Warga Tengger Melarung Hasil Bumi ke Kawah Bromo pada Yadnya Kasada

Warga Suku Tengger saat melarung hasil bumi ke kawah Gunung Bromo pada perayaan Yadnya Kasada 1945 Saka.

Probolinggo, Bhirawa
Warga Suku Tengger berbondong-bondong menuju ke Pura Luhur Poten atau Sanggar Agung Poten, yang berada di kaki Gunung Bromo dengan membawa hasil bumi dan melarung hasil buminya, ke kawah Bromo pada puncak perayaan Yadnya Kasada 1945 Saka, Senin (5/6).

Seluruh warga Tengger yang berasal dari berbagai wilayah itu berkumpul di Pura Luhur Poten dan lokasi itu sering dijadikan tempat berkumpulnya warga umat Hindu untuk bersembahyang sekaligus pembacaan mantra-mantra yang dimulai pada Senin pukul 3.00 WIB di lautan pasir (kaldera) Gunung Bromo, Kabupaten Probolinggo.

“Proses pelaksanaan dimulai dari sembahyang dan doa-doa di Pura Luhur Poten Gunung Bromo hingga kegiatan larung sesaji itu telah berjalan dengan baik dan lancar,” kata Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kabupaten Probolinggo, Bambang Suprapto di Probolinggo.

Upacara ritual Yadnya Kasada di Pura Luhur Poten dari empat daerah di kaki kawasan Gunung Bromo itu telah mengikuti berbagai macam rangkaian yang diawali dengan pembacaan kidung religi diiringi gamelan, menyucikan tempat persembahyangan, pembacaan kitab suci Weda, pembacaan sejarah Kasada serta perkawinan Rara Anteng dan Jaka Seger.

“Terdapat ritual adat Nglukat umat Hindu yakni membagikan bija yang ditempelkan pada bagian wajah. Memberikan wewangian di sebelah kanan sekaligus pembakaran dupa dan memercikkan air suci,” katanya.

Untuk sembahyang dipimpin oleh pinandhita yang dibantu oleh para pemuka agama. Di tengah-tengah prosesi ritual itu ada prosesi pemilihan calon Dukun Adat yang menggantikan dukun sebelumnya.

Masyarakat Tengger yang berasal dari Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Pasuruan dan Kabupaten Malang melakukan kegiatan selanjutnya yaitu kegiatan lelabuhan sesajen atau dikenal dengan larung sesaji yang berangkat dari Pura Luhur Poten menuju kawah Gunung Bromo dengan membawa sesajen berupa hasil bumi seperti hasil pertanian dan hewan ternak.

“Itu sebagai wujud ungkapan rasa syukur dan penghormatan untuk para leluhur karena telah memberikan kesejahteraan bagi masyarakat Tengger,” katanya.

Larung sesaji yang sudah dilakukan sejak dahulu oleh para leluhur masyarakat Tengger berupa hasil pertanian dan hewan ternak sebagai wujud syukur karena Tuhan telah melimpahkan hasil bumi yang sudah dirasakan itu, serta merupakan penggenapan janji warga Tengger kepada Joko Seger dan Roro Anteng.

“Sebagaimana yang sudah dikisahkan yakni Roro Anteng yang telah mengorbankan putranya bernama Kesuma untuk dilarung ke kawah Gunung Bromo,” ujarnya.

Setelah melaksanakan ritual larung sesaji itu, masih ada kegiatan terakhir yang dilakukan oleh masyarakat Tengger yaitu kegiatan selamatan di masing-masing desa yang dipimpin langsung oleh dukun adatnya masing-masing.

Sementara Ketua Dukun Paruman Tengger Sutomo mengatakan prosesi ritual itu telah berjalan dengan khidmat dan para warga Tengger dengan membawa ongkek dari rancangan bambu yang berisikan hasil bumi telah berdatangan pada Senin dini hari dan untuk prosesi selanjutnya pemaparan kisah Yadnya Kasada dimulai pada pukul 03.00 WIB.

Selama rangkaian Yadnya Kasada yang digelar masyarakat Suku Tengger, kawasan objek wisata Gunung Bromo ditutup untuk masyarakat umum selama tiga hari sejak Sabtu (3/6) hingga Senin (5/6) untuk menghormati upacara ritual tersebut. [ant.iib]

Tags: