Wisman Belanda Kagumi Candi Singhasari

Sejumlah wisatawan asal Belanda kagum dengan arca yang ada di candi Singhasari (supriyanto/bhirawa)

Sejumlah wisatawan asal Belanda kagum dengan arca yang ada di candi Singhasari (supriyanto/bhirawa)

Kab.Malang, Bhirawa
Salah satu wisata sejarah  yang dimiliki Malang adalah Candi Singhasari yang terletak di Desa Candirenggo, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang. Pertama kali ditemukan pada abad 18, candi ini disebut Candi Menara oleh orang Belanda. Seorang ahli purbakala dari Eropa menyebutnya Candi Cella, karena candi ini memiliki 4 celah pada dindingnya. Masyarakat sekitar sempat menyebut candi ini dengan Candi Cungkup. Tapi pada akhirnya candi ini terkenal dengan nama Candi Singhasari sampai sekarang.
Keunikan Candi Singhasari ini terletak dalam cara pembuatannya yaitu dengan menumpuk batu andesit hingga ketinggian tertentu, selanjutnya diteruskan dengan mengukir batuan ini dari atas ke bawah. Candi yang mempunyai bentuk bujur sangkar ini merupakan warisan sejarah yang bersifat campuran Siwa-Budha. Ini dibuktikan dengan adanya beberapa arca dewa/dewi di halaman candi yang kebanyakan sudah tidak utuh lagi. Di dalam bangunan candi sendiri terdapat lingga dan yoni. Candi Singhasari mempunyai banyak ukiran, arca, serta relief. Di sebelah barat candi terdapat 2 arca Dwarapala yang menjaga komplek kerajaan. Namun sayangnya sebagian besar arca yang ditemukan di Candi Singhasari ini berada di Institut Tropika Kerajaan, Leiden, Belanda.
Dibanding Candi Borobudur dan Prambanan, candi Singhasari memang tak banyak dikunjungi wisatawan. Walau begitu banyak siswa yang diajak ke candi ini untuk mengenal peninggalan sejarah kerajaan Singosari tersebut. Bahkan saat libur lebaran, candi ini banyak dikunjungi keluarga yang sedang mudik.
“Sejak Kota Batu ramai dikunjungi wisatawan, ada lonjakan pengunjung yang sangat signifikan ke candi ini.  Dibanding hari biasa, saat libur lebaran lalu misalnya  naik sekitar 30 persen. Hal itu sesuai dengan buku tamu yang ada,” jelas penjaga candi Singhasari, Abdul Rahman.
Pria yang sudah 33 tahun menjaga Candi Singhasari itu mengatakan, bahwa untuk dua hari pertama lebaran, umumnya pengunjung yang datang adalah wisatawan sekitar Malang, di hari ketiga hingga kelima kebanyakan pengunjung adalah wisatawan luar daerah.
Yuni Mulyanti, salah satu pengunjung asal Surabaya mengatakan, bahwa wisata sejarah seperti Candi Singhasari, adalah Wisata Alternatif, khususnya bagi anaknya yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) untuk menambah wawasan.
Dia mengaku kalau sebelumnya tidak pernah ke candi. Dengan berwisata ke candi, maka ini akan menjadi bagian dari pengenalan sejarah ke anak-anaknya. Paling tidak mereka tidak hanya tahu dari buku saja. Tapi bisa melihat langsung candinya.
Yuni berpesan kepada pemerintah sebagai pengelola Candi, hendaknya di sekitar candi bisa dibangun fasilitas lain sebagai penunjang, seperti arena bermain anak-anak, supaya lebih menarik anak-anak untuk berkunjung ke Candi Singhasari.
Tak hanya itu, pemerintah juga harus memberdayakan masyarakat sekitar dengan menjual oleh-oleh wisata sebagai penunjang. Sebab kalau hanya bangunan candi seperti ini tentu kurang memiliki daya tarik bagi anak-anak dan keluarga. Tetapi kalau dilengkapi berbagai fasilitas penunjang atau terintegrasi dengan wisata lainnya tentu pengunjungnya akan bertambah. [sup]

Tags: