Waspada Bencana iklim

foto ilustrasi

Kawasan pantai selatan Jawa Timur semakin sering diterjang bencana alam hidrometeorologi (banjir dan longsor). Di sepanjang pantai Muncar di Banyuwangi hingga pantai Klayar (di Pacitan) telah dikepung banjir dan longsor. Setidaknya 6 Pemerintahan Kabupaten (Pemkab) sudah layak menetapkan status darurat bencana. Telah jatuh korban jiwa, dan puluhan desa terisolir. Sebagian telah menjadi “langganan” bencana, karena selalu berulang setiap musim hujan.

Bencana disebabkan daya dukung lingkungan yang makin merosot. Serta perubahan iklim. Terasa kemarau lebih singkat. Cuaca ekstrem harian, mulai unjuk gejala ancaman bencana. Hujan disertai angin kencang, bisa tiba-tiba menyergap kawasan lokal, saat siang menuju sore. Tak jarang, tanah di perbukitan luruh terseret aliran air. Terasa makin pedih dengan kehilangan kerabat menjadi korban jiwa dampak bencana banjir dan longsor (seperti terjadi di kawasan Malang selatan).

Di seantero nasional, bencana banjir dan longsor sudah sering mengepung berbagai daerah. Walau sebenarnya tiada bencana hidro-meteorologi yang datang tiba-tiba. Melainkan dengan tanda-tanda alam yang bisa dipahami. Namun di-abai-kan. Selalu terdapat “warning” berupa kerusakan lingkungan bertahap. Terutama keadaan kawasan hulu (perbukitan), karena alih fungsi hutan menjadi tanaman pendek (kopi, teh, cabai, dan umbi-umbian). Sedangkan tanaman tegakan tinggi sudah semakin berkurang.

Maka potensi longsor bagai tinggal tunggu waktu. Tanah longsor bisa menimpa rumah di perdesaan. Sekaligus menutup sawah ladang. Biasanya longsor terjadi pada dinihari (warga terlelap tidur) setelah hujan pada siang dan sore hari. Tanah longsor juga sering terjadi pada area wisata. Dua dekade silam, area wisata pemandian air hangat di desa Padusan, kecamatan Pacet, Mojokerto, longsor. Menimpa pengunjung yang sedang ramai berendam di kolam. Korban jiwa tercatat sebanyak 24 orang.

Area tetangga, tebing di desa Celaket, kecamatan Pacet, juga longsor pada bulan Maret (tahun 2022) lalu. Menutup jalan Trawas – Pacet. Longsor bagai datang tiap dekade. Sebelumnya, pada Pebruari 2012, tanggul kali Kromong di desa Sajen, Pacet, jebol. Korban jiwa seorang warga setempat, karena terseret arus air sungai. Area wisata milik Perhutani terhampar pada ketiggian 925 meter, menjadi salahsatu ikon wisata alam di Jawa Timur. Tetapi saat ini patut waspada pada setiap musim hujan.

Perubahan iklim (menjadi ekstrem tak terduga) memaksa seluruh negara lebih waspada bencana hidro-meteorologi. Beberapa negara telah mengalami banjir bandang. Mitigasi (dan sekolah bencana), sesungguh telah diamanatkan undang-undang (UU). Secara lex specialist, terdapat UU Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Di dalamnya terdapat amanat pencegahan bencana, termasuk mitigasi. Pada pasal 38 huruf a, diwajibkan adanya “identifikasi dan pengenalan secara pasti terhadap sumber bahaya atau ancaman bencana.”

Terdapat frasa “pengenalan secara pasti,” yang mengatur mitigasi bencana dilakukan secara tepat. Bencana hidro-meteorologi dapat diprediksi dengan tingkat presisi cukup baik. Termasuk bakal datangnya badai, dan potensi hujan lebat disertai petir. Begitu juga potensi bencana vulkanik gunung berapi. Kinerja BPPTGK (Badan Penyelidik dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi), seharusnya bisa diakses pemerintah daerah.

Bahkan UU Penanggulangan Bencana, juga meng-amanat-kan ke-siaga-an ekstra. Pada pasal 38 huruf b, dinyatakan, “kontrol terhadap penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam yang secara tiba-tiba dan/atau berangsur berpotensi menjadi sumber bahaya bencana.” Terdapat frasa kata secara tiba-tiba dan/atau berangsur, meng-isyarat-kan sistem audit dan mitigasi periodik. Pemerintah Daerah berhak menetapkan status darurat bencana.

Pemerintah Daerah juga lebih memiliki tanggungjawab (dan paham) potensi bencana alam di daerah.

——— 000 ———

Rate this article!
Waspada Bencana iklim,5 / 5 ( 1votes )
Tags: