Warga Desa Trompoasri Sidoarjo Demo Pungli Sertifikat Prona

Ratusan warga Desa Trompoasri demo di halaman Kec Jabon, kemarin. [achmad suprayogi/bhirawa]

Sidoarjo, Bhirawa
Puluhan warga Dusun Jangan Asem, Desa Trompoasri, Kec Jabon, Senin (2/4) beramai-ramai mendatangi kantor kecamatan setempat. Mereka langsung membentangkan spanduk dan poster, juga umbul-umbul serta meneriakan yel-yel, menuntut pemerintah segera melakukan pemecatan terhadap perangkat desa yang diduga melakukan pungutan liar.
Dikawal ketat petugas gabungan Polri, TNI dan Satpol PP, mereka menuntut empat perangkat Desa Trompo Asri yang diduga terlibat Pungutan Liar (Pungli) kepengurasn sertifikat Prona segera dipecat dari jabatannya. Dia diduga telah memungut biaya pengurusan sertifikat Prona sebesar Rp700 ribu hingga Rp5 juta per bidang. Padahal program Prona atau saat ini dikenal PTSL (Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap) dari Agraria tidak dipungut biaya alias gratis.
Sumadi, salah satu warga Dusun Jangan Asem RT 9/RW IV menjelaskan, pada proses pengurusan pengurusan sertifikat prona tahun 2013 dan tahun 2014, perangkat desa yang berdomisi di Dusun Jangan Asem itu, melakukan penarikan atau pungutan besaran uangnya berfariasi nominalnya sebesar Rp700 ribu sampai Rp5 juta per bidang. Seperti halnya terjadi bulan lalu, salah satu perangkat desa sudah terkena OTT. Sampai saat ini juga belum ada titik temu maupun penyelesaian.
Diakui Sumadi, saat itu desanya diketahui sudah dua kali mendapatkan program Prona dari BPN Sidoarjo, dan itupun terdapat dua kali pula pelanggaran termasuk Pungli. Dan ketiga kalinya tahun 2017 juga terdapat pelanggaran terjadi pemungutan uang. ”Oleh karena itu, kami menutut perangkat desa yang terlibat permasalahan tersebut segera diberhentikan. Kami benar-benar kecewa terhadap mereka para oknum itu. Kasus ini sudah pernah dilaporkan, namun belum ada tindak lanjut, tidak ada kejelasan hukum,” ungkapnya
Hal sama dikatakan, Siswanto warga setampat, program Prona kami baca berbunyi gratis. Kalaupun ada biaya, itupun dipergunakan untuk membeli patok, materai dan lainnya. Namun yang terjadi pada kenyataannya, perangkat desa ini memungut biaya mencapai ratusan ribu bahkan jutaan rupiah kepada warga. ”Temuan ini seharusnya diproses dengan baik oleh aparatur pemerintah dan kepolisian. Kami warga memang bodoh, tetapi tidak mau dibodohi seperti sekarang ini,” katanya.
Beberapa saat kemudian perwakilan aksi demo ditemui Camat Jabon Agus Sujoko. Dalam pertemuan sempat diwarnai ketegangan, pasalnya dari hasil itu tidak menemui kejelasan serta kepastian hukum dan massa akhirnya pulang dengan rasa kesal. [ach]

Tags: