Warga Surabaya Paling Banyak Nunggak Pajak

Warga saat membayar pajak kendaraan di Drive Thru Samsat salah satu area Jatim. Hingga Juli 2014, Dipenda Jatim baru bisa mencairkan tunggakan sebesar Rp 629 miliar dari total tunggakan Rp 1 triliun.

Warga saat membayar pajak kendaraan di Drive Thru Samsat salah satu area Jatim. Hingga Juli 2014, Dipenda Jatim baru bisa mencairkan tunggakan sebesar Rp 629 miliar dari total tunggakan Rp 1 triliun.

Surabaya, Bhirawa
Tunggakan pajak yang belum bisa  dicairkan Dinas Pendapatan Daerah (Dipenda) Jatim pada APBD 2014 cukup besar, mencapai Rp1 triliun lebih. Dari jumlah itu, Kota Surabaya mendominasi tunggakan.
Kepala Dipenda Jatim Bobby S mengatakan tunggakan itu belum bisa ditagih karena beragam faktor. Di antaranya, kendaraan rusak, hilang, dan pindah domisili. Untuk objek seperti ini, pihaknya sulit mendeteksi. “Kami juga kesulitan menggunakan upaya paksa untuk memenuhi target piutang tertagih,” tuturnya, Minggu (10/8).
Ditambahkannya jika dari total tunggakan yang ada, paling besar disumbang dari Kota Surabaya hampir mencapai  60 persen dari total tunggakan yang ada. Mengingat di Surabaya memiliki jumlah wajib pajak cukup besar dibanding daerah lain di Jatim. Meski demikian dari kerja keras Dipenda Jatim, hingga Juli 2014 ini mampu melakukan penagihan hingga Rp 629 miliar dari total tunggakan sebesar Rp 1 triliun. Sedang piutang yang belum tertagih sebesar Rp 438 miliar.
“Yang pasti karyawan kita telah melakukan segala cara dalam melakukan penagihan. Mulai dari jemput bola hingga pendekatan kepada wajib pajak. Dan Alhamdulillah pada Juli 2014 ini kita sudah mencairkan sebesar Rp 269 miliar atau total 57persen dari dana yang sudah tertagih, sebesar Rp 629 miliar. Yang jelas sampai  Desember 2014, kami optimistis dapat menagih dari sisa yang ada sekitar Rp 269 miliar,”katanya, Minggu (10/8).
Lebih lanjut diakui mantan Kabiro Umum Setdaprov Jatim ini jika apa yang dilakukan oleh bawahannya perlu diacungi jempol. Sebab mereka tidak mengenal lelah untuk menagih piutang. Pasalnya, untuk di wilayah di luar Surabaya, wajib pajak yang melakukan tunggakan domilisinya kadang jauh dan terpencil.  Bahkan para petugas harus rela melewati hutan atau tempat yang berkelok-kelok seperti yang ada di Banyuwangi. Begitu pula dengan di Surabaya, para petugas dituntut sabar karena wajib pajak jarang ada di rumah karena bekerja atau memang sengaja tidak menemui petugas pajak.
“Kalau sudah begini maka kami harus ekstra sabar. Yang panting seluruh tunggakan yang ada dapat tertagih. Dan kami bersyukur untuk Surabaya tidak kurang dari Rp 54 juta per bulannya untuk satu petugas dapat tertagih,”lanjut Bobby dengan nada bangga.
Namun terlepas dari itu semua, pihaknya bangga karena sistem yang dilakukan oleh Dipenda Jatim dijadikan contoh oleh provinsi lain di Jatim. Ini tak lepas dari penilaian Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang memberikan apresiasi kepada Dipenda Jatim karena langsung memasukkan tunggakan jika wajib pajak pada H+1 tidak mampu melunasi tunggakannya.
Terpisah, Ketua Komisi C DPRD Jatim Thoriqul Haq terus memberikan dukungan kepada Dipenda Jatim dalam menyelesaikan tunggakan yang ada. Artinya Dipenda terus melakukan terobosan agar tunggakan yang ada mampu tertagih. Apalagi Dipenda menyumbangkan PAD yang sangat besar dibanding dinas lainnya di Jatim.
“Karena itu kami terus mendukung langkah Dipenda agar tunggakan yang ada dapat ditekan. Dengan begitu APBD Jatim tidak terbebani,”tegas politisi asal PKB Jatim ini.
Ketua Fraksi Partai Demokrat DPRD Jatim Achmad Iskandar mengaku khawatir dengan besarnya tunggakan pajak ini. Sebab, selama ini PAD Jatim banyak bertumpu di sektor pajak, terutama Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB). “Problem seperti ini harus segera dicarikan solusi. Dengan begitu, PAD Jatim tidak semakin drop. Misalnya dengan mendata serta menagih sejumlah kendaraan yang melakukan tunggakan lewat cara jemput bola,” katanya.
Selain itu, perlu ada koordinasi antara Pemprov Jatim dan pihak kepolisian terkait semakin meningkatnya jumlah kendaraan yang ada di jalan raya.  Bagi Iskandar, PAD penting karena menjadi penyokong utama kekuatan APBD. “Bila kekuatan APBD besar, tentu banyak program pembangunan yang bisa dinikmati masyarakat,” ujar anggota Badan Anggaran (Banggar) ini.
Iskandar menjelaskan kekuatan APBD Jatim 2015 memang diprediksi naik hingga 15% dari semula Rp 16 triliun. Kendati demikian, jumlah tersebut masih terbilang terbatas, mengingat kebutuhan anggaran cukup besar. Apalagi, tahun ini muncul kebijakan pemerintah pusat mengenai penghapusan subsidi bahan bakar solar. “Ini tentu akan berpengaruh besar pada kebutuhan masyarakat. Mau tidak mau, intervensi Pemprov Jatim juga akan berubah,” katanya. [cty]

Tags: