Warga Penghuni Surat Ijo Surabaya Tuntut Revisi Perda No 3 Tahun 2016

Puluhan warga yang menamakan diri Pejuang Surat Ijo kembali mendatangi gedung DPRD Surabaya menuntut revisi Perda No 3 Tahun 2016 tentang Pelepasan Surat Ijo, Rabu (15/11). [gatot/bhirawa]

DPRD Surabaya, Bhirawa
Puluhan warga yang menamakan diri Pejuang Surat Ijo kembali mendatangi gedung DPRD Surabaya menuntut revisi Perda No 3 Tahun 2016 tentang Pelepasan Surat Ijo, Rabu (15/11).
Dalam Perda tersebut, aturan tentang nilai yang harus dibayar warga berdasarkan NJOP dianggap memberatkan dan terlalu tinggi. Karena itu, hingga saat ini warga yang ingin memiliki tanah tersebut masih kesulitan karena dianggap biaya yang dikeluarkan terlalu besar.
Selain ingin menemui perwakilan anggota dewan, warga juga meneriakkan tuntutanya melalui orasi dan sejumlah poster yang berisi permintaan agar pembebasan surat ijo tidak memberatkan rakyat yang sudah menempati lahan tersebut puluhan tahun.
“Kalau sesuai harga pasaran kita sih mau saja. Tapi kalau sesuai dengan harga NJOP ya tidak mampu. Padahal kita sudah menempati tanah tersebut puluhan tahun,” kata Suwarni, warga Tambak Laban Simokerto yang ikut mendatangi DPRD Surabaya.
Warga lainnya, Rini Susanti mengungkapkan saat ini dia menempati tanah berstatus surat ijo di wilayah Dukuh Kupang. Saat harus membayar retribusi ganda di antaranya PBB dan sewa ke Pemkot Surabaya, dia mengaku kondisi ini sangat memberatkan.
“Dulu waktu kampanye janji membebaskan surat ijo, tapi nyatanya sampai sekarang warga masih kesulitan untuk mewujudkan. Mana janjinya sampai sekarang tidak jelas,” katanya.
Sementara itu, Ketua Komisi A DPRD Surabaya Herlina Harsono Njoto mengaku hingga saat ini lembaga legislatif tetap berusaha untuk memperjuangkan pelepasan surat ijo. Bahkan, dirinya menyebutkan terbentuknya Perda tersebut sebagai payung hukum untuk pembebasan lahan surat ijo agar bisa dimiliki warga.
“Tentunya harus duduk bersama dan perubahan perda bukan hanya produk di legislatif, tapi bisa juga inisiatif Pemkot Surabaya. Tentunya harus ada kajian untuk perubahan perda agar sesuai dengan hukum yang berlaku,” ujar politisi Partai Demokrat ini.
Sebelumnya, Pemkot Surabaya melalui Kepala Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah (DPBT) Surabaya Maria Theresia Rahayu menyebutkan saat ini warga Surabaya sudah bisa mengesahkan lahan surat ijo perumahan menjadi penggunaan rumah tinggal atau hak milik. Tapi dengan catatan tanah atau lahan dengan surat ijo tidak masuk dalam rencana pembangunan yang dilaksanakan Pemkot Surabaya.
Ada pun subjek pelepasan adalah pemegang surat ijo yang ber-KTP Surabaya. Sementara, syarat yang harus dipenuhi untuk mengajukan permohonan pelepasan antara lain, peruntukan Izin Pemakaian Tanah (IPT) adalah perumahan dengan penggunaan untuk rumah tinggal.
“Pemohon merupakan pemegang IPT selama 20 tahun berturut-turut, serta IPT masih berlaku,” kata Kepala DPBT Maria Theresia Rahayu.
Selain itu, luas lahan yang ingin dilepas berukuran maksimal 250 meter persegi. Pemohon hanya bisa melepaskan satu persil.
“Warga bisa mengajukan permohonan pelepasan tanah kepada Wali Kota Surabaya melalui Kepala DPBT dengan dilampiri KTP, fotokopi IPT, bukti pembayaran retribusi IPT terakhir serta surat pernyataan kesanggupan membayar segala biaya yang timbul akibat adanya permohonan pelepasan hak,” ungkap dia. [gat]

Tags: