Warga Desa di Sidoarjo Mulai Tinggalkan Tradisi Ruwat Desa

Joko Supriyadi. [alikus/bhirawa]

Sidoarjo, Bhirawa
Beberapa tradisi budaya peninggalan nenek moyang di Kab Sidoarjo mulai ditinggalkan warganya. Seperti tradisi ruwah desa atau ruwat desa, dari 353 desa/kelurahan di Kab Sidoarjo, menurut evaluasi dewan kesenian Kab Sidoarjo, lebih banyak warga desanya yang mulai tidak lagi melakukannya
Menurut Ketua Dewan Kesenian Kab Sidoarjo, Drs Joko Supriyadi, padahal tradisi ruwah desaatau ruwat desa merupakan tradisi positif, yang tujuannya sebagai rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas karunia, nikmat dan keselamatan yang telah diberikan Tuhan kepada desa dan warga desa setempat.
”Padahal tradisi budaya bangsa itu harus dijaga kelestariannya, supaya tidak sampai punah, kalau nanti punah maka akan hanya menjadi cerita saja,” tutur Joko, saat dihubungi Kamis (2/6)kemarin.
Menurut pendapat Joko, tradisi budaya ruwah desa atau ruwat desa di Kab Sidoarjo mulai ditinggalkan warganya, tidak lepas karena pengaruh demograpi atau kependudukan. Disampaikannya, Kab Sidoarjo saat ini menjadi daerah tujuan urbanisasi dari berbagai wilayah di Indonesia.Sedikit demi sedikit keberadaan penduduk aslinya tergeser atau kalah banyak dengan warga pendatang. Sehingga kepedulian terhadap budaya setempat itu, jelas tidak ada.
Menurut data yang ada, mulai dulu sampai sekarang jumlah pengembang perumahan yang masuk ke Kab Sidoarjo jumlahnya mencapai angka 200 an. Jumlah itu merupakan terbanyak dibanding daerah lain yang ada di Prov Jatim ini.
Selain masalah demograpi yang membuat tradisi di desa mulai di tinggalkan warga, kata Joko, juga tak lepas dari peranan Pemerintahan Desa (Pemdes) setempat. Peduli atau tidak dengan tradisi desa mereka. Menurut pengamatan Joko, apabila para perangkat desanya lebih banyak yang berasal dari pendatang, maka bisa dipastikan tradisi budaya desa akan terabaikan.
”Seandainya tradisi budaya di desa sampai tidak dilakukan, maka harus ada dokumentasinya berupa foto atau videonya. Agar prosesi budaya desa masih bisa terdokumentasi. Tidak sampai hilang sama sekali dan hanya bisa diketahui dari cerita mulut ke mulut. Pendokumentasiannya harus runtut, agar bisa menjadi dokumen bagi anak cucu kita kelak,” kata warga Kec Sedati itu.
Disampaikan Joko bentuk tradisi ruwah desa atau ruwat desa di Kab Sidoarjo bentuknya bermacam-macam dan berbeda-beda. Tergantung kondisi geografis desa yang bersangkutan. Misalnya di desa yang bergeografis pertanian, di Kab Sidoarjo dulu ada tradisi yang namanya Kleman. Ini sebagai bentuk syukur warga desa yang banyak berprofesi petani kepada Tuhan.
”Tapi evaluasi saya tradisi ini, kini mulai berkurang,” kata Joko.
Sementara di daerah yang bergeografis pesisir, menurut Joko, ada tradisi seperti petik laut dan nyadran. Tradisi budaya ini tujuannya sama, yakni dlakukan sebagai rasa syukur kepada Tuhan atas nikmat yang telah diberikan pada warga desa. Salah satu contoh desa di Kab Sidoarjo yang sampai saat ini masih tetap melestarikan budaya ruwat desa adalah seperti Desa Tambak Kemerakan Kec Krian. Pelaksanaanya sampai dua hari.
Salah satu sesepuh desa setempat, Mbah Sauman (80), sempat menyampaikan tradisi ini masih tetap dilakukan di desa itu sebagai rasa syukur kepada Tuhan, agar desa dan warga desanya selalu diberikan keselamatan dan dijauhkan dari segala musibah. Di desa ini prosesi ruwatdesanya dengan melakukan doa Istigosah dan tasyakuran bersama-sama di punden atau makam yang babat alas terciptanya Desa Tambak Kemerakan. Acaranya ditutup dengan pagelaran wayang kulit. [kus]

Tags: