Vinsensius Awey: Transparansi Penggunaan Dana Kampanye Parpol Jadi Satu Aspek Penting

Wakil DPD Partai NasDem Jatim Bidang Media dan Komunikasi Publik, Vinsensius Awey.

Jombang, Bhirawa.
Pengurus Partai Nasional Demokrat (NasDem) Jawa Timur (Jatim) menilai, pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), penggunaan dana kampanye Partai Politik (Parpol) menjadi salah aspek yang sangat penting karena hal tersebut sebagai bentuk akuntabilitas peserta Pemilihan Umum (Pemilu) kepada publik terhadap dana publik atau sumbangan dana kampanye dari pihak ketiga karena partai politik menerima dana dari publik atau dari negara.

“Maka mereka seharusnya melaporkan dan mempertanggungjawabkan dana yang digunakan,” kata Wakil Ketua DPD Partai Nasdem Jatim Bidang Media dan Komunikasi Publik, Vinsensius Awey, Kamis (16/03).

Menurut Vinsensius Awey, pentingnya peraturan tersebut diterapkan adalah setidaknya menjamin adanya transparansi dana kampanye tersebut dengan tujuan untuk menjamin persaingan yang setara antar peserta Pilkada dan sebagai bentuk pencegahan terjadinya praktik politik uang.

“Selain itu juga aturan yang ada terkait dana sumbangan kampanye bisa dijadikan sebagai alat pengawasan terhadap potensi kolusi yang tidak sehat bagi para pemangku kepentingan seperti halnya kepentingan antara penyumbang dan peserta Pilkada,” ujarnya.

“Bisa juga sebagai alat pengawasan terhadap potensi dana yang bersumber dari tindak pencucian uang dan korupsi,,” tandas dia. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Jombang dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Kartiyono, mengatakan, terkait Undang-Undang Pilkada, pembatasan besaran sumbangan memang harus diatur.

Sebab jika tidak diatur kata dia, akan sulit bagi penyelenggara dan pengawas Pemilu untuk melakukan kontrol. “Namun demikian aplikasi pelaksanaan di lapangan juga harus benar-benar dilakukan audit yang benar, jangan hanya formalitas. Jika hanya formalitas, maka pembatasan itu sama sekali tidak akan berarti apa-apa,” ujar dia.

Aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Syarif Abdurrahman melihat, UU Pilkada.bagus dikonsep, namun sulit untuk diaplikasikan.

“Faktanya, konsep yang diatur UU (Pilkada)tidak berjalan lancar. Banyak perusahaan ‘nyumbang’ lebih dari itu. Bawaslu diam saja. Bawaslu kurang tegas, karena banyak yang menyumbang lebih dari ketentuan UU,” kata Anggota Lembaga Pers Mahasiswa Islam HMI tersebut.

“Peran dan ketegasan Bawaslu, Panwascam harus ditingkatkan. Secara sistem sudah lumayan bagus. Masalahnya, Bawaslu tidak tegas, mungkin ada kedekatan dengan politikus,” tukasnya.

Sementara itu, tokoh masyarakat Jombang, Shidiq Purnama mengungkapkan, adanya mahar politik justru akan menyuburkan perilaku-perilaku koruptif di kalangan para pejabat negara.

“Logika berfikirnya begini, mereka pasti akan membutuhkan pengembalian modal yang telah terpakai. Di sisi lain dampaknya malah membuat demokrasi tidak sehat. Mengapa, karena jika ada tokoh yang mampu menjadi pemimpin, cerdas dan pintar akan sulit terpilih ketika berhadapan dengan seorang kapital, pemodal besar namun tidak punya kapasitas dan ‘skill’ yang memadai untuk mempimpin,’ ulas Shidiq Purnama.

“Ini bagi demokrasi tidak sehat. Maka hilangkan mahar politik tersebut. Jika itu terus dimunculkan, maka akan muncul perilaku koruptif dari para pejabat yang terpilih,” tutupnya. [rif.dre]

Tags: