Warning, Banyak TKA Semakin Rawan HIV/AIDS

Pasien-HIV-mendapatkan-pemantauan-dari-tenaga-medis-dan-dokter.

Pasien-HIV-mendapatkan-pemantauan-dari-tenaga-medis-dan-dokter.

(Jatim Tertinggi HIV/AIDS)
Surabaya, Bhirawa
Daerah dengan sebaran Tenaga Kerja Asing (TKA) tinggi ternyata menjadi wilayah dengan angka penderita HIV/AIDS relative besar. Legislative meminta pemerintah untuk melakukan pengawasan terutama mengenai data kesehatan bagi TKA yang bekerja di Jawa Timur.
Data Dinas Kesehatan tentang sebaran penyakit HIV/AIDS seperti disampaikan Kepala Dinkes Jatim dr Kohar Hari Santoso menyyebut Kabupaten Pasuruan tertinggi kasus HIV disusul oleh Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Blitar, Kabupaten Jember dan Kota Surabaya.
Untuk Kabupaten Pasuruan 578 kasus, Kabupaten Banyuwangi 425 kasus, Kabupaten Blitar 397 kasus, Kabupaten Jember 302 kasus dan Kota Surabaya 255 kasus. Tingginya kasus di lapangan menunjukkan kinerja Dinkes kabupaten/kota dan survelen bekerja dengan maksimal.
Dari data tersebut sebanyak 3.729 orang pengidap virus AIDS dinyatakan meninggal di Jatim. Data Dinkes Jatim hingga September 2016 menyebutkan, orang dengan HIV sebanyak 36.861 kasus (64 persen) dan orang yang masuk AIDS mencapai 17.394 kasus (48.8 pesen).
”Bukan berarti daerah dengan jumlah kasus HIV tertinggi menjadi daerah yang tidak sehat, melainkan tenaga kesehatan dan survelen yang ada di daerah tersebut aktif dan giat dalam mencari penderita HIV,” ucapnya.
Bila data ini diperbandingkan dengan data sebaran TKA dari Disnakertransduk Jawa Timur ternyyata berbanding lurus dengan tingkat sebaran HIV/AIDS. Data Disnakertranduk menyebut dari 1.434 orang Tenaga kerja asing di Jatim, paling banyak bekerja di perusahaan yang ada di Surabaya yang mencapai 515 orang atau hampir 36 persen.
Setelah itu disusul Sidoarjo 306 orang, Kabupaten Mojokerto 242 orang, Gresik 93 orang, Kota Malang 61 orang, Kabupaten Pasuruan 48 orang, Jombang 39 orang, Jember 33 orang, Kota Pasuruan 17 orang, Lamongan 15 orang, Kabupaten Malang 12 orang, dan Kabupaten Kediri 10 orang.
Terkait kondisi ini, anggota Komisi E bidang Kesra DPRD Jawa Timur, Mochamad Eksan. berharap pemerintah provinsi dengan pihak terkait melakukan pengawasan melekat kepada tenaga kerja asing (TKA) yang masuk ke Jawa Timur.
“Selama ini pemerintah hanya memeriksa dokumen para TKA. Padahal bisa jadi mereka membawa penyakit dari negara asalnya. Karena itu, pemeriksaan kesehatan terhadap TKA mutlak dilakukan. Hanya mereka yang sehat yang boleh masuk ke Jatim,” tegas politisi NasDem itu, Kamis (1/12).
Anggota Dewan asal daerah pemilihan Jember dan Lumajang ini mengaku heran dengan tingginya angka penderita HIV/AIDS di Jatim. Padahal saat ini Jatim adalah provinsi bebas prostitusi pasca ditutupnya seluruh lokalisasi yang ada di provinsi yang terletak di paling Timur Pulau Jawa tersebut.
Apa lagi, lanjutnya, tren penderita HIV/AIDS tidak lagi diidap oleh kalangan yang rentan terhadap HIV/AIDS seperti pekerja seks komersial (PSK) atau LGBT. Tapi justru penderita HIV/AIDS banyak menjangkit kalangan ibu rumah tangga.
Memang data Dinkes Jatim juga menunjukkan sampai saat ini jumlah penderita HIV/AIDS banyak didominasi oleh laki-laki. Untuk laki-laki jumlah kasusnya mencapai 8.783 kasus, sedangkan wanita sebesar 5.415 kasus.
Sedangkan untuk kasus penularannya didominasi oleh heteroseksual sebanyak 79.62 persen, napsa sebanyak 10.74 persen, homoseksual sebanyak 4,06 persen, prenatal sebanyak 3.75 persen dan biseks sebanyak 0.81 persen.
Karena itu, Eksan mensinyalir ada faktor lain yang menyebabkan penyebaran HIV/AIDS semakin masif dan meluas di Jatim. Karena itu, pihaknya mengimbau pemprov Jatim mulai mengawasi keberadaan orang asing, baik yang sudah berada di Jatim maupun mereka yang akan masuk ke Jawa Timur. Terlebih mereka yang tinggal untuk waktu yang lama atau berkala seperti TKA.
“Perilaku TKA yang masuk ke Jatim itu harus diawasi. Jangan sampai mereka melakukan praktek seks bebas atau kawin kontrak kepada para wanita lokal. Hal itu tentu sangat berisiko terhadap penularan virus HIV/AIDS,” tandas Eksan.
Layanan Terpadu
Terkait layanan kesehatanbagi penderita HIV/AIDS, Kadinkes Jatim, dr Kohar hari Santoso menyatakan
untuk mengatasi masalah HIV/AIDS di lapangan pihaknya telah melakukan berbagai upaya seperti membuka pelayanan VCT (Voluntary Counseling and Testing) dan layanan PTRM (Program Terapi Rumatan Metadon) di seluruh puskesmas di 38 Kab/Kota se-Jatim.
Selain itu Dinkes juga telah menyediakan klinik perawatan, dukungan dan pengobatan (PDP) 50Rumah sakit, Klinik LASS (jarum steril) 19 UPK, klinik IMS 202 UPK, klinik methadone 9 klinik, dan klinik PPIA 12 klinik.
Sedangkan untuk melakukan pencegahan, diagnosis dan pengobatan. Dinkes telah menyiapkan Obat Anti Retrovirus (ARV): Duviral, Neviral, Zidovudin, Nevirapin, Evafirens dan FDC (Fixed Dose Combination yang terdiri dari tenofofir, Lamifudin dan Evafiren) diberikan secara gratis kepada para pasien HIV/AIDS.
‘Yang tidak kalah pentingnya adalah melakukan revisi Perda HIV Jatim no 4 Tahun 2014 tentang penganggulangan HIV /AIDS di Jatim,” ucapnya.
Sementara Koordinator Unit Perawatan Intermediet dan Penyakit Infeksi (UPIPI) RSUD dr. Soetomo Surabaya Erwin Astha Triyono mengaku, sebenarnya HIV/AIDS itu bisa dicegah dan diobati. Walaupun tidak 100 persen penyakit sembuh dan 100 persenbisa kembali seperti orang normal. Tapi HIV/AIDS bisa diobati dan mengembalikan kualitas hidup ODHA seperti orang normal.
Di mana seseorang yang merasa berpotensi terkena HIV/AIDS segera melakukan konseling dan pemeriksaan untuk memastikan kondisinya. Jika positif secara rutin dan teratur menjalani pemeriksaan dan mengkonsumsi obat, yaitu anti retro viral (ARV) lama kelamaan virus didalam tubuh mereka akan mati dan mengembalikan kekebalan mereka seperti orang normal. Ini salah satu bukti bahwa HIV bisa diobati.
“Sebenarnya penyakit HIV/AIDS tidak jauh berbeda dengan penyakit diabetes melitus, dimana penderitanya harus mengkonsumsi obat seumur hidup untuk meningkatkan kualitas hidup mereka,” terang Erwin.
Terkait pencegahan dini penyebaran HIV./AIDS, anggota Komisi E DPRD Jatim, Mochamad Eksan. menilai Jatim sudah dalam status lampu kuning terhadap penyebaran penyakit HIV/AIDS. Karena itu langkah-langkah tepat haarus dilakukan oleh pemerintah, diantaranya melakukan sosialisasi terhadap bahaya dan pencegahan terhadap virus HIV/AIDS.
Eksan mengusulkan agar sosialisasi dilakukan sejak dini dengan memasukan materi kampanye pencegahan HIV/AIDS dalam kurikulum di sekolah. Dengan begitu, anak-anak di Jatim tahu sejak dini bahaya virus HIV/AIDS dan cara penularannya. Sehingga mereka akan sejak awal melakukan hidup sehat dan menjauhi seks bebas saat menginjak usia remaja.
“Saya kira sudah saatnya materi kampanye penanggulangan HIV/AIDS masuk dalam kurikulum. Dan Jatim bisa mempeloporinya dalam muatan materi lokal,” pungkas Ketua Bidang Agama dan Masyarakat Adat DPW Partai Nasdem Jatim ini. [cty.dna.gat]

Tags: