Warga Gondang Sulap Sampah Plastik Jadi Bunga

Terinspirasi tumpukan sampah plastik, Trisno berkarya mengubah barang buangan menjadi barang bernilai ekonomi tinggi. [ristika]

Terinspirasi tumpukan sampah plastik, Trisno berkarya mengubah barang buangan menjadi barang bernilai ekonomi tinggi. [ristika]

Peringati Hari Peduli Sampah
Kabupaten Nganjuk, Bhirawa
Sampah plastik telah menjadi isu dunia sebagai penyebab kerusakan lingkungan hidup yang kian hari tampak nyata. Berdasarkan perkiraan statistik, kurang dari sepuluh tahun ke depan beberapa kota besar di Indonesia disinyalir segera menjelma menjadi kota sampah bila manajemen sampah massa tidak dikelola serius oleh masyarakat bersama pemerintah.
Semua pihak dituntut memiliki kesadaran dengan mengubah perilaku yang lebih ramah lingkungan. Salah satu problem mendasar namun acapkali disepelekan yakni pengelolaan sampah rumah tangga yang justru berada di lingkungan terdekat dan meliputi keseharian masyarakat.
Karena itu pengelolaan sampah tidaklah cukup bergantung pada tersedianya infrastruktur atau alat daur ulang saja. Namun lebih penting dari itu adalah mengubah kultur masyarakat, termasuk persepsi akan sampah, karena pengelolaan sampah sangat terkait dengan kultur masyarakat.
Seperti yang dilakukan oleh Trisno (43) warga RT 01/RW 02 Desa Sanggrahan Kecamatan Gondang. Dengan berbekal gunting, lem tembak, setrika dan barang-barang bekas berbahan plastik yang dipungut dari tempat sampah, dia mampu membuat hasil seni yang menarik. Sampah plastik yang selama ini sangat sulit didaur ulang bisa disulap menjadi bentuk bunga beraneka warna yang menjadi hiasan ruang yang menarik. “Saya tidak pernah kursus, ini semua muncul dari inspirasi saya sendiri,” ujar Trisno kepada Harian Bhirawa kemarin.
Trisno sendiri sudah hampir tiga tahun ini menekuni kerajinan tangan berbahan baku sampah plastik ini. Bahkan menurut suami Tati’ah (35) ini, dirinya tidak jarang harus keluyuran ke tempat-tempat sampah untuk mencari plastik bekas.
Dapat dikatakan semua plastik dapat dijadikan sebagai bahan baku kerajinan bunga oleh Trisno. Mulai dari plastik botol dan gelas air mineral atau plastik kresek mampu dijadikan hiasan bunga aneka warna.
Setelah terkumpul, plastik-plastik yang kebanyakan adalah botol dan gelas air mineral dibuang bagian atas dan bawah lalu ditumpuk. Kemudian, di atas tumpukan plastik itu dilapisi kertas minyak lalu diseterika. Dalam proses penyeterikaan ini, lanjut Trisno, harus berulang-ulang sampai muncul motifnya.
Setelah muncul guratan-guratan menyerupai bunga dan daun, barulah plastik bekas yang sudah menjadi lempengan ini digunting sesuai bentuk bunga dan daun. “Potongan bentuk daun dan bunga ini lalu kita rangkai sesuai pesanan,” kata Trisno.
Dalam sehari, bapak satu anak ini bisa merangkai 3 tangkai bunga hias berikut vas bunga yang juga terbuat dari plastik bekas. Harganya pun berbeda dan dinilai dari tingkat kesulitannya. Untuk bunga hias ukuran kecil, dipatok harga Rp 15 ribu hingga Rp 30 ribu. Sedangkan untuk ukuran sedang dan besar, dipatok harga antara Rp 50 ribu hingga Rp 100 ribu.
Untuk sementara, bunga hias berbahan plastik ini dipasarkan dari mulut ke mulut atau lewat pameran. Tidak jarang Trisno melayani pesanan dari luar kota seperti Surabaya, Malang dan kota-kota besar lainnya di Indonesia. “Saya pernah juga mendapat pesanan dari orang Jakarta, katanya bunga hias ini akan dibawa ke Jepang,” ucap Trisno.
Setelah untaian bunga plastik buatan Trisno jadi, siapapun tidak akan mengira jika hiasan meja berupa bunga tersebut berbahan baku dari sampah plastik. Meski terbuat dari sampah yang dipungut dari tempat kotor, namun setelah diolah sedemikian rupa menjadi barang yang bernilai seni tinggi dan bisa meraup rupiah. Menilik kreativitas dan ide inovatif pengelolaan sampah yang dilakukan Sutrisno, pendidikan lingkungan harus kembali digalakkan baik oleh tokoh masyarakat maupun pemerintah. [Ristika]

Tags: