Wacana PTM, Dewan Pendidikan Jatim Anggap Mendikbud Tak Konsisten

Mendikbud Nadiem Makarim

Surabaya, Bhirawa
Wacana Pembelajaran Tatap Muka (PTM) yang dikeluarkan Mendikbud, Nadiem Anwar Makariem, mendapat pro dan kontra dikalangan stakeholder pendidikan. Salah satunya bagi Ketua Dewan Pendidikan Jatim, Prof Akhmad Muzakki. Menurut dia, kebijakan tersebut tidak konsisten. Pasalnya, kewenangan pembukaan sekolah diserahkan kepada pemerintah daerah.
“Ini yang nggak konsisten. Persoalan strategis ini justru diserahkan ke daerah. Nanti kalau ada apa-apa daerah yang kena. Sementara persoalan lain dihandel oleh pusat (Kemdikbud),” tegasnya kepasa Bhirawa, Minggu (9/10).
Sudah seharusnya Mendikbud mengambil kebijakan yang sangat hati-hati dengan konsistensi yang sangat kuat. Jangan kemudian, diserahkan sepenuhnya ke pemerintah daerah dengan indikator yang agak longgar.
“Saya melihat hal itu, agar konsisten. Karena sebelumnya kewenangan (kebijakan pembelajaran) diserahkan ke pusat melalui SKB 4 menteri. Sekarang beda lagi, zona kuning boleh buka tapi diserahkan pada pemda. Kasian pemda jika menanggung beban seperti ini,” jelasnya.
Jika hal tersebut sudah diputuskan pemerintah, kata dia, maka tak ada cara lain untuk menyiapkan kelengkapan untuk menjamin protokol kesehatan yg harus dilakukan sekolah. “Jangan lupa pemda penying untuk melakuka sinergi dengan orang tua. Karena Inti dari semuanya, kalau di level orang tua, (disiplin) anak longgar anak juga remeh,” jelasnya.
Guru Besar Sosiologi Pendidikan Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (Uinsa) ini juga mempertanyakan, faktor dibukanya sekolah. Ia melihat ada dua kepentingan pembelajaran tatap muka dilakukan. Pertama faktor ekonomi kedua eko-sosial.
“Dua pertimbangan ini jangan sampai menurunkan disiplin kita untuk menjaga kesehatan. Dan penting juga untuk melihat hasil survey data bps dari dampak sosial ekonomi covid. Bahwa semakin muda usia, semakin longgar disiplin kesehatannya. Kekhawatiran kedepan akan muncul potensi baru lewat sekolah,” jabar nya.
Maka dari itu, kebijakan tersebut harus seimbang dengan tetao memperhatikan jaminan kesehatan. Sebab, menurut dia budaya disiplin kesehatan masyarakt masih terbilang rendah. “Apalagi status darurat PBB tidak ada. Jadi masyarakat menganggapnya kita sudah baik-baik saja. Padahal belum,” pungkasnya. [ina]

Tags: