Wakil Bupati Bondowoso Sarankan Produk Lokal Segera Diberi Label

Wakil Bupati Bondowoso Irwan Bachtiar Rahmat saat melihat tas bambu cantik di salah satu stand TPID Kecamatan Sukosari di acara Bursa Inovasi Desa.(Ihsan Kholil/Bhirawa)

Bondowoso, Bhirawa

Wakil Bupati Bondowoso, Irwan Bachtiar Rahmat menilai usaha kerajinan tangan lebih menjanjikan dari pada usaha olahan. Apalagi kata dia, Kabupaten Bondowoso memiliki kekayaan alam yang melimpah sebagai bahan dasar handycraft.
“Kalau usaha olahan, masih banyak pakai sistem goreng yang punya dampak negatif. Tapi kalau handycraft bisa lebih berdaya saing, yakni berupa kayu dan bambu yang bisa diolah sesuai kreatifitas. Tinggal bagaimana potensi alam tersebut diolah sebaik dan seunik mungkin,” ungkap Wabup Irwan.
Saat berkunjung ke Bali, lanjut Wabup, dia menemukan produk handycraft Bondowoso berlabel Bali. Hal itu menunjukkan bahwa sejatinya produk Bondowoso berdaya saing internasional. “Saya lihat pameran di Bali ada produk Bondowoso tapi sudah dilabel Bali dan sebagainya,” jelasnya.
Sebagai langkah agar produk Bondowoso tidak diklaim daerah lain. Pihaknya akan mengoptimalkan peran Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan (Diskoperindag) Bondowoso. Agar produk-produk kerajinan Bondowoso segera punya hak paten. “Nanti kita akan usaha Diskoperindag hadir ke sini. Dan mengurus hak paten yang seharusnya mereka dapatkan,” tegasnya.
Wabup Irwan saat melihat kerajinan tas bambu karya warga Kecamatan Sukosari. Dia takjub dengan tas bambu buatan warga Desa Pecalongan tersebut. Dia menyarankan produk tersebut bisa secepatnya diberi label Bondowoso.
Sementara itu, Tim Penggerak Inovasi Desa (TPID) kecamatan mengungkapkan, tas cantik berbahan bambu diproduksi oleh salah seorang warga di Desa Pecalongan Kecamatan Sukosari. Jika selama ini kebanyakan tas hanya dibuat dari kain dan kulit hewan. Tapi salah seorang warga di Bondowoso Jawa Timur mampu membuat tas cantik berbahan bambu.
Ungkap Selly, salah seorang anggota TPID Kecamatan Sukosari, dia juga menjelaskan, bahwa produk itu menggunakan bambu khusus. Yakni bambu ater (buluh Jawa) atau dalam Bahasa Madura dikenal dengan pereng keles. “Jadi tidak semua bambu bisa digunakan. Semua bahannya murni bambu,” ungkap Selly saat dikonfirmasi Bhirawa.
Kerajinan tangan itu, lanjut Selly, merupakan karya satu keluarga di Desa Pecalongan. Diproduksi rumahan oleh salah satu keluarga yang terdiri dari bapak, ibu beserta anaknya. “Pemesannya dari Bali. Setiap dua minggu sekali pasti kirim ke Bali. Minimal 30 item,” jelasnya, di sela-sela acara Bursa Inovasi Desa (BID) Kabupaten Bondowoso.
Adapun harganya kata dia, cukup bervariasi tergantung kesulitannya. Justru semakin kecil semakin mahal karena semakin sulit. Mulai dari Rp 75.000 sampai dengan Rp 150.000. Sementara produksi tas bambu ini sudah dimulai sejak 2016 lalu. “Alhamdulilah produksi tas ini sudah dibantu pendanaannya oleh Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Pecalongan,” jelasnya.
Pantauan Bhirawa di lapangan, tas bambu itu cukup unik dengan berbagai jenisnya. Mulai tas jenis jinjing hingga selempang. Bahkan tali selempangnya juga terbuat dari bambu. Berbagai barang bisa dimuat di tas itu. Misalnya mike up, handphone hingga dompet. Dengan tampilan yang unik dan sederhana tas bambu itu sangat terlihat cantik. [mb11]

Tags: