Wali Kota Lepas Tangan, Siswa Pindah Sekolah

11-SMK-Putra-BangsaPencoretan 15 Siswa SMK Putra Bangsa Ikut UN
Kota Mojokerto, Bhirawa
Nasib 15  siswa kelas III SMK Putra Bangsa (PB) Kota Mojokerto yang dicoret untuk ikut Ujian Nasional (UN) mengenaskan. Setelah tercoret dari Daftar Nominasi Tetap (DNT),  Wali Kota Mojokerto yang diharapkan ikut cawe-cawe mengatasi masalah ini justru lepas tangan.
“Apanya yang ditanyakan. Itu jelas siswa fiktif,” kata Wali Kota Masud Yunus, Selasa (11/3) kemarin.
Orang nomor satu di pemkot itu malah mempertanyakan status kesiswaan 15 anak itu. “Awalnya yang ikut nominasi kan hanya delapan siswa, tapi ketika proses pengajuan DNT mendadak berubah menjadi 23 siswa. Ketika dicek (oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Mojokerto, Red) ternyata jumlah itu fiktif,” tambahnya.
Menurutnya, Dinas Pendidikan sudah memberi waktu pada pihak SMK PB untuk mengklarifikasi perihal tambahan siswa tersebut. Tapi nyatanya, lanjut ia, sekolah tidak bisa memberikan keterangan apapun. “Sekolah tidak bisa menunjukkan bukti meski Dinas Pendidikan memberi tenggang waktu 2 bulan,” jlentrehnya.
Secara tegas, wali kota mengategorikan penambahan siswa itu sebagai bentuk pidana. “Sebetulnya itu pidana karena ada tambahan siswa fiktif,” tandasnya.
Karenanya, ia membantah jika pihaknya dikatakan lemah dalam hal pembinaan. “Kita justru melakukan pembinaan. Kita memberi waktu sekolah untuk memberi bukti dokumen DNT seperti rapor dan surat pindah, tapi SMK PB tidak bisa menunjukkannya. Saya tegaskan, tidak menginginkan siswa abal-abal. Jangan main-main dengan pendidikan,” katanya.
Disinggung soal motivasi SMK PB mengajukan tambahan siswa, Masud enggan berkomentar.  “Saya tidak tahu apa motivasinya dan saya tidak mau berandai-andai,” tukasnya.
Seperti diberitakan Bhirawa Selasa kemarin, 15 siswa kelas III SMK Putra Bangsa dipastikan tak bisa mengikuti UN tahun ini. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan setempat menilai sekolah yang beralamat di Jalan Joko Tole tak melengkapi sejumlah dokumen kesiswaan sebagai persyaratan ikut UN. Akibatnya, belasan siswa sekolah kejuruan itu tidak masuk Daftar Nominasi Tetap (DNT) UN. Kepala SMK Putra Bangsa Agus Ubaidillah mensinyalir, digagalkannya kelimabelas siswanya mengikuti UN karena  persaingan SMK swasta.
Sementara itu, anggota Komisi III DPRD Kota Mojokerto Abdullah Fanani mensinyalir praktik-praktik ini sudah lama berlangsung di Kota Mojokerto. “Ini tidak hanya indikasi. Tapi sudah terjadi adanya praktik fiktif. Tapi di mana pengawasan dan pembinaan Dinas Pendidikan,” sergahnya.
Dia berharap agar praktik ini tidak jauh hingga jual beli ijazah.
Kejadian ini tak ayal memicu keresahan dari kalangan wali murid terlebih dari pihak sekolah. Mereka  bahkan menduga pencoretan DNT merupakan faktor kesengajaan karena persaingan SMK.
“Kalau anak kami tak bisa ikut UN tentu sangat kecewa. Sebab bagaimana pun kami berharap anak kami segera lulus,” keluh seorang wali murid yang wanti-wanti namanya jangan dikorankan.
Ia merasa hak pendidikan anaknya dikorbankan oleh pihak-pihak tertentu. Apalagi dari pihak SMK PB mengaku pasrah dengan kejadian ini. “Kalau sekolah tak bisa berbuat apa-apa, apalagi kami. Kita tetap menuntut hak anak kami diperhatikan. Sebab jika tidak kami akan mengadukan masalah ini ke wali kota,” ujarnya.
Wachid salah satu siswa  yang dicoret dari DNT UN tahun ini memilih pindah ke sekolah lain agar bisa tetap ikut UN. “Saya sudah cabut dokumen saya dan pindah ke sekolah lain agar bisa ikut UN dan kelak mendapat ijazah.  “Saya sudah ditawari di SMK Muhammadiyah Kota Mojokerto,” ujarnya di temui di kediamannya kawasan kedungsari, Kota Mojokerto.

Ikut UNPK
Menanggapi kasus tersebut, Kepala Dinas Pendidikan (Dindik) Jatim Dr Harun MSi mengatakan daerah memiliki alasan tersendiri untuk menerima atau tidak menerima peserta UN. Yang jelas, jika siswa atau sekolah telah memiliki cukup syarat untuk mengikuti UN, maka tidak mungkin mereka dicoret dari Daftar Nominasi Tetap (DNT).
“Dilihat dulu duduk persoalannya, apakah sekolah sudah memiliki izin operasional. Siswa sudah benar-benar-benar mengikuti proses belajar mengajar selama 3 tahun,” tegas Harun.
Meski dinilai telah terlambat, Harun mengakui adanya kemungkinan 15 siswa tersebut dapat diusulkan masuk dalam DNT. Dengan catatan, siswa dan sekolah memiliki persyaratan yang cukup. “Karena itu, kita sering kali mengimbau agar pengelola sekolah itu tidak merugikan siswa. Dari sekian juta peserta masuk dalam DNT UN dan tidak ada masalah, sekarang ada yang tidak masuk 15 siswa itu kan patut dipertanyakan,” ungkap dia.
Kabid Pendidikan Menengah Kejuruan (Dikmenjur) Dinas Pendidikan Jatim Hudiyono mengungkapkan hal senada, usulan DNT masih memungkinkan untuk ditambah. Untuk menetapkan DNT, menurut Hudiyono, daerah yang memiliki tanggung jawab. Itu pun atas usulan dari pihak sekolah. “Jadi setelah sekolah mengusulkan, daerah melakukan verifikasi. Selanjutnya DNT yang sudah ditetapkan dilaporkan ke provinsi,” ungkap dia.
Hal serupa sebelumnya juga pernah dialami SMA Jaya Sakti Surabaya. Lantaran tak memiliki izin operasional, siswa di sekolah tersebut dilarang mengikuti UN. Pihak Dinas Pendidikan Surabaya akhirnya meminta agar pihak sekolah mengikutkan para siswa dalam Ujian Nasional Pendidikan Kesetaraan (UNPK).
Menurut Kabid Pendidikan Non Formal dan Informal (PNFI) Dinas Pendidikan Jatim Nasor, siswa yang tidak dapat mengikuti UN dapat mengikuti UNPK. Sebab, dari sisi legalitas, ijazah ujian paket sebanding dengan ijazah UN. “Bahkan yang menandatangani ijazahnya langsung kepala dinas di daerah setempat. Kalau UN kan cuma kepala sekolah,” ungkap dia.
Kesetaraan ijazah pendidikan dengan ijazah formal bukan hanya dari sisi legalitas. Menurut Nasor, kegunaannya juga dapat untuk mendaftar di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) maupun Perguruan Tinggi Swasta (PTS). Tak hanya itu, beberapa karyawan kerap menggunakan ijazah pendidikan kesetaraan ini untuk meningkatkan pangkat dan gajinya.
“Beberapa kepala daerah di Jatim ini kan juga berijazah paket C. Jadi jangan dipandang sebelah mata ijazah ini,” ungkap dia. [kar.tam]

Tags: