Warga Kedung Baru Panen Cabai Urban Farming

Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini meninjau panen cabe di lingkungan RW 07 Kelurahan Kedung Baruk Surabaya.

Manfaatkan Keterbatasan Lahan dengan Tanaman Bermanfaat
Surabaya, Bhirawa
Predikat sebagai kota jasa dan perdagangan yang ditandai pesatnya pertumbuhan dunia usaha, tidak membuat Surabaya ‘melupakan’ sektor pertanian. Justru, Surabaya punya ikhtiar kuat untuk memajukan potensi pertanian yang dimiliki. Oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya, potensi itu dimunculkan melalui program urban farming.
Ketua RW 07 Kelurahan Kedungbaruk, Bramasta, Rabu (13/9/2017) pagi-pagi sekali sudah terlihat sibuk mempersiapkan lingkungan RW 07 Kelurahan Kedung Baruk untuk panen lombok. Sebab kampung yang dipimpinnya menjadi salah satu wilayah di Surabaya yang telah berhasil menghasilkan cabai dari pertanian urban farming.
Masyarakat disana didorong untuk mengoptimalkan keterbatasan lahan dengan menanam beragam tanaman yang bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan sehari-hari.
Selain Kelurahan Kedung Baruk, wilayah lainnya yang juga berhasil menghasilkan cabai urban farming adalah Kelurahan Semolowaru, Kecamatan Sukolilo dan Kelurahan Ujung, Kecamatan Semampir.
Bramasta mengaku sangat senang warganya giat menanam cabai setelah dipasok ratusan bibit oleh pemkot.
Menurutnya, ada 350 bibit yang diberikan ketika program Surabaya Pedas digulirkan pada Mei lalu. Dan setelah lima bulan, cabai yang ditanam di kebun lombok RW 07 itu telah terlihat hasilnya.
“Ini semua berkat kesatuan warga yang bahu membahu menanam dan merawat. Kami punya jadwal piket untuk perawatan dan pengamanan,” ujarnya.
Bramasta berharap, panen cabai urban farming di wilayahnya tersebut tidak sekali saja. Tetapi, ada harapan agar upaya menanam cabai ini berkelanjutan.
Bahkan, tidak hanya di RW 07, tetapi juga meluas diwilayah-wilayah lain Kecamatan Rungkut dan juga kecamatan lain di Surabaya. Sehingga, Surabaya akan terkenal sebagai penghasil cabai.
“Dimulai dari RW 07, kami ingin Kecamatan Rungkut muncul sebagai kawasan penghasil lombok. Kami ingin mewujudkan swasembada cabai. Jadi, bila ada kenaikan harga cabai, kami tidak perlu khawatir,” sambung Bramasta.
Selain panen cabai urban farming, acara panen cabai tersebut juga dihadiri oleh Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini. Wali kota juga menyerahkan piala kepada tiga kecamatan pengelola bibit cabai terbaik. Yakni Kecamatan Rungkut, Kecamatan Sukolilo dan Kecamatan Semampir
“Terkadang kita ini kurang bersyukur karena menelantarkan lahan kita. Kalaupun lahannya sempit, selama bisa dioptimalkan tentu akan menghasilkan. Tuhan telah memberi kita iklim yang memungkinkan untuk mudah menanam apa saja. Dan bertanam ini salah satu bentuk syukur,” tegas Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini di sela kegiatan panen cabai urban farming.
Risma mengaku senang dengan apa yang dilakukan warganya dengan menanam cabai di pekarangan rumah ataupun lahan kosong di lingkungan sekitarnya sehingga punya banyak manfaat.
Selain manfaat ekonomis, aktivitas menanam dan merawat tanaman juga menyehatkan karena dibarengi dengan menyiram di pagi hari yang ibarat “berolahraga”.
“Bila terjadi harga cabai mahal di Surabaya seperti beberapa waktu lalu, itu seharusnya tidak perlu terjadi bila kita mau menanam cabai sendiri. Itu terjadi karena kita ndak mau dan malas menanam sendiri. Kita harus bisa memenuhi kebutuha sendiri. Salah satunya cabai,” sambungnya. [Andre Endrayana]

Tags: