Wali Kota Malang Digugat Kepala OPD

Wali Kota Malang H Moch Anton.

Malang, Bhirawa
Wali Kota Malang, H Moch Anton harus menghadapi kenyataan pahit, pasalnya tidak semua yang diputuskan mendapat dukungan dari  anak buahnya. Dua orang Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD), kota setempat, Dr. Ir. Jarot Edi Sulistiyono, dan Drs. Mulyono, memprotes kebijakan Anton,  dan membawa persoalan ini  ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) di Surabaya.
Dua kepala OPD ini, telah menunjuk tiga orang pengacara untuk mengawal proses gugatan.  Tuhu Prasetyanto SH, salah satu kuasa hukum Djarot Edi Sulistiyono, menyatakan perkara yang digugat adalah persoalan administrasi, proses lelang jabatan yang dilakukan oleh Pemkot Malang.
“Kita mendapat kuasa dari Pak Jarot, untuk mengawal proses sidang di PTUN. Sidang pertama telah dilakukan pada Selasa (10/10) lalu. Namun hanya fokus pada pemeriksaan berkas saja,”ujar Tuhu Kamis (12/10) kemarin.
Ia menyatakan, yang diperkarakan pada sidang PTUN itu, adalah SK Wali Kota Malang, yang menganggkat dan memilih Drs. H.  Wasto  M.Hum, sebagai, Sekda Kota Malang, menggantikan Dr. Idrus. Pengangkatan itu, jelas melanggar aturan karena yang bersangkutan usianya  sudah lebih dari 56 tahun.
“Aturanya kan jelas, untuk mengangkat pejabat tinggi pratama usianya tidak boleh dari 56 tahun, ketika itu usia Pak Wasto sudah lebih dari itu. Ini ada pelanggaran yang tidak boleh dibiarkan, dan harus diluruskan,”imbuhnya.
Berdasarkan PP 11 tahun 2017, masalah usia tidak bisa di langgar. Sementara pada saat proses lelang jabatan Wasto usianya  56 tahun, lebih 6 bulan. Itulah sebabnya gugatan ke PTUN itu dilakukan.
Sementara itu, Choirul Anwar, Sekretaris  Komisi A DPRD Kota Malang, menyayangkan kejadian ini. Karena pihaknya sudah pernah meminta penjelasan,  tetapi ketika itu, mendapat jawaban  kalau batasan usia tidak menjadi masalah.
“Kita dulu sudah minta penjelasan  agar tidak ada persoalan di kemudian hari, tetapi kini muncul gugatan. Ini akan menjadi preseden buruk bagi Pemkot Malang, karena akan berpengaruh terhadap pelayanan masyarakat,”ujarnya.
Ia menyatakan, kondisi ini merupakan kecerobohan Pemkot, dan tidak boleh diulang lagi. Karena aturan yang sudah jelas tidak seharusnya dilanggar untuk kepentingan tertentu. Jika wali kota menggunakan aturan, pihaknya   yakin tidak akan terjadi masalah. “Kami akan mencari tahu masalah ini,”timpalnya.
Choirul, mengingatkan,  harusnya Pemkot Malang mengambil langkah dengan kehati-hatian. Sehingga tidak  sampai ke ranah hukum, kalau sudah seperti ini, harus  menungu hingga tuntas.
“Seandainya belum sampai ke ranah hukum, akan kita cari jalan tengahnya. Karena Komisi A tidak tahu jika persoalan ini masuk ke ranah hukum, dan baru tahu setelah ada pemberitaan,”imbuhnya.
Dia meminta waktu untuk mempelajari persoalan ini. Tetapi bukan yang ada  kaitanya dengan hukum. “Kalau soal hukum kita ikuti proses yang sedang berjalan. Namun kami jamin, kejadian ini apapun hasilnya tidak akan mempengarhui proses APBD,”ujar Anggota Fraksi Partai Golkar Kota Malang itu.
Secara terpisah, Djarot Edi Sulistiyono, menyatakan yang dilakukan ini sama sekali tidak ada kaitanya dengan loyalitas dia sebagai bawahan Wali Kota Malang. Pria yang juga Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan  Terpadu Satu Pintu (PMPTSP) itu, menegaskan gugatan yang dilakukan itu, semata-mata untuk meluruskan persoalan.
“Kami hormat dan taat kepada pimpinan. Namun kami ingin menyampaikan kebenaran, yang dilakukan oleh Pimpinan kami melanggar aturan, makanya kami perlu meluruskan saja, agar persoalan seperti ini tidak terulang lagi,”tegas Djarot.
Ia menambahkan, dirinya tidak ada kepentingan apapun, bahkan ia sendiri mengaku tidak ada keinginan untuk menjadi Sekda. Dia mendaftar sebagai calon Sekda lantaran disuruh oleh Wali Kota Malang H. Moch. Anton.
“Kalau tidak disuruh kami tidak akan daftar, tolong disampaikan kepada kami kalau memang pimpinan sudah punya calon. Pasti akan kami dukung, sekali lagi kami loyal kepada pimpinan. Tetapi ingin meluruskan aturan, tidak lebih dari itu,”tandasnya.
Sebagai pihak yang ditugaskan oleh pimpinan,  semua persyaratan administrasi sudah dia penuhi, termasuk surat keterangan bebas gila yang ia dapatkan dari Rumah Sakit Jiwa (RSJ)  Lawang. Sementara prosedur lelang tidak berjalan sesuai dengan aturan.
Dia menjelaskan pendaftaran tahap pertama ditutup tanggal 6 Juni lalu,  Namun  hanya dua nama yang telah mendaftar ke sekretariat panitia, yakni dirinya  dan Mulyono, Staf Ahli Bidang Pemerintahan Hukum dan Politik, sedangkan syaratnya  dibutuhkan 4 orang untuk bisa dilanjutkan dalam tahap seleksi.
“Ini pangkal persolannya,  kalau hanya dua orang seharusnya pendaftaran diperpanjang. Tetapi pimpinan  langsung menyimpulkan  dilakukan lelang ulang, dengan mengubah persyaratan usia  yang awalnya  56 menjadi 58 tahun. Dengan dalih ada rekomendasi dari Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN),”tuturnya.
Ia juga mengaku heran, karena sebenaranya jumlah pendaftar tidak akan kurang dari empat orang jika tidak ada upaya untuk melarang.  Yang menjadi pertanyaan lagi lanjut Jarot, persyaratan Adminsitrasi orang-orang yang diminta untuk ikut daftar, dan ikut seleksi, juga tidak dipenuhi.
Ditanya kemungkinan kalah dalam gugatan, Djarot menegaskan dirinya sudah siap dengan resiko apapun, senyampang yang dia lakukan itu untuk menyampaikan kebenaran. “Niat saya amar ma’ruf,”pungkasnya. [mut]

Rate this article!
Tags: