Warga Stren Kali Ingin Renovasi Bukan Relokasi

surabaya_streng-kali-semampir

surabaya_streng-kali-semampir

(Janji Demo Besar-besaran 25-27 Juli)
Surabaya, Bhirawa
Ratusan warga pemukiman stren kali, tepatnya di tangkis sungai Terusan Kali Surabaya mengaku kecewa ke Pemkot, terutama Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini. Mereka merasa dikibuli alias ditipu pemimpin kota terkait renovasi perkampungan di bantaran sungai, sebagaimana janji yang disampaikan saat kampanye pencalonan Risma untuk periode kedua.
Setelah Risma dilantik, Pemkot justru hendak menggusur keberadaan sekitar 300-an jiwa dari 135 kepala keluarga yang menempati sekitar 140 bangunan di stren kali. Tepatnya di sisi selatan Jalan Medokan Semampir Indah, RT 03, 04, 05/RW VIII, Kelurahan Medokan Semampir, Kecamatan Sukolilo.
Warga yang mengatasnamakan Rakyat Medokan Semampir Bersatu (Ramesembu) berencana unjukrasa besar-besaran, antara 25-27 Juli 2016. Ada beberapa titik aksi, yakni depan Patung Gubernur Suryo, seberang Gedung Negara Grahadi Jalan Gubernur Suryo dan Balai Kota.
“November 2015, Bu Risma datang ke perkampungan stren kali sini (Medokan Semampir) untuk kampanye periode dua. Saat itu dia (Risma) minta warga menyusun konsep renovasi rumah dan kampung,” tutur juru bicara warga Budi Santoso, kemarin.
Budi yang tinggal di tangkis Medokan Semampir, RT 03/RW VIII ini mengaku sejak saat itu warga membuat konsep perkampungan bantaran sungai. Di antaranya, Maju, Madep, Munggah (3M). “Bangunan kami majukan, rumah menghadap sungai agar warga ikut menjaga sungai, dan bangunan rumah dinaikkan atau tingkat,” papar Budi.
Disaat konsep renovasi sekaligus revitalisasi perkampungan bantaran kelar dibuat, pemkot berniat menggusur ratusan warga tersebut. Renovasi dan revitalisasi tetap dikedepankan warga. Bukan penggusuran sebagaimana yang dikehendaki Pemkot. Warga punya rumah, tidak sewa, apalagi kontrak. Namun oleh pemkot akan dipindahkan ke rumah susun sederhana sewa (Rusunawa) di Sumurwelut Lakarsantri, dan Oso Wilangon Benowo. Warga menilai ‘syahwat’ pemkot untuk menggusur sulit dinalar.
Warga, dari semula menempati rumahnya sendiri, harus bayar sewa rusun. Belum lagi harus memindahkan sekolah anak, mengurus dokumen identitas dan lainnya yang tidak luput dari biaya besar.
Warga menilai keinginan pemkot menggusur tidaklah kuat. Alasannya, pemkot sebatas memerintahkan Kecamatan Sukolilo untuk menemui warga. Di sisi lain, pemkot tidak melibatkan Lantamal, Dinas PU Pengairan Pemprov Jatim, Balai Besar Wilayah Sungai Brantas, Perum Jasa Tirta, Badan Pertanahan, Dinas Tata Kota dan Tata Ruang, Bagian Hukum, dan Bagian Pemerintahan Pemkot Surabaya.
Disisi lain, antara Pemkot dan DPRD Surabaya berikut pihak lain yang berwenang atas aliran sungai sepakat memberlakukan status quo sejak 25 Maret 2002. Ini sebagaimana surat kesepakatan yang dibuat Komisi A DPRD Surabaya, saat itu 25 Maret 2002.
“Keberadaan warga di sini tidak liar. Ada yang sejak tahun 1946 tinggal dan diteruskan ahli warisnya. Ada warga yang dipindah dan ditempatkan Lantamal, setelah sebelumnya terdampak pendataan asset TNI AL. Selain itu, ada buktibahwa lahan perkampungan ini milik perorangan, bukan bantaran sungai yang dikuatkan surat petok. Ini menjadi dasar terbitnya Surat Pajak Terutang (SPT) Pajak Bumi dan Bangunan,” rincinya.
Budi ingin banyak pihak dilibatkan untuk membuat tahu semua bahwa menyangkut sungai dan bantarannya tidak sebatas pemkot yang berwenang. Ada pihak provinsi, Badan Pertanahan dan lainnya. Pemprov, dalam hal ini gubernur wajib dilibatkan terkait keberadaan perda Jatim Nomor 9/2007 tentang Stren Kali.
Relokasi tidak semudah renovasi. Warga yang tergabung dalam Ramesembu itu mengkaji sekaligus membandingkan antara renovasi dengan relokasi kampung. Dari sisi biaya renovasi lebih murah, warga bisa swadaya.
Renovasi membuat hubungan sosial antar warga tetap terjaga, termasuk warga non stren yang masuk areal kelurahan yang sama. Relokasi membuat hubungan social tercaput dan hilang. Segi pendidikan anak akan terjaga jika renovasi diterapkan. Mata pencaharian warga tetap terjaga. Sebaliknya, relokasi membuat anak harus mencari sekolah baru dan warga kehilangan mata pencaharian sekitar kampung yang kini ditempati.
“Warga juga menghitung nilai kerugian nominal jika relokasi dilakukan. Jumlahnya luar biasa,” sebut Budi. Sebagaimana data Ramesembu, nilai nominal kerugian warga yang ditimbulkan mencapai sekitar Rp286 miliar lebih. Kerugian itu muncul dari nilai aset bangunan, tanah, infrastruktur yang dibangun secara swadaya, asset pendapatan dan lainnya. Belum termasuk asset infrastruktur lain yang sudah dibangun pemerintah; saluran listrik, telepon, air bersih dan lainnya.
Ramesembu menilai pemkot melalui Kecamatan Sukolilo berupaya memecahbelah warga. Dalam beberapa undangan rapat menyebutkan bahwa undangan ditujukan ke warga yang bersedia direlokasi. Faktanya warga tidak merespon. Disisi lain, warga menilai pihak kecamatan mengintimidasi warga.
“Dalam salah satu undangan menyebutkan acara sosialisasi, faktanya warga ditekan dan diintimidasi kecamatan supaya pindah dalam waktu sebulan sejak 28 April 2016. Warga mengabaikan intimidasi itu,” sebut Budi.
Warga lain stren kali di Medokan Semampir, Abdul Rohman Solihin menambahkan, banyak kejanggalan dari upaya pemkot mengosongkan pemukiman. “Hari minggu, petugas pemkot menemui warga mengenakan seragam. Itu kan hari libur. Sejak adanya rencana gusuran, banyak warga sakit, ada yang terkena stroke, terutama yang sudah tua,” tutur Rohman, warga RT 03/RW VIII.
Rohman mempertanyakan sikap pemkot yang tidak menggusur bangunan hotel di stren kali di wilayah Kedurus Karangpilang, serta rencana pembangunan lapangan futsal. “Warga menduga-duga jangan-jangan rencana gusuran ini ada kaitannya dengan pengembang sekitar sini (kampung). Bisa jadi ada yang menilai kampung ini mengganggu pemandangan dan membuat harga jual properti tidak mahal,” Rohman menyampaikan tengara-tengara warga. (geh)

Tags: