Wali Kota Probolinggo Pantau Tempat Pengolahan Sampah Terpadu

Wali kota Hadi pantau pengolahan sampah yang di kelola DLH. [wiwit agus pribadi/bhirawa]

Pemkot Probolinggo, Bhirawa
Bagi Wali Kota Probolinggo Habib Hadi Zainal Abidin aktivitas olahraga sudah menjadi bagian dari gaya hidup. Salah satunya, bersepeda.

Oleh karena itu, ia selalu menyempatkan bekerja sambil bersepeda seperti yang dilakukan, Rabu (15/9) pagi. Habib Hadi gowes berkeliling ke sejumlah Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) di Kota Probolinggo.

TPST pertama yang dikunjungi di Jalan Serayu, Kelurahan Jrebeng Lor, Kecamatan Kedopok. Disana, wali kota yang didampingi Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Rachmadeta Antariksa dan sejumlah kepala dinas lainnya, menanyakan tentang proses pembuatan kompos di TPST milik pemerintah tersebut.

Alif, Putra Motivator Lingkungan dari DLH menjelaskan, produk popok kompos yang diproduksi dari Kota Probolinggo sudah merajai pasar Surabaya dan Malang.

“Di Malang sudah sekitar 90 persen pupuk dari Kota Probolinggo. Disini membuktikan bahwa meskipun Probolinggo kota di wilayah pesisir, pupuknya sudah dipasarkan dimana-mana. Sampah itu bukan masalah tapi bisa jadi sumber ekonomi,” jelas Alif kepada Wali Kota.

Diketahui, jumlah TPST (rumah kompos) milik Pemerintah Kota Probolinggo ada 19 lokasi. Sedangkan TPST yang dikelola oleh masyarakat ada 2 di wilayah Kelurahan Pilang dan Kelurahan Jrebeng Kidul.

Menurut Habib Hadi, pengolahan sampah menjadi kompos yang berdampak pada ekonomi masyarakat harus dipetakan dan diperluas. “Kita kembangkan di tanah aset yang kita punya. Jangan sampai ada permintaan pupuk tapi terlambat suplai karena terbatasnya proses. Perluas semua TPST, diatur, ditata dengan bagus, bila perlu diperluas ya diperluas saja,” katanya kepada Kepala DLH.

Lepas dari TPST di Jalan Serayu, Wali Kota Habib Hadi gowes menikmati perjalanan ke dua TPST lainnya. Yaitu di TPST Al Huda Kelurahan Curahgrinting, Kecamatan Kanigaran yang mengelola sampah organik menjadi pupuk, obat ikan hingga pelet (pakan ikan).

Di lokasi itu, Habib Hadi meminta DLH memberikan bantuan peralatan untuk mendukung proses pengolahan di TPST yang dikomandoi Pak Kardi.

Berlanjut ke TPST Pokdarwis Pantai Permata di Kelurahan Pilang, Kecamatan Kademangan. Pengolahan produk kompos organik itu terdiri dari area fermentasi kompos, area mesin pencacah, stok cacahan dan pengayakan kompos. Dibutuhkan waktu selama 40 hari dari proses awal pembuatan kompos hingga layak dijual.

Gowes pun masih berlanjut ke TPA Bestari di Jalan Anggrek. DLH menggelar Ngopi Mesra jilid III di aula, pertemuan Wali Kota Habib Hadi dengan para mitra DLH dan kader lingkungan.

“Kami menghadirkan mitra dan kader untuk berkomunikasi dengan Bapak Wali Kota. Bahkan tanpa ada gaji teman-teman masih semangat melaksanakan tugas, curhat ke Pak Wali,” tutur Deta, panggilan Kepala DLH.

Pada kesempatan itu, Habib Hadi mengungkapkan ucapan terima kasih untuk semua yang sudah peduli lingkungan baik itu masyarakat dan kelompok.

Menurutnya, mustahil tanpa disupport oleh pegiat lingkungan dan perusahaan untuk menguatkan apa yang jadi tujuan melestarikan lingkungan dengan gagasan baru sesuai fakta di lapangan.

“Saya berkeliling melihat langsung apa yang digagas pemerintah dan sudah mendapat dorongan dari perusahaan. Dan, saya melihat apa yang dilakukan masing-masing warga begitu luar biasa. Sederhana yang dilakukan tapi besar manfaatnya,” ungkap wali kota yang saat ini tengah menempuh program doktor di bidang lingkungan.

Namun wali kota Habib Hadi meyangkan, sampah popok bayi tak bisa dianggap remeh. Produksinya terus meningkat. Terbukti sampah yang masuk ke Sungai Sepaser, Kota Probolinggo. Dari 6 ton sampah, 70 persen berupa popok bayi.

Temuan itu terungkap ketika Bidang Sumber Daya Air Dinas PUPR-Perkim Kota Probolinggo bersih-bersih Sungai Sepaser. Bersih-bersih dilakukan bersama Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), RT-RW, kelurahan, dan pemerintah kecamatan.

Mereka menyasar Sungai Sepaser, di perbatasan Kelurahan Triwung, Kecamatan Kademangan, Kota Probolinggo dengan Desa Pesisir, Kecamatan Sumberasih, Kabupaten Probolinggo. Kerja bakti dilakukan sekitar tiga jam mulai pukul 07.00 hingga pukul 10.00.

“Tidak semua titik di sepanjang Sungai Sepaser. Hanya titik yang timbunan sampahnya tinggi. Kemarin, hanya mampu mengangkat satu truk penuh dengan berat sekitar 5-6 ton sampah. Dan, 70 persen di antaranya sampah popok anak,” ujar Kepala Bidang Sumber Daya Air Dinas PUPR-Perkim Kota Probolinggo Asep S Lelono, Rabu (15/9).

Asep mengatakan, banyaknya sampak popok bayi tak lepas dari masih kentalnya persepsi masyarakat. Yakni, popok tidak boleh dibakar. Karena, dipercaya akan berpengaruh buruk kepada bayinya.

“Jika dibuang ke tempat sampah, nanti akan diangkut ke TPA dan di TPA akan dibakar. Warga masih percaya jika popok tidak boleh dibakar. Khawatir pantat dan kemaluan si bayi panas. Akhirnya, dibuang ke sungai dengan asumsi biar pantat dan kemaluannya dingin,” jelasnya.

Karena sudah turun temuruan, kata Asep, untuk mengubahnya cukup sulit. “Jadi, harus gencar disosialisasikan jika hal itu tidak benar. Atau bisa diubah jika popok dibuang ke sungai, pantat si bayi bisa bau atau pipisan karena dingin. Tapi biar manjur harus tokoh agama atau semacamnya yang bilang,” ujarnya sembari tersenyum.

Ia berharap persepsi yang tidak baik itu tidak menurun. Karena, malah mencemari dan mengotori sungai. Dampaknya bisa beragam. Mulai banjir dan pencemaran lingkungan.

“Semoga masyarakat sadar, sehingga tidak terus-terusan membuang popok ke sungai dengan persepsi yang salah itu,” tuturnya.

Salah seorang warga Kelurahan/Kecamatan Kanigaran Elwis Nurhidayati, mengakui persepsi itu memang sudah ada sejak kecil. Namun, ia mengaku tidak mempercayainya.

“Memang susah. Jika seseorang percaya dan yakin, maka suatu hal bisa terjadi. Meski kadang karena keyakinan itu tadi. Maka, jika terjadi pada bayi, misalkan si bayi berengan (sering demam), akhirnya disangkutpautkan dengan pembuangan popok tadi,” tambahnya. [wap]

Tags: