Wacana Super Aplikasi PeduliLindungi

foto ilustrasi

Aplikasi PeduliLindungi yang dari awal terluncurkan oleh pemerintah sebagai alat untuk mengendalikan penyebaran Covid-19, kini justru oleh pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi mewacanakan aplikasi tersebut akan dikembangkan menjadi super app yang mencakup fungsi pembayaran digital. Sontak, wacana itupun kini justru menuai sorotan, pertanyaan dan perdepatan publik.

Langkah menjadikan aplikasi PeduliLindungi sebagai alat pembayaran ternilai berbelok dari tujuan semestinya, yakni untuk penanganan Covid-19. Terlebih, di tengah masih banyaknya ketidakoptimalan fungsi yang harus diperbaiki untuk pendataan monitoring situasi pandemi. Selain itu, rencana membuat dompet digital ini berpotensi mengganggu fokus dan menggoyang kepercayaan publik atas kerja pemerintah dalam penanganan Covid-19. Pemerintah semestinya lebih memprioritaskan pembenahan kualitas dan keamanan data pada sistem aplikasi agar pemanfaatannya jauh lebih optimal.

Kendala dan gangguan saat mengakses aplikasi hingga adanya kebocoran data pengguna untuk aplikasi paspor digital kesehatan yang terjadi beberapa waktu lalu seharusnya menjadi pekerjaan rumah prioritas yang dibenahi. Itu artinya, pembenahan pada aplikasi PeduliLindungi perlu dilakukan secara komprehensif. Penggunaan aplikasi digital PeduliLindungi dalam pendataan penanganan Covid-19 di Indonesia memang bukan yang perdana. Sejak awal diperkenalkan kepada publik pada Agustus 2021 lalu, aplikasi PeduliLindungi memang terus disempurnakan seiring dengan semakin meningkatnya jumlah pengguna. Sebelumnya, pemerintah yang dinaungi oleh Kementerian Kesehatan telah membuat paspor kesehatan digital (EHac) yang digunakan untuk mendata perjalanan seseorang dimasa pandemi.

Berangkat dari kenyataan itulah maka ada baiknya aplikasi PeduliLindungi yang dari awal sebagai alat untuk mengendalikan penyebaran Covid-19 tidak dibelokkan sebagai alat pembayaran. Pasalnya, saat aplikasi PeduliLindungi digunakan sebagai fungsi pembayaran digital akan berpotensi bisa mengganggu fokus dan menggoyang kepercayaan publik atas kerja pemerintah dalam penanganan Covid-19. Sedangkan, dalam cakupan fungsional dan ranah kerja pemerintahan, justru akan berpotensi menimbulkan banyak mispersepsi yang menimbulkan kesan kementerian atau lembaga negara terkait justru sedang memanfaatkan kesempatan yang tidak berlandas pada kepentingan masyarakat yang tengah kesulitan mengahadapi pandemi.

Masyhud
Pengajar FKIP Universitas Muhammadiyah Malang

Rate this article!
Tags: