Wagub Trenggalek Luncurkan Buku tentang Bung Karno

Wakil Bupati Trenggalek Mochamad Nur Arifin membaca buku ciptaannya berjudul Bung Karno Menerjemahkan Alquran sebagai salah satu bentuk kontribusi terhadap pemecahan persoalan kebangsaan.

Mengupas Potret Religius Bung Karno yang Terlupakan dalam Bingkai Sejarah
Kota Surabaya, Bhirawa
Salah satu tantangan serius yang dihadapi bangsa ini adalah soal ideologi kebangsaan dan keislaman Indonesia. Terjadi upaya pembenturan kebangsaan dan keislaman. Keduanya dikesankan sebagai dua hal yang berbeda. Padahal, dikotomi ini bukan hanya tidak tepat, tapi bertentangan dengan filosofi lahirnya bangsa ini. Negara Indonesia lahir dari sintesa antara kebangsaan dan keislaman. Indonesia lahir dari perjuangan para nasionalis dan tokoh Islam. Keduanya bahu membahu membawa Indonesia lepas dari jerat penjajahan.
Untuk menjawab tantang itu, Wakil Bupati Trenggalek Mochamad Nur Arifin atau yang biasa disapa Gus Ipin, melalui Mizan menerbitkan buku sebagai salah satu bentuk kontribusi terhadap persoalan bangsa dengan judul Bung Karno Menerjemahkan Alquran. Peluncuran buku ini dengan memanfaatkan momentum Juni sebagai Bulannya Bung Karno, di mana Sang Proklamator lahir pada 6 Juni dan wafat  21 Juni.
Dalam bukunya ini, Gus Ipin mengupas tuntas pemikiran Bung Karno tentang keindonesiaan. Namun berbeda dengan buku tentang Bung Karno yang lainnya, buku ini menggunakan perspektif tafsir Alquran. Secara khusus buku ini memotret pemikiran Bung Karno tentang kebangsaan dan keislaman dalam bingkai ayat-ayat Alquran.
“Ini kekhasan yang jarang kita temukan dalam buku-buku tentang pemikiran Bung Karno yang lainnya. Buku ini menyuguhkan tiga bagian dari diri Bung Karno: karakter religiusnya, pemikiran keislamannya dan aksi jalan Islamnya,” kata Gus Ipin, Kamis (15/6).
Menurut dia, potret religius Bung Karno merupakan sisi yang tidak sering diperhatikan dalam bingkai sejarah Indonesia. Bung Karno lebih dikesankan sangat nasionalis ketimbang sangat Islamis. Padahal, dari berbagai adegan sejarah hidupnya, jelas terlihat betapa Islamisnya Bung Karno.
Gus Ipin mengatakan, ada banyak peristiwa maupun tindakan Bung Karno yang menunjukkan bahwa ia sosok yang sangat menekankan aspek religiusitas. Dalam diri Bung Karno, antara nasionalisme dan religiusitas menyatu tanpa ada sekat.
“Bung Karno adalah sosok yang melampui (beyond) dikotomi keduanya. Bung Karno figur yang nasionalis sekaligus religius. Di bab awal buku ini, pembaca dapat melihat dengan jelas potret religiusitas Bung Karno,” kata pria pemegang rekor wakil bupati termuda di Indonesia ini.
Pemikiran Bung Karno tentang keislaman juga mendapat perhatian Gus Ipin. Penulis menyuguhkan tafsir Bung Karno atas Alquran. Disuguhkan secara detail pandangan-pandangan Bung Karno tentang keislaman dan keindonesiaan hasil pembacaannya terhadap ayat-ayat Alquran.
Di antaranya tafsir bung Karo atas surat Al Hujurat. Bung Karno sangat menekankan soal ijtihad. Menurutnya, ijtihad adalah apinya Islam. Bara Islam bisa terus terjaga selama spirit energi ijtihad tetap dijaga. Matinya ijtihad berarti matinya progresifitas dan dinamisitas Islam. Bagi Bung Karno, Islam bisa mengejar kemajuan saintifik dan teknologi jika tafsir atas ayat-ayat Alquran dihidupkan dengan spirit ijtihad. Alquran mencakup semua disiplin ilmu.
Dipaparkan juga secara gamblang kekaguman Bung Karno akan sosok Nabi Muhammad SAW yang dinilainya sebagai simbol revolusi. Kekaguman Bung Karno pada Nabi SAW mencapai puncak hingga melihat revolusi Indonesia sebagai revolusi Muhammad SAW. Selain itu juga diurai perjalanan rohani Bung Karno yang sangat menyentuh.
Buku ini dengan tegas menampilkan sosok Bung Karno yang nasionalis sekaligus religius. Oleh karena itu, menurut mantan Ketua MK Mahfud MD, buku ini penting untuk menjelaskan kepada publik tentang keislaman gagasan-gagasan Bung Karno.
“Sebab masih banyak yang salah paham seakan-akan Bung Karno adalah tokoh yang sangat sekuler yang tak peduli pada agama. Padahal, pandangan dan langkah-langkahnya sangat agamis,” tutur Mahfud seperti yang tertulis dalam buku ini.
Hal yang sama juga disampaikan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siradj yang turut memberikan komentar terkait buku ini. “Buku ini lahir pada waktu yang tepat untuk menjelaskan kepada rakyat Indonesia bahwa azas-azas bangsa ini, terutama Pancasila selaras dan koheren dengan pesan-pesan Alquran dan nilai-nilai Islam,” katanya. [Zainal Ibad]

Tags: