Wakaf Pemberdayaan Umat

Potensi zakat, sesungguhnya sangat dahsyat. Selama lima tahun terakhir, nilai zakat nasional selalu di atas Rp 200 trilyun per-tahun. Maka andai dikelola, dapat menjadi solusi untuk mengentas kemiskinan. Namun penghimpunan melalui badan zakat nasional (Baznas) selama ini belum efektif. Sehingga kurang berdayaguna. Maka pemerintah menggagas pembentukan lembaga keuangan syariah, yang akan menerima setoran zakat.
Potensi zakat yang sangat besar, diungkap oleh kalangan ormas Islam. Presiden (bersama Wakil Presiden) memandang sangat urgen segera merespons pemanfaatan zakat. Lembaga terkait keuangan (dan keagamaan) telah diminta menyusun proposal. Visinya, segera membentuk LKS PWU (Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang). Termasuk di dalamnya wakaf berupa aset bergerak (kendaraan bermotor) dan tidak bergerak (bangunan dan tanah).
Pembentukan LKS PWU, telah ditetapkan dalam rapat terbatas kabinet. Antaralain diikuti Kementerian Agama, Keuangan, OJK (Otoritas Jasa Keuangan), serta BI (Bank Indonesia). Tujuannya untuk memberdayakan ekonomi umat sekaligus menggerakkan ekonomi nasional. Khususnya pada sektor UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah).
Namun pembentukan LKS PWU mesti dilakukan secara cermat. Sebab sebenarnya, zakat, wakaf dan sedekah, merupakn domain umat. Bukan domain pemerintah. Selama ini masyarakat menyerahkan zakat, dan wakaf kepada tokoh masyarakat setempat. Antaralain, kepada ulama pengasuh pesantren, madrasah, dan rumah yatim piatu. Serta kepada organisasi masyarakat (NU, Muhammadiyah dan ormas lain).
Sehingga pembentukan LKS PWU oleh pemerintah, seyogianya tidak menjadi “pesaing” lembaga yang didirikan oleh masyarakat. Perlu penjelasan kepada segenap organisasi keagamaan (Islam). Walau sebenarnya, ormas Islam tidak khawatir “bersaing” dengan pemerintah. Masyarakat secara komunal telah terbiasa mengelola zakat dan wakaf, selama ber-abad-abad, jauh sebelum lahirnya negara Republik Indonesia.
Buktinya, dari potensi zakat sekitar Rp 300 trilyun lebih (tahun 2015), yang disalurkan melalui Baznas hanya sekitar Rp 3 trilyun. Cuma 1%, itupun dilakukan oleh kalangan pejabat. Boleh jadi disebabkan sosialisasi yang kurang. Namun juga bisa disebabkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Terbukti, zakat yang terbesar (99%) diserahkan kepada lembaga yang dikelola masyarakat. Sehingga zakat (dan wakaf) bagai dari rakyat untuk rakyat.
Rezim terdahulu (zaman presiden Soeharto), pemerintah pernah memiliki lembaga amal yang cukup kuat. Bukan lembaga resmi kenegaraan, tetapi dipimpin oleh presiden. Didirikan pada tahun 1982, diberi nama yayasan “Amalbakti Muslim Pancasila (YAMP).” Lembaga ini memotong gaji PNS (serta anggota TNI dan Polri) yang beragama Islam, untuk disisihkan sebagai amal jariyah. Penyisihan gaji dilakukan secara resmi berdasar hasil rapat kerja KORPRI.
Nilai (jariyah) sangat kecil, mulai Rp 50,- untuk PNS golongan I, sampai Rp 1.000,- untuk golongan IV. Tapi jariyah yang terkumpul cukup besar. Hasil jariyah YAMP digunakan untuk membangun masjid. Serta membantu juru dakwah di daerah transmigran. Sampai kini telah dibangun sebanyak 999 (seribu kurang satu) masjid di berbagai daerah. Uniknya, bentuk masjid (bagian atap) yang dibangun hampir seragam. Yakni, mirip konstruksi masjid Demak (Jawa Tengah), khas masjid Jawa.
Maka lembaga wakaf yang digagas oleh presiden Jokowi, mestilah memiliki kinerja lebih sistemik. Karena yang diurus bukan sekedar jariyah, melainkan zakat dan wakaf. Dana yang terkumpul bisa trilyunan rupiah per-tahun. Konon hasilnya untuk mendorong aksesi keuangan UMKM. Selama ini UMKM kesulitan meng-akses lembaga permodalan, karena aset usaha mikro rata-rata tidak bank-able. Sering terjerat bank thithil.
Potensi zakat dan wakaf bagai “sumur uang” yang takkan habis ditimba. Berdasar syariat, negara memiliki wewenang mengelola. Namun tidak dapat digunakan selain untuk memberdayakan fakir miskin.

                                                                                                                  ——— 000 ———

Rate this article!
Wakaf Pemberdayaan Umat,5 / 5 ( 1votes )
Tags: