Waspada Cluster Pasar

Foto Ilustrasi

Pasar tradisional nyaris tak pernah tutup (buka setiap hari) selama masa wabah pandemi CoViD-19. Sekaligus sebagai wahana kerumunan orang yang paling sulit melaksanakan protokol kesehatan. Maka wajar kini pasar tradisional memperoleh kepedulian lebih seksama setelah dianalisis bisa menjadi kluster penyebaran wabah virus corona. Realitanya, terdapat 214 orang pedagang terjangkit CoViD-19, dan 19 tak tertolong. Pasar tradisional wajib dijaga dengan protokol “new normal” lebih ketat.
Menjaga ketenteraman pasar tradisional pada masa pandemi, sesungguhnya mandatory undang-undang. UU Kekarantinaan Kesehatan pada pasal 11 ayat (1) dinyatakan, “Penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan pada Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dilaksanakan … berdasarkan besarnya ancaman, efektivitas, dukungan sumber daya, dan teknik operasional dengan mempertimbangkan kedaulatan negara, keamanan, ekonomi, sosial, dan budaya.” Nyata-nyata secara tekstual diamanatkan mempertimbangkan kedaulatan ekonomi, sosial, dan budaya.

Penegakan hukum protokol kesehatan di pasar akan selalu melibatkan TNI dan Kepolisian, sampai pada struktur paling bawah (Koramil, dan Polsek). Pengawasan bukan sekadar pada setiap orang di pasar, melainkan juga sistem fasilitasi kesehatan lingkungan. Terutama penyediaan tempat cuci tangan dengan kucuran air, penyediaan hand-sanitizer, dan penyemprotan disinfektan. Juga spanduk warning tentang protokol kesehatan lingkungan pasar.
Belanja di pasar dapat menjadi “rekreatif” pada masa PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Yang tidak biasa berbelanja keperluan ruamh tangga, juga sering turut masuk ke pasar, sekadar mencari hiburan. Sehingga suasana pasar tradisional sangat ramai. Kerumunan orang paling kerap terjadi, terutama pada pagi hari. Mirisnya, mustahil melaksanakan jaga jarak antar-orang di pasar tradisional. Protokol kesehatan yang lain (wajib menggunakan masker) juga sering terabaikan.

Selama tiga bulan, setiap orang melaksanakan physical distancing, dengan bekerja di rumah. Namun pedagang pasar memperoleh pengecualian, boleh tetap bekerja di luar rumah. Terutama pedagang sembako, penjual sayur, dan pedagang makanan (tanpa dine-in). Kebebasan (tanpa pengawasan) protokol kesehatan di pasar tradisional, dapat menjadi kluster pe-wabah-an virus corona.

Terbukanya pasar tradisional selama PSBB sekaligus tetap sebagai penggerak perekonomian nasional melalui konsumsi rumah tangga. Urusan belanja makan, dan minum, menempati posisi sangat strategis. Karena meliputi 55% pergerakan ekonomi nasinal. Kini pasar tradisonal harus bersaing pula dengan pusat perbelanjaan, dan supermarket. Komoditas yang biasa menjadi persaingan, diantaraya, sayur, buah, daging, dan daging ayam.
Sebanyak 13.450 unit pasar tradisional (dengan skala sedang, dan kecil) tersebar di seluruh Indonesia. Menjadi arena nafkah sekitar 12 juta pedagang. Sebagian di bawahkan oleh Perusahaan Daerah (PD) yang dikelola Pemerintah Daerah (Pemda) kabupaten dan kota. Saat ini, Badan Usaha Milik Desa (BUM-Des) juga mendirikan pasar. Namun banyak pula yang tumbuh secara “alamiah,” berlokasi pada pusat permukiman. Tak jarang, pasar tradisional telah berusia puluhan tahun.

Berdasar data DPP Ikatan Pedagang pasar Indonesia (Ikappi), sampai Mei 2020, sudah sebanyak 216 pedagang pasar yang positif CoViD-19. Sebanyak 19 orang tak tertolong. Jumlah pedagang pasar yang terpapar virus corona, inherent dengan ke-endemik-an wilayah. Di Jakarta saja, terpantau lima pasar memapar 52 pedagang terjangkit CoViD-19. D Jawa Timur, terdapat 42 kasus pedagang pasar terpapar CoViD-19. Terbanyak di Surabaya (22 kasus), 5 pasar tradisional, dan 2 pasar grosir ditutup.

Maka Pemda (bersama TNI dan Polri) seyogianya menegakkan protokol yang sama ketat dengan PSBB. Misalnya, yang tidak menggunakan masker akan ditolak masuk pasar. CoViD-19 di pasar tradisional, sebenarnya bagai “bara dalam sekam.” Tidak terlihat namun berpotensi bencana besar.

——— 000 ———

Rate this article!
Waspada Cluster Pasar,5 / 5 ( 1votes )
Tags: