Warga Kapasari-Semarang Laporkan PT KAI Daop 8

Warga Kapasari-Semarang Laporkan PT KAI Daop 8DPRD Surabaya, Bhirawa
Puluhan warga dari Kapasari Pedukuhan dan jalan Semarang berbondong-bondong mendatangi gedung DPRD Surabaya, Selasa (17/11/2015). Mereka ingin mengadukan PT KAI Daerah Operasi (DAOP) 8 Surabaya yang melarang warga untuk melakukan progam pengaspalan dan pavingisasi di tempat mereka.
Pasalnya, PT KAI mengklaim bahwa rencana progam pengaspalan dan pavingisasi yang dilakukan warga berdiri di atas lahan aset milik PT KAI. Sehingga PT KAI tidak memperbolehkan warga sekitar untuk melakukan progam tersebut.
Ketua RW 10 Kapasari Pedukuhan, Sampitnadi mengatakan, pada awal mula warga disuruh menyewa tanah tersebut kepada PT KAI DAOP 8 Surabaya. Namun, warga sepakat untuk menolak. Pasalnya, warga menganggap tanah tersebut bukan milik PT KAI tapi milik Negara.
“Nah sejak dari situ (menolak bayar sewa), segala kegiatan warga dipersulit. Mulai dari jika warga ingin pasang PLN, dan juga seperti saat ini (pengaspalan dan pavingisasi) selalu tidak diperbolehkan dan di persulit,” ungkapnya, saat melakukan hearing di Komisi C.
Dirinya menganggap, sebenarnya PT KAI ingin menggusur warga secara halus yakni dengan cara dipersulit seperti ini. “Kalau kami setuju menandatangani sewa tersebut, berarti kami setuju ini adalah tanah PT KAI makanya kami sepakat tidak tanda tangan,” tuturnya.
Ketua komisi C DPRD kota Surabaya, Syaifudin Zuhri menegaskan, PT KAI tidak berhak melakukan pelarangan kegiatan, bahkan sampai penggusuran warga. Sebab, berdasarkan Undang-undang no 23, dan Peraturan Pemerintah no 54 dan 72, PT KAI hanya sebagai operator.
“Jadi, PT KAI itu tidak mempunyai kewenangan apa-apa hanya sebatas pengelola saja. Dan yang mempunyai kewenangan untuk seluruh aset itu adalah kementerian perhubungan dan kementerian keuangan, atau pemerintah yang membuat regulator,” tegasnya.
Sementara itu, Manager Humas PT KAI DAOP 8 Surabaya, Sumarsono mengakui, bahwa PT KAI memang melakukan penarikan sewa kepada warga. Sebab, PT KAI merasa bahwa tanah yang dihuni warga selama ini adalah aset milik PT KAI.
“Memang kami menyuruh warga untuk membayar kepada kami, harganya berbeda-beda itu sesuai dari NJOP (nilai jual objek pajak),” akuinya.  [gat]

Tags: