Wadir Intelkam Polda Jatim AKBP Cecep Ibrahim Ingatkan Bahaya Radikalisme

Wadir Intelkam Polda Jatim, AKBP Cecep Ibrahim, (tengah, kopyah putih) saat melakukan silaturahmi ke Ponpes Nurut Taqwa Cermee Bondowoso. (Ihsan Kholil/Bhirawa)

Bondowoso, Bhirawa
Wadir Intelkam Polda Jatim, AKBP Cecep Ibrahim, S.I.K M.H., mengingatkan akan bahayanya paham radikalisme. Hal itu ia utarakan pada para santri yang sedang menimba ilmu di Ponpes Nurut Taqwa Cermee Kabupaten Bondowoso.

Wanti-wanti untuk para santri ataupun kaum melenial itu, agar mereka tidak mudah terpapar paham radikalisme. Hal tersebut ditegaskannya saat melakukan silaturahmi ke Pondok Pesantren Nurut Taqwa di Kecamatan Cermee, Kabupaten Bondowoso, Jumat (17/4) malam.

Di depan para santri, AKBP Cecep Ibrahim berpesan agar santri yang sudah punya identitas khas, betul-betul meningkatkan kualitas diri dan belajar dengan baik. Terutama dalam belajar ilmu agama. Sehingga tidak terpapar radikalisme.

Ia menilai bahwa santri termasuk paling rawan terpapar paham keras saat menempuh pendidikan agama. Selain itu kata dia, sasaran utama para penyebar paham ekstremis tersebut yakni pelajar, kaum milenial, pondok pesantren, dengan memasukkan doktrin-doktrin tidak benar.

“Terutama anak-anak milenial. Radikalisme juga menyasar dunia pendidikan, pesantren dengan dalih agama,” katanya.

Untuk itu, para santri juga diimbau agar jangan sampai terpapar narkoba. Apalagi jika mereka sampai mendapatkan guru yang salah.

“Tugas saya sebagai polisi, bagaimana caranya kita memberikan edukasi, karena saat ini banyak yang terpapar radikalisme. Santri jangan sampai terpapar radikalisme dan narkoba. Kita tegaskan lagi kepada mereka agar mencari guru yang benar. Agar mereka tidak terpapar radikalisme dan narkoba,” terangnya.

Paham radikalisme kata dia, sebenarnya tidak pernah diajarkan oleh bangsa Indonesia. Saat ini pemerintah, aparat kepolisian dan semua pihak terus berupaya memberantas paham radikalisme di Jawa Timur. Karena menurutnya, radikalisme termasuk intoleran yang tidak diperbolehkan.

Lebih lanjut dia menjelaskan, para penyebar paham radikal lebih menyasar anak muda atau kaum milenial.

“Mereka memberikan doktrin berlabel agama. Bisa saja masuk ke semua lini, misalnya pendidikan untuk memuluskan visa mereka. Jadi apapun bentuknya ya kita perangi terus,” lanjutnya.

Adapun mengenai keberadaan pondok pesantren, Cecep menilai seharusnya mereka menjadi filter. Artinya, pesantren harus benar-benar selektif dalam memilih tenaga pendidik bagi santri.

“Kadang-kadang lolos seleksi. Ketika mereka memberikan pemahaman, ternyata intoleran. Akhirnya tidak sesuai,”ungkapnya.

Adapun, keberadaan NU dan Muhammadiyah sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia merupakan partner Polri dalam menangkal paham-paham ekstrimis.

Sementara keberadaan pesantren kata dia, khususnya yang berhaluan ahlussunah wal jamaah atau berbasis NU, bisa menjadi filter paham radikal. Dari hal itu ia berharap, santri di Pondok Pesantren Nurut Taqwa dan santri di Bondowoso pada umumnya, agar fokus meningkatkan pengetahuan.

“Untuk itu, para santri harus benar-benar patuh terhadap petuah guru atau kyainya,” pesannya.

Sementara itu, Pengasuh Pondok Pesantren Nurut Taqwa Cermee, KH Nawawi Maksum mengaku siap membantu pemerintah dan kepolisian dalam memerangi paham radikal tersebut.

“Bagi kami radikalisme dengan menyerang orang lain secara membabi-buta bukanlah ajaran agama,” tegasnya.

Menurutnya, penganut paham radikal rata-rata membenci pemerintahan yang sah, membenci aparat dan sebagainya. Sehingga, pihaknya akan lebih berhati-hati dalam seleksi penerimaam guru.

“Tetapi bagi pesantren kami yang berbasis Ahlussunah wal jamaah An-nahdliyah, cinta tanah air adalah wajib dan harus menaati pemerintahan yang sah,” pungkasnya. [san]

Tags: