PPDB lebih meng-akomodir kebutuhan ke-kini-an masyarakat.
Bermula dari Peraturan Menteri (Permen) Pendidikan dan Kebudayaan nomor 17 tahun 2017 tentang PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru). Permen diberlakukan pada jenjang pendidikan mulai TK (Taman Kanak-kanak), Sekolah Dasar (SD), sampai Sekolah Menengah Atas (SMA), dan yang sederajat. Pada pasal 16 ayat (1), diwajibkan menerima murid gakin sebanyak 20% kapasitas sekolah.
Pada pasal 16 ayat (2), status murid gakin harus dibuktikan melalui SKTM (Surat Keterangan Tidak Mampu) yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah. Namun biasanya, SKTM diterbitkan oleh Pemerintah Daerah. Melainkan oleh Pemerintahan Desa (Kelurahan), melalui pengurusan berjenjang (mulai Rukun Tengga, Rukun Warga, sampai Kelurahan). Karena ketua RT, dan RW mengetahui kondisi riil setiap rumahtangga.
Tetapi sebenarnya, Permendikbud tentang PPDB, perlu tidak mengatur persyaratan keluarga miskin. Sebab, sejak akhir Maret (2018) lalu Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah, telah berupaya mempercepat penyaluran dana Program Indonesia Pintar (PIP). Diperkirakan, hampir sebanyak 18 juta peserta didik yang tergolong miskin (jenjang SD, SMP, dan SMA sederajat. Niscaya, telah terdapat data by name by address.
Penyaluran dana PIP masih akan berbasis pada KIP (Kartu Indonesia Pintar) yang telah di-distribusikan sejak November tahun 2014. Selanjutnya, setelah direvisi, KIP dimasukkan ke dalam aplikasi Data Pokok Pendidikan (Dapodik). Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah, juga telah mengirim surat tentang percepatan penyaluran dana PIP. Surat dikirim kepada Dinas Pendidikan Propinsi serta Kabupaten dan Kota.
Seharusnya, pada akhir tahun ajaran 2017-2018 (Juni 2018) Dapodik sudah berisi murid gakin. Tiap satuan pendidikan (sekolah), cukup berdasar pada kuota 20%. Dus, tidak perlu mengatur persyaratan SKTM untuk murid gakin. Tidak perlu menimbulkan kegaduhan, sampai pemalsuan SKTM. “Booming” (dan kegaduhan) SKTM, menandakan catatan keluarga miskin yang dimiliki pemerintah (dan daerah) tidak valid.
Begitu pula data penerima KIP (Kartu Indonesia Pintar), KIS (Kartu Indonesia Sehat), serta KKS (Kartu Keluarga Sejahtera), dan KSKS (Kartu Simpanan Keluarga Sejahtera). Sejak awal (tahun 2014) telah diduga terjadi pemalsuan kondisi miskin, semacam KKN (Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme). Kerabat RT, RW, kerabat Kepala Desa, dan pegawai Kelurahan, diberi kartu jaminan sosial.
Murid gakin, akan benar-benar nampak (menjadi realita), pada saat memasuki tahun ajaran baru. Khususnya kelas VIII (SMP dan sederajat), serta XI (SMA dan sederajat). Murid gakin tidak melakukan daftar ulang, tidak nampak di sekolah. Padahal, pendidikan dasar merupakan amanat UUD pasal 31 ayat (2). Secara tekstual, konstitusi menyatakan, “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.”
Frasa kata “pendidikan dasar,” amanat konstitusi, selanjutnya di-breakdown dalam UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). UU Sisdiknas pasal 6 ayat (1), menyatakan, “Setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar.” Menilik usia (sampai 15 tahun), berarti UU Sisdiknas meng-amanatkan pendidikan dasar 9 tahun (sampai SMP sederajat).
Berdasar data BPS, terdapat lebih dari 4,5 juta anak-anak yang dipaksa bekerja. Diantaranya mengemis, mengamen, sampai menjadi kurir peradaran narkoba. Pemeritnah seyogianya segera memperbaiki (mem-validasi) data keluarga miskin.

——— 000 ———

Rate this article!
Validasi Data Gakin,5 / 5 ( 1votes )
Tags: