Wakil Rakyat Setuju Ekspor Benih Lobster Sepanjang Tak Rusak Lingkungan dan Untungkan Nelayan

Jakarta, Bhirawa. 
Wakil rakyat dari partai oposisi PKS, Andi Akmal Pasludin mendukung kebijakan ekspor benih Lobster (benur). Sepanjang ekspor itu menguntungkan rakyat, khususnya nelayan. Namun harus tetap diperhatikan aspek lingkungan. Jangan sampai bibit benur yang di eksploitasi besar-besaran itu, akan memusnah kan pula lobster-lobster yang beranak pihak di laut itu. Karena lingkungan tempat hidupnya rusak. 

“Eksportir benur, harus melewati persyaratan ketat, sesuai Permen KKP 12/2020. Antara lain, eksportir benur adalah pengusaha budidaya Lobster yang sudah 2 atau 3 kali panen.
Jangan sampai ekspor Benur ini dilakukan  oleh eksportir jadi-jadian. Yakni perusahaan aji mumpung dan mengambil kuota yang diperdagangkan,” ucap Andi Akmal dalam dialektika demokrasi dengan tema “Polemik Lobster, Untungkan Rakyat atau Pengusaha”, Kamis sore (16/7). Nara sumber lain, anggota DPR RI (PKB) ABdul Kadir Karding dan mantan Waka DPR RI Fahri Hamzah.

Andi Akmal, lebih jauh mempertanyakan pengunduran diri Dirjen Perikanan Tangkap KemenKP. Pasalnya, Dirjen inilah yang ber tanggungjawab pada penangkapan benih Lobster ini. Termasuk yang membagi-bagi hasil daerah tangkapan. Di Indonesia ada 11 daerah tangkapan Lobster, antara lain JawaBarat, Aceh dan NTB. 

” Dari data yang kita cek, sainisudah lebih dari 30 perusahaan yang sudah mendapat kuota. Apakah benar perusahaan ini sudah memenuhi syarat, bahwa perusahaan itu budidaya Lobster dan sudah beberapa kali panen. Panen Lobster itu setiap 6 bulan sekali,” jelas Andi Akmal.

Abdul Kadir Karding yang Ketum Keluarga Alumni Perikanan UNDIP, menyatakan; Lobster yang dibudidaya di Vietnam benihnya 80% berasal dari benur Indonesia. Benur asal Indonesia itu, dikirim secara illegal ke Singapur lalu dari sini dilengkapi sertifikat asal dan sertifikat kesehatan. Barulah Vietnam mau menerima nya. Ekspor illegal ini sudah lama terjadi dan sangat tinggi, karena sangat me nguntungkan. 

“Siapa sebenarnya pemain illegal ini, harus ditemukan. Permen 12/2020 bertujuan bagaimana sumbernya laut kita di kelola. Karena kalau tidak dikelola, petani ikan dan nelayan di pesisir, tak punya kegiatan dan tak ada dampak ekonominya. Kalau tidak dikelola, maka akan merebak eksport illegal,” kata Abdul Kadir Karding.

Disebutkan, luas areal budidaya ikan di Indonesia sekitar 12,3 juta hektar. Jika 50% luasnya dipakai untuk budidaya Lobster, maka akan menghasilkan Rp444 triliun per tahunn dan menyerap sekitar 9,2 juta tenaga kerja. 

Abdul Kadir setuju atas kebijakan ekspor benur, namun harus ada harga dasar bawah untuk para pem-budidaya lobster/petani. Adanya harga dasar, akan menyeimbangkan keuntungan antara petani/pembudidaya dengan pengusaha dan eksportir. Sehingga harga tidak mahal. Infrastruktur budidaya  harus dikembangkan dengan teknologi modern mengikuti perkembangan masa kini. 

“Masalah budidaya Lobster itu, utamanya pada pekan, yang harganya mahal. Saat ini pembudidaya masih memakai pakan alami. Yakni memakai ikan Runcah, ikan kecil-kecil yang dibersihkan tulangnya lalu diproses jadi pakan. Harus ada pakan alternatif lain, yakni dengan mengembangkan industri pakan khusus Lobster,” usul Abdul Kadir. (ira)

Tags: