Visi Maulid Nabi SAW

Maulid Nabi SAW tahun 1443 H saat ini, bisa menjadi momentum seluruh dunia memperlakukan pandemi sebagai endemi. Perayaan akan terasa lebih lega, karena pandemi telah menyurut. Ditandai dengan kapasitas jamaah di masjidil Haram (di Makkah) telah kembali 100%. Shaf shalat kembali rapat tanpa jarak 1,5 meter antar-jamaah. Hanya masih wajib menggunakan masker. Niscaya akan menjadi timbangan umat Islam seluruh dunia. Termasuk di Indonesia, walau CoVid-19 belum benar-benar hilang.

Suasana pandemi di seluruh negara-negara berpenduduk muslim menyusut tajam, melalui pelaksanaan ibadah yang sesuai dengan protokol kesehatan (Prokes). Tempat ibadah, dan prasarananya (lantai, karpet, dan sajadah) lebih sering disucikan dengan disinfektan. Bahkan vaksinasi menjadi gerakan ibadah berlevel syariah. Wajib dilakukan berdasar aqidah maqasidul syar’iyah (prinsip tujuan syariat). Yakni, hifdzul nafs, perlindungan jiwa.

Pertambahan CoVid-19 di Arab Saudi saat ini hanya sebanyak 41 kasus. Di Kuwait sebanyak 35 kasus, dan di Uni Emirat Arab (UEA) 99 kasus. Sebelumnya, kawasan jazirah Arab juga telah berpengalaman terhadap wabah MERS (Middle East Respiratory Syndrome) yang mirip CoVid-19. Sehingga tenaga kesehatan makin cakap menangani wabah virus corona. Maka bisa jadi, dunia Islam yang memulai perlakuan pandemi menjadi endemi.

Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW diselenggarakan pertama kali pada 830 tahun lalu oleh Sultan Muzhaffaruddin AlKaukabri, Raja Irbil (Irak). Bertujuan membangkitkan semangat mencintai Nabi Muhammad SAW. Selain berisi bacaan shalawat Nabi, diberikan pesta jamuan makan (mirip Hari Raya kurban), dan sedekah kolosal (bantuan sosial) kepada rakyat miskin. Serta dorongan pembukaan sekolah gratis anak yatim. Juga diselenggarakan lomba memanah, dan pacuan kuda anak-anak (mirip 17 Agustusan di Indonesia).

Semarak Maulid Nabi Muhammad SAW, diperingati umat muslim sedunia. Biasanya, peringatan Maulid dirayakan sampai sebulan. Sebagian besar masjid di Indonesia menyelenggarakan acara pembacaan shalawat dan kisah hidup. Perayaan hari lahir Nabi Muhammad SAW nampak lebih semarak di berbagai keraton kerajaan di Indonesia. Pembacaan shalawat diiringi atraksi adat budaya, mempertemukan raja dengan rakyat, dalam jamuan bersama.

Di keraton Yogyakarta Hadiningrat diselenggarakan gerebek Mulud setiap tanggal 12 bulan Mulud pada kalender Jawa, sejak Sultan Hamengkubowono I. Perayaan yang sama meriah juga lazim dilaksanakan di keraton Kasunan Pakubuwanan, Solo. Serta beberapa keraton daerah di seluruh Indonesia. Namun dua tahun terakhir tidak diselenggarakan secara terbuka. Karena masih dalam suasana PPKM. Gerebek Maulud diselenggarakan di dalam keraton.

Menunda perayaan Maulid pada masa pandemi menjadi keniscayaan, seperti diajarkan Nabi Muhammad SAW. Melindungi keselamatan jiwa dari wabah sebagai kewajiban agama. Perayaan Maulid masih bisa diselenggarakan usai pandemi berlalu. Tiada wabah tanpa akhir. Juga dengan keyakinan, setiap penyakit pasti ada obatnya. Namun visi penyelenggaraan Maulid tetap dilaksanakan lebih kukuh. Terutama pemberian santunan pada anak yatim. Karena Nabi Muhammad SAW, adalah yatim piatu.

Jumlah yatim akibat pandemi di Indonesia bertambah sebanyak 28 ribu anak. Pemerintah telah menyalurkan bantuan sosial bersumber anggaran APBN jatah 20 ribu anak yatim. Masing-masing memperoleh Rp 200 ribu untuk yang masih memiliki satu orangtua, dan Rp 300 ribu untuk yatim piatu (yang ditinggal kedua orangtua). Tetapi masih diperlukan kepedulian tetangga, lembaga swadaya masyarakat, dan pemerintah daerah.

Kepedulian kepada sesama tanpa memandang latarbelakang agama, ras, dan bahasa telah diteladankan Nabi Muhammad SAW. Solidaritas, dan kesalehan sosial menjadi visi utama ke-nabi-an sebagai rahmatan lil alamin, kebaikan seluruh alam.

——— 000 ———

Rate this article!
Visi Maulid Nabi SAW,5 / 5 ( 1votes )
Tags: