Visualitas dan Virtualitas Tahun Politik

Oleh :
Roikan
Penulis adalah Asisten Peneliti di Center for Security and Welfare Studies (CSWS) FISIP Universitas Airlangga.

Pemilu 2019 sudah di depan mata, mekanisme pemilihan wakil rakyat yang dinobatkan sebagai pesta demokrasi memasuki masa puncak kampanye. Tahun politik menjadi masa semua kandidat legislatif tingkat daerah sampai Senayan memperkenalkan diri. Masa kampanye sesuai dengan yang telah dijadwalkan secara resmi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) berlangsung mulai 23 September 2018 sampai 13 April 2019. Ada beragam cara promosi calon wakil rakyat dari pemasangan Alat Peraga Kampanye (APK) sampai menggunakan multimedia dan internet yang telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat.
Kita bisa melihat sebelum berlaku masa kampanye secara resmi pada September 2018, tidak sedikit calon wakil rakyat tingkat pusat maupun daerah melakukan upaya dini pengenalan diri. Pemasangan foto diri pada menjelang hari raya Idul Fitri contohnya merupakan contoh virtualitas daya tawar oleh masing-masing calon. “Imagines are more precise and richer than literature” Seperti itulah pendapat John Berger dalam buku Ways of Seeing (1972). Penggemar film pasti tahu istilah trailer dan spoiler. Hal serupa terjadi pada caleg yang dianggap mencuri start. Pemberitaan dan pembicaraan politik menjadi lebih intensif. Jalanan penuh dengan baliho, spanduk sampai billboard iklan politik. Tidak sedikit yang memasang APK tanpa mengikuti kaidah yang berlaku. Hari ini ditertibkan, beberapa hari kemudian terpasang kembali. Pemilu 2019 yang dilakukan secara serentak menjadi semacam arena kontestasi dalam partai dan lintas partai terutama untuk calon legislatif baik tingkat pusat maupun daerah. Berbagai upaya dilakukan agar masyarakat mengenal diri, visi dan misi agar dapat meraih perolehan suara secara maksimal.
Lantas seberapa jauh pengaruh penggunaan media kampanye terhadap masyarakat sebagai representasi para pemilih?. Penggunaan media visual seperti baliho yang dipasang di tempat umum masih dianggap sebagai cara jitu dalam berkampanye. Tampilan visual melalui gambar dan warnah lebih dominan dari kata-kata, istilahnya visualitas dulu baru kata-kata. Dalam kajian Budaya Visual yang dilakukan oleh Richard Howells (2004) visualitas dalam suatu gambar dapat dilihat dari aspek Konten, style, dan struktur. Pada pemilu terdahulu gaya kampanye secara visual menampilkan tokoh figur sentral sebuah partai politik. Terdapat fenomena yang berbeda pada Pemilu Serentak 2019, fenomena tersebut berkurang. Kandidat wakil rakyat lebih memperhatikan pertimbangan keefektifan dan efisiensi dalam kampanye secara visual. Masyarakat diperlihatkan gambar yang didominasi tutorial letak nomor yang harus dicoblos. Ada satu baliho terdiri dari dua pasang calon legislatif dari partai yang sama. Salah satu cara efisiensi biaya cetak baliho pada masa kampanye. Pemasangan yang serampangan di sembarang tempat, selain menyalahi aturan yang telah ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dianggap sebagai salah satu penyumbang sampah visual. Kita tidak bisa menyalahkan masyarakat jika memanfaatkan APK yang rusak dan roboh untuk penutup jok motor, gerobak sampai becak.
Internet telah menjadi bagian hidup dari masyarakat. Mengutip dari laman Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada tahun 2017 sebanyak 143 juta orang Indonesia atau sekitar 50 persen dari total penduduk Indonesia merupakan pengguna aktif internet. Beberapa calon legislator memanfaatkan secara masif penggunaan internet. Sebuah bentuk virtualitas dalam memperkenalkan diri dengan sasaran milenial dan media sosial dengan beriklan via dunia maya. Beranda media sosial semakin ramai di tahun pemilu. Etika dalam berdunia maya semestinya senantiasa diperhatikan dengan tidak menyebar spam dalam bentuk iklan politik dan berupaya secara wajar mendekatkan diri dengan netizen dalam interaksi yang responsif serta menanggapi berbagai komentar dengan bijak.
Maraknya pemasangan APK dan iklan politik di berbagai media merupakan bentuk komunikasi politik dengan senantiasa menampilkan konten dan kode yang merepresentasikan visi misi diri caleg. Aspek visual dalam perilaku, aksi, isu dan materi serta tata letak dan tata penempatan dapat menjadi salah satu pertimbangan masyarakat pemilih dalam penentuan pilihan. Pendekatan dan political branding yang dilakukan pada masa kampanye dapat menjadi salah satu tolok ukur kinerja caleg yang bersangkutan jika telah terpilih menjadi wakil rakyat kelak.
Oleh karena itu beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh masyarakat pemilih dalam menghadapi ramai riuhnya tahun politik diantaranya: pertama, kita patut menjadi masyarakat yang cerdas dengan memperhatikan cara berkampanye caleg apakah telah sesuai dengan etika dan aturan baku yang telah ditetapkan. Kedua, cermati secara seksama visi misi dari calon yang bersangkutan. Apakah telah mengakomodir aspirasi rakyat atau sekadar wacana populis. Ketiga, perlunya menghargai jerih payah masing-masing caleg dengan tidak melakukan pengrusakan atau melaporkan pada pihak yang berwenang jika menemui tindakan vandalis terhadap APK. Dalam kegaduhan di tahun politik, kita tidak boleh terbawa suasana, tetap menjadi masyarakat pemilih yang cerdas dan independen. Semoga.

———– *** ————–

Tags: