Wapres Ringankan Kesaksian Mantan Bupati

Wakil Presiden Jusuf Kalla (kedua kiri) didampingi Gubernur Jabar Ahmad Heryawan (kanan), ketika melakukan kunjungan kerja di Gedung Sate, Bandung, Jabar, Senin (13/4). Selain berkunjung ke Gedung Sate, Wapres hadir sebagai saksi di Pengadilan Tipikor Bandung, mengunjungi Sesko TNI di Maskumambang Bandung dan memantau kesiapan Konferensi Asia Afrika (KAA).

Wakil Presiden Jusuf Kalla (kedua kiri) didampingi Gubernur Jabar Ahmad Heryawan (kanan), ketika melakukan kunjungan kerja di Gedung Sate, Bandung, Jabar, Senin (13/4). Selain berkunjung ke Gedung Sate, Wapres hadir sebagai saksi di Pengadilan Tipikor Bandung, mengunjungi Sesko TNI di Maskumambang Bandung dan memantau kesiapan Konferensi Asia Afrika (KAA).

Bandung, Bhirawa
Wakil Presiden Jusuf Kalla menghadiri undangan Pengadilan Tipikor Bandung, Senin (13/4), guna menjadi saksi meringankan bagi terdakwa dugaan kasus korupsi, yang juga mantan bupati Indramayu, Irianto Mahfudz Sidik Syafiuddin.
Wapres, yang untuk pertama kalinya bersaksi di peradilan Tipikor, tiba di ruang sidang lantai dua Gedung Pengadilan Negeri Bandung pukul 09.59 WIB dengan mengenakan kemeja putih berlengan panjang.
Hadir pula Ketua Umum DPP Partai Golkar versi Munas Bali Aburizal Bakrie, Ketua Fraksi Partai Golkar Ade Komaruddin dalam persidangan dan Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi.
Irianto Syafiuddin atau akrab disapa Yance tersangkut kasus dugaan penggelembungan dana pembebasan lahan terkait pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap Sumuradem 1 Indramayu, Jawa Barat.
Kasus tersebut menjerat Yance saat dia menjabat sebagai bupati Indramayu dan Kalla menjabat sebagai Wakil Presiden di Kabinet Indonesia Bersatu.
Yance didakwa melakukan penggelembungan ganti rugi tanah menjadi Rp57.850 /meter persegi, dari harga nilai jual obyek pajak milik PT Wiharta Karya Agung yang hanya sebesar Rp14.000/meter persegi. Akibat perbuatannya itu, Yance didakwa merugikan Negara senilai Rp4,1 miliar dan diancam hukuman maksimal 20 tahun penjara.
Sebelumnya Wapres mengatakan pihaknya bersedia menjadi saksi untuk menegaskan bahwa pembebasan lahan tersebut dilakukan atas Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2006.
“Saya harus memberikan kesaksian bahwa benar itu adalah keputusan Pemerintah, karena dia (Irianto) dianggap bersalah dalam hal pembebasan lahan itu dan itu melalui keputusan Pemerintah,” kata Wapres Kalla.
Dalam Perpres tersebut diperingatkan semua perizinan yang menyangkut amdal, bahwa pembebasan dan kompensasi jalur transmisi dan proses pengadaan tanah harus diselesaikan dalam jangka waktu paling lama 120 hari oleh instansi/pejabat terkait sejak pertama kali diajukan.
Wapres mengatakan percepatan pembebasan lahan tersebut justru menguntungkan Pemerintah karena proyek pembangunan PLTU dapat segera terlaksana. Lagi pula nilai biaya pembebasan lahannya tidak terlalu merugikan Negara jika dibandingkan dengan nilai investasi pembangunan pembangkit listrik tersebut.
“Dibandingkan dengan harga tanahya yang hanya 0,3 persen (dari nilai investasi) serta dengan cepat selesai, berarti justru sangat menguntungkan Negara. Karena pembebasan lahannya itu hanya Rp43 miliar, sedangkan biaya pembangunannya (pembangkit listrik) itu Rp10 triliun,” jelasnya.
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban menyatakan kesediaan Wapres Jusuf Kalla bersaksi dalam sidang kasus korupsi pembebasan lahan PLTU batu bara Sumur Adem Indramayu, dengan terdakwa Irianto MS Syafiuddin bisa menjadi contoh bagi para pejabat negara maupun elemen masyarakat lainnya.
Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai, dalam siaran persnya di Jakarta, Senin, mengatakan meskipun menjadi saksi adalah kewajiban, masih banyak pihak yang enggan memberikan kesaksian dengan berbagai alasan, seperti sakit, sedang bertugas dan banyak lagi.
“Seorang Wapres tentu tugasnya banyak, tapi beliau tetap menyempatkan diri memberikan kesaksian,” kata Semendawai.  [ant.ira]

Tags: