Warga Patok Kantor Kelurahan Triwung Lor dan SDN Triwung Lor III

Ahli waris cabut papan dan patok di tanah sengketa.

Kota Probolinggo, Bhirawa
Patok tanah sengketa yang bersebelahan dengan Kantor Kelurahan Triwung Lor dan SDN Triwung Lor III, Kecamatan Kademangan, Kota Probolinggo, dilepas. Patok tersebut dilepas, Rabu (8/5) sore. Kendati demikian, polemik sengketa tanah tersebut berlanjut. Walikota Probolinggo Habib Hadi Zainal Abidin berjanji selesaikan dengan duduk bersama.
Lurah Triwung Lor Yanuar Puji Sulistyo, Kamis 9/5 mengatakan, sekitar pukul 10.00, pihak yang bersengketa diminta hadir untuk dimediasi oleh Kapolres Probolinggo Kota (Polresta) AKBP Alfian Nurrizal. Mediasi berlangsung di ruang ekskutif Mapolresta. Saat itu hadir juga BPN Kota Probolinggo, Bidang Aset, camat, lurah, dan ahli waris.
Menurut Yanuar, mediasi kemarin belum menghasilkan keputusan. Namun, selama mediasi dijelaskan pada ahli waris, bahwa gugatan perdata itu akan merugikan diri sendiri. Sebab, tak ada bukti yang kuat dari ahli waris. Sementara, dari Pemkot Probolinggo ada fotokopi. Walaupun hanya fotokopi, namun fotokopi berisi hasil rembuk desa yang berlangsung tahun 1974 tersebut legal.
“Jadi tadi, oleh sejumlah dinas diterangkan bahwa ahli waris itu tidak memiliki bukti yang kuat jika kasusnya dilanjutnya. Oleh karenanya, diminta tetap mengikuti aturan yang ada. Sembari menunggu solusi yang baik. Maka, pihak Polresta meminta agar patok yang dipasang dilepas,” terangnya.
Patok dibuka atau dilepas oleh ahli waris sendiri. Mengingat, patok tersebut meresahkan warga. Salah satunya wali murid yang anaknya bersekolah di sana. “Jadi kan banyak warga yang anaknya sekolah di sini. Mereka khawatir sekolahnya ditutup. Makanya, permintaan pencopotan patok tersebut disepakati,” terangnya.
Kapolresta AKBP Alfian membenarkan, pihaknya memfasilitasi mediasi. Hanya saja belum ada keputusan. Pihaknya berjanji akan membantu kedua belah pihak, sehingga sama-sama diuntungkan. “Kami lakukan mediasi. Selain itu, selagi prosesnya bergulir kami minta agar patoknya dilepas,” singkatnya.
Arik Wardianto, 32, salah satu ahli waris mengatakan, pemkot salah memahami proses yang terjadi pada tahun 1974. Selain itu, saat dimediasi, pihaknya merasa dipojokkan. “Jadi, ada sekitar 25 orang yang memojokkan kami. Makanya kami diam saja,” terangnya.
Arik menjelaskan, pada tahun 1974 pemerintah hendak memakai tanah tersebut dengan janji tukar guling. Atau istilahnya rembuk desa. Sayangnya rencana itu tidak berjalan baik. Bahkan, tanah yang dijanjikan untuk tukar guling pada tahun itu dipakai orang atas nama Jel. Artinya, tanah tersebut tidak dipakai oleh keluarganya.
Nah, tanah itu dipakai Jel. Pihak keluarga tidak kenal Jel itu siapa. Bahkan, Jel membayar tanah tersebut (sewa) ke pemerintah. Sementara tanah kami dipakai pemerintah. Oleh karenanya, Bullah, kakeknya mengusut tanah tersebut. “Kalau tanah itu tidak bermasalah, tidak mungkin Bullah, almarhum kakek, paman, hingga sekarang, terus mengurusi tanah tersebut,” katanya.
Barulah karena polemik yang berkepanjangan tersebut, tanah bengkok itu diberikanya pada tahun 2010. “Jadi, karena kami sudah tak punya apa-apa, akhirnya tanah tersebut diberikan dan kami tanami,” terangnya. Selanjutnya, pada 2015 Januari, Arik mengaku pemerintah akan membayar tanahnya dengan alasan sertifikat diserahkan. Oleh sebab itu, sekitar pukul 10.00 pagi dia menyerahkan sertifikat tersebut.
“Tapi pihak pemerintah bilang uangnya nanti pukul 15.00. Setelah ditunggu pukul 15.00, katanya tiga hari lagi. Terus tiga bulan lagi. Bahkan, sampai sekarang. Katanya di notaris, ke notaris katanya di pemerintah. Saya capek, sudah 19 tahun ngurusi. Dan, biayanya juga tidak sedikit. Baru ketika ada aksi, dirapatkan,” terangnya. Saat ini pihaknya hanya minta kejelasan. Dia berharap jika memang mau dibeli, segera dibayar. Jika tidak, dia hanya ingin memiliki hak keluarga.
Walikota Probolinggo Hadi Zainal Abidin berjanji akan menyelesaikan masalah pematokan tanah kantor Kelurahan Triwung Lor dan SDN Triwung Lor III yang dilakukan ahli waris tanah. Hanya, belum diketahui wujud penyelesaian masalah itu. Pemkot masih menunggu reaksi dan permintaan ahli waris.
Menurutnya, pemkot akan terus mengikuti perkembangan kasus pematokan tanah dengan tulisan “Tanah SHM Dijual, Hubungi Nomor…” itu. Kasus tersebut sudah lama terjadi, yaitu sejak kepemimpinan Walikota HM Buchori dilanjut Walik Hj Rukmini. Dan kasus itu mencuat lagi saat ini. Pihak ahli waris menagih uang ganti rugi yang dijanjikan pemkot sebesar Rp 4,7 miliar. “Kasus lama. Sejak saya masih belum menjadi walikota,” tandas Walikota.
Lahan yang saat ini diatasnya berdiri kantor kelurahan, SDN dan TK itu sudah ditukar guling dengan tanah milik pemkot tahun 1974. Dengan demikian, pemkot tidak perlu memberi ganti rugi atas tanah yang diakui bersertifikat atas nama Bullah tersebut. “Sudah lama tukar gulingnya. Lalu di mana tanah pemkot yang ditukar guling, masih kami telusuri,” kata Walikota.
Lahan itu kan sudah ditukar guling. Masak masih diganti rugi. Kan pemkot membeli tanahnya sendiri. Ini yang tidak boleh, sehingga sampai sekarang tidak dibayar. Bahwa ahli waris akan menggugat pemkot, Walikota Hadi berpendapat hal itu akan lebih baik,” tambahnya.(Wap)

Tags: