Wakil PT KAI Kabur Dari Ruang Hearing Dewan Surabaya

Hearing PT KAIDPRD Surabaya,Bhirawa
Merasa terpojok setelah dicecar dengan berbagai pertanyaan dan pernyataan tajam dari anggota dewan dan pakar hukum tata negara terkait status kepemilikan asetnya, wakil dari PT KAI meninggalkan hearing tanpa pamit (kabur).
Puluhan warga Kelurahan Pacar Keling hadir dalam rapat hearing di Komisi A DPRD Surabaya terkait sengketa lahan dengan PT KAI yang telah bertahun-tahun dijadikan tempat tinggalnya.
Jainuri manager aset PTKAI Daops VII awalnya lancar menjawab beberapa pertayaan dari sejumlah dewan, yang mengatakan bahwa pihaknya telah mengantongi sertifikat hak guna pakai dari pemerintah.
Sayangnya pernyataan ini spontan dimentahkan oleh Prof Eko Sagitario yang mempertanyakan apakah perpindahan status Jawatan (PJKA) menjadi PT KAI juga memuat soal kepemilikan aset.
“Apakah perpindahan jawatan ke PT KAI itu juga menyangkut soal aset, dan jika sertifikatnya hak milik, apakah selama ini lahannya dipergunakan sendiri, karena ternyata tidak sedikit lahan PT KAI yang telah dipindah tangankan ke pihak ketiga dengan sistem sewa bahkan dijual,” ucap pakar hukum tata negara Ubaya Surabaya ini.
Hearing awalnya dipimpin Herlina Harsono Nyoto ketua komisi A, namun tak lama kemudian datang Armuji ketua DPRD Surabaya mengambil alih pimpinan rapat. Uniknya, rapat hearing kali ini melibatkan dua komisi yakni A dan D.
Sementara Budi Laksono anggota komisi D terus mengejar dengan pertanyaan soal keberadaan oknum TNI AD yang terlibat dalam eksekusi di lapangan.
“Kami ingin mempertanyakan keberadaan oknum TNI di saat eksekusi, karena ternyata mereka itu juga menjadi staf PT KAI dengan bukti foto seragam yang berbeda, yang benar siapa orang itu,” ucap Budi.
Dengan tegas Jainuri mengatakan jika mereka itu adalah anggota TNI yang masih aktif, tetapi dipekerjakan di PT KAI.
“Kami memang mengkaryakan sejumlah anggota TNI aktif tetapi yang akan memasuki masa pensiun, jadi mereka itu anggota TNI aktif,” jawabnya.
Mendengar hal ini, Prof Eko semakin geram karena menurutnya sistem dwi fungsi ABRI sudah dihapus, sehingga tidak boleh lagi ada anggota TNI aktif yang dobel status.
“Dwi fungsi ABRI sudah lama dihapus, jadi tidak boleh ada anggota TNI yang bisa direkrut seenaknya seperti itu, apalagi dilibatkan dalam aksi eksekusi dilapangan yang berhadapan dengan masyarakat, itu pekerjaanya prerman, bukan TNI,” sahut Prof Eko.
Posisi Jainuri dan wakil dari BPN semakin terpojok dengan berbagai pertanyaan dan sanggahan dari dewan, ahli dan masyarakat Pacar Keling yang hadir. Kondisinya terlihat semakin tidak nyaman sehingga Jainuri memutuskan untuk pamit keluar sebentar dengan alasan menerima telepon dari Jakarta, namun ternyata tidak kembali keruangan.
Akhirnya rapat di akhiri dengan kesimpulan membawa kasus sengketa lahan antara PT KAI dengan masyarakat stren rel ke tingkat Provinsi.
Salah satu warga Pacar Keling yang turut menjadi korban mengatakan jika pihaknya bersama masyarakat stren rel KAI siap bentrok fisik dengan PT KAI jika tetap menggunakan tenaga preman untuk melakukan eksekusi.
“Kami sudah mendengar jika PT KAI sudah menurunkan tenaga preman sejumlah 250 orang di lokasi untuk membantu melakukan eksekusi, kami tidak akan gentar dengan itu, ini soal masa depan kehidupan kami jadi kami akan bertahan apapun resikonya, jika perlu, kami akan ramai-ramai mendatangi kantor Daops VIII, agar mereka menarik pasukan premannya, kalau tidak, ya kita lihat saja nanti apa yang terjadi,” jelasnya sembari meminta agar namanya tidak dimediakan. [gat]

Tags: