Waspada Bencana Rutin

karikatur ilustrasi

Sampang terendam banjir, seolah-olah “boleh” terjadi rutin setiap musim hujan. Padahal ter-isoliasi-nya Sampang, seantero pulau Madura akan terdampak, karena lokasinya berada di tengah. Begitu pula kawasan ujung barat Jawa Timur (Pacitan, Ponorogo, dan Trenggalek) masih selalu terancam tanah longsor. Trauma moril, kehilangan harta dan hancurnya sarana nafkah, sudah kerap terjadi. Sampai korban jiwa anggota keluarga juga kerap dialami.
Karena itu tak boleh lena memahami pertanda datangnya bencana. Musim hujan lalu, Sampang terendam banjir besar sampai enam kali. Pemerintah (pusat dan propinsi) telah berkomitmen menanggulangi banjir Sampang. Tetapi progress-nya bagai beradu cepat dengan iklim. Diperlukan cara (dan komitmen) lebih cepat penanggulangan pada kawasan langganan banjir dan longsor.
Konon penanggulangan banjir Sampang, membutuhkan biaya Rp 1 trilyun lebih. Sudah disanggupi oleh anggota DPR-RI, khususnya dari Dapil XI (Madura), diurus bersama Kementerian PUPR. Pemerintah propinsi JawaTimur, turut “memancing”anggaran sebesar Rp 50 miliar pada P-APBD tahun 2017. Masih akan ditambah sebesarRp 360 milyar, secara multi-years (dalam beberapa tahun APBD). Sebenarnya berbagai komitmen telah cukup memadai.
Dibutuhkan kinerja lebih sistemik penanggulangan banjir yang biasa terjadi pada beberapa sungai di Jawa Timur. Terutama pembuatan kanal (dan wadah penampungan) banjir. Termasuk di dalamnya kanal sungai yang menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, yakni, sungai Bengawan Solo, dan Kali Brantas. Bengawan Solo, misalnya, berhulu di Solo, tetapi bagian terpanjang hilirnya (70%) berada di JawaTimur, bermuara akhir di laut.
Namun lima sungai lain yang menjadi tanggung jawab pemerintah provinsi juga tidak kalah miris, karena sering meluapkan air bah ke permukiman. Karena itu diperlukan anggaran dan pekerjaan besar secara multy-years, yang harus segera dimulai. Misalnya, penanganan aliran sungai Welang, yang biasa menyebabkan banjir kronis. Walau tiada hujan, sungai Welang bisa meluap karena rob (air laut meruah). Manakala, jalan negara trans Jawa Timur ke Bali, biasa macet total.
Siapa tak miris dengan banjir dan longsor, yang dapat menyergap setiap saat. Bisa menyebabkan puluhan korban jiwa. Di Ponorogo (Jawa Timur), semusim lalu (awal April 2017), longsor merenggut 60 korban jiwa. Tiga daerah ujung barat (Pacitan, Ponorogo, dan Trenggalek), menjadi prioritas perhatian BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana). Juga menjadi kawasan pengawasan seksama BPBD propinsi serta BPBD kabupaten.
Kini banjir semakin kerap menggenangi pemukiman dan areal ladang. Padahal hujan baru berjalan separuh musim, masih akan berlanjut kira-kira sampai 10 pekan lagi. Banjir dan longsor sudah terjadi di berbagai daerah. Bukan sekadar disebabkan topografi kawasan. Melainkan daya dukung lingkungan makin buruk. Sebagian karena ulah pengubahan alih fungsi lahan di kawasan resapan air (perbukitan). Namun juga bisa disebabkan “pembiaran”(kondisi) sungai yang cukup lama.
Nyaris tidak pernah dilakukan audit lingkungan terhadap bantaran sungai. Padahal jika dilakukan audit, hasilnya cukup baik, mengurangi tingkat keparahan dan sebaran banjir. Antaralain di Bojonegoro (yang dialiri sungai Bengawan Solo). Walau potensi ancaman bencana tetap tidak bisa diabaikan. Audit lingkungan, bukan sekadar pada aliran sungai. Melainkan juga terhadap infrastruktur lain. Termasuk kondisi kalaikan jalan, jembatan, plengseng sungai, dan plengseng perbukitan.
Maka seyogianya, pemerintah daerah (propinsi serta kabupaten dan kota), telah memiliki mapping kebencanaan berdasar audit kawasan terbaru (up-date). Memasuki puncak musim hujan, telah menyebabkan korban jiwa di berbagai daerah. Siaga bencana banjir (dan longsor), niscaya wajib denganmenegakkan peraturan tata-ruang. Serta memberi pelatihan masyarakat mengurangi dampak bencana.

——— 000 ———

Rate this article!
Waspada Bencana Rutin,5 / 5 ( 1votes )
Tags: