Wali Kota Probolinggo Resmikan IPAL Komunal Kedung Kemiri

Wali Kota Rukmini tinjau IPAL komunal. [Wiwit Agus Pribadi/bhirawa]

Pemkot Probolinggo, Bhirawa
Salah satu faktor penyebab stunting (kondisi dimana seorang anak memiliki tinggi badan lebih rendah dari standar usianya) adalah Sanitasi yang tak baik, tidak terkecuali di Kota Probolinggo. Salah satu penyebab stunting adalah sanitasi yang kurang baik. Dimana bakteri dari air tinja mengkontaminasi air minum/makanan penduduk. Hal ini diungkapkan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Probolinggo, Amin Fredy, Rabu 9/1.
Menurut Amin, saat peresmian IPAL Komunal Kedung Kemiri di Kelurahan Kedungasem, Kecamatan Wonoasih, Kota Probolinggo, populasi di Indonesia terus meningkat. Pemukiman terus berkembang dan semakin padat. Namun peningkatan populasi ini, tidak diimbangi dengan penyediaan akses sanitasi layak pada pemukiman tersebut. Kurangnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya sanitasi menyebabkan kualitas sanitasi di Indonesia semakin tertinggal di dari negara lain.
Dan, saat ini Indonesia menempati peringkat sanitasi terburuk ke-2 di dunia setelah India. “Akhir-akhir ini sedang ngetren kasus stunting yang terus meningkat di berbagai daerah. Tidak terkecuali di Kota Probolinggo. Salah satu penyebab stunting adalah sanitasi yang kurang baik. Dimana bakteri dari air tinja mengkontaminasi air minum/makanan penduduk,” jelasnya.
Saat ini di daerah perkotaan di negara maju, kata Amin dalam laporannya, sudah tidak lagi menggunakan septictank individu melainkan sistem perpipaan (sewerage) untuk dialirkan ke instalasi pengolah skala kota. Negara berkembang seperti Vietnam atau Bangladesh pun sudah mulai membangun sistem tersebut. Namun sistem itu masih sulit diterapkan di Indonesia. Sehingga, pemerintah pusat merancang Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik Terpusat (SPALD-T) skala permukiman atau yang sering disebut IPAL Komunal.
“Pembangunan IPAL Komunal ini menggunakan sistem sanitasi berbasis masyarakat (Sanimas). Yakni direncanakan, dilaksanakan dan diawasi sendiri oleh masyarakat. Harapannya, masyarakat memiliki kepedulian untuk merawat IPAL Komunal yang terbangun,” ungkapnya.
Pilot project IPAL Komunal dimulai pada tahun 2003 di 6 kota. Pada 2010 mulai didorong secara nasional melalui Dana Alokasi Khusus (DAK). Selain dana tersebut, juga dana bantuan dari luar negeri seperti lembaga USAID, AUSAID, USRI dan lainnya yang bertujuan membantu memperbaiki sanitasi di Indonesia.
“Idealnya seluruh laporan masyarakat berhak mendapatkan akses sanitasi layak. Namun dengan terbatasnya anggaran maka kegiatan Sanimas diprioritaskan pada kawasan dengan perilaku BABS (Buang Air Besar Sembarangan), kasus stunting atau banyaknya keluarga yang menggunakan air tanah sebagai air baku untuk minum atau memasak,” terangnya.
Sejak 2011, kegiatan Sanimas dimulai Dinas Pekerjaan Umum (kini Dinas PUPR) dengan dana DAK dan Badan Pemberdayaan Masyarakat (Bapemas) dengan dana USRI untuk membangun 19 unit IPAL Komunal dengan cakupan 1.336 kepala keluarga (KK). Tahun 2017 membangun 6 IPAL Komunal yang melayani total 354 KK. Rinciannya, 1 IPAL Komunal dari Sanimas APBN di Kelurahan Pakistaji untuk 55 KK; 5 IPAL Komunal dari Sanimas DAK untuk 299 KK di Kelurahan Kademangan (54 KK), Pilang (64 KK), Kedunggaleng (61 KK), Jati (50 KK) dan Sumbertaman (70 KK), ungkapnya.
Saat ini, air minum dan sanitasi telah ditetapkan sebagai urusan wajib pelayanan dasar bidang pekerjaan umum. Lantaran itu, diharapkan pemda mengalokasikan DAK untuk ikut mendanai pembangunan sanitasi. “Oleh karena itu, tahun 2018 terlaksana 8 paket yang mencakup 533 KK. Sebanyak 5 paket memakai DAK dan 3 paket dari DAU. Masing-masing paket senilai Rp 400 juta. Ada dana swadaya yang diberikan oleh masyarakat, bantuan tersebut untuk ongkos tukang, makanan, pepohonan hingga tanah (belum termasuk lahan masyarakat yang dimanfaatkan untuk IPAL Komunal).
Untuk DAU dana swadaya Kelurahan Kedungasem 72 KK nilai swadaya Rp 16 juta; Kedunggaleng 89 KK Rp 21.688.000; Kareng Lor sebanyak 51 KK Rp 12.096.000; Triwung Lor 52 KK Rp 5,8 juta; Triwung Kidul 70 KK Rp 6,9 juta; Jrebeng Lor 71 KK Rp 15.300.000; Jrebeng Kulon 73 KK Rp 10.100.000; Sumberwetan 53 KK Rp 5.750.000. Jadi, hingga saat ini IPAL Komunal yang terbangun di Kota Probolinggo telah melayani 2.223 KK atau sekitar 8.892 jiwa, jelasnya.
“Upaya peningkatan akses sanitasi layak yang telah dan akan terus dilakukan Dinas PUPR, mengingat sanitasi yang baik dapat mengurani biaya kesehatan, meningkatkan produktifitas dan kualitas hidup masyarakat. Kami juga mengharapkan peranan masyarakat untuk turut serta menjaga dan memelihara serta merawat IPAL Komunal yang sudah terbangun,” ungkapnya.
Wali Kota Probolinggo Rukmini menegaskan, dari data yang ada sebagian besar rumah masyarakat sudah memiliki septictank. Tetapi tidak dapat dipastikan berapa persen septictank benar-benar kedap, tidak bocor. Disamping itu masih sedikit masyarakat yang sadar bahwa septictank harus dilakukan sedot lumpur tinja secara berkala. Setidaknya, tiga tahun sekali. Karena jika lumpur di septictank penuh, maka airnya akan mencemari air tanah. “Padahal bakteri yang menyebar melalui tinja itu beberapa cukup berbahaya. Seperti TBC dan ada juga bakteri yang bisa menggerogoti gizi anak-anak kita sehingga menimbulkan stunting,” tutur Rukmini.
Pemerintah Kota Probolinggo sendiri sangat serius untuk meningkatkan kualitas sanitasi. Ada Pokja Sanitasi yang terdiri dari beberapa OPD yang bekerja sama untuk melakukan penanganan sanitasi di Kota Probolinggo. Salah satu kegiatan yang dilakukan untuk menangani permasalahan sanitasi dengan membangun IPAL Komunal. “Dengan IPAL Komunal maka seluruh air limbah dari rumah yang tersambung akan diolah di IPAL, baik itu air limbah WC, dapur maupun kamar mandi. Dengan demikian diharapkan lingkungan akan bersih dan sehat, got menjadi bersih karena hanya dialiri air hujan,” imbuhnya.
Dalam jangka panjang, air tanah diharapkan akan membaik karena tidak ada lagi air limbah yang diresapkan ke tanah. Masyarakat sekitar menjadi lebih sehat. Kalau sehat akan mengurangi biaya berobat dan mengurangi antrean di puskesmas dan rumah sakit. Rukmini mengapresiasi masyarakat yang telah berpartisipasi dalam melakukan swadaya baik itu berupa tenaga, pikiran maupun material. Ia berharap semakin banyak masyarakat Probolinggo yang sadar akan pentingnya sanitasi. “Berpartisipasi bersama-sama Pemerintah Kota Probolinggo untuk memperbaiki sanitasi demi kualitas hidup yang lebih baik,” harapnya.
Ketua Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Kota Probolinggo, Sidiq mengungkapkan rasa terima kasih atas perhatian pemerintah setempat. Ia pun rela lahan milik keluarga dimanfaatkan untuk IPAL Komunal. “Kami tidak masalah karena ini untuk kepentingan masyarakat banyak. Selain itu, banyak manfaatkan dari sisi kesehatan yang punya dampak langsung kepada masyarakat, tambahnya. [wap]

Tags: