Waspada DBD

Kasus supect demam berdarah mulai nampak mewabah seiring musim hujan. Genangan air menjadi tempat kembang biak nyamuk aedes aegepty. Selama tiga pekan awal tahun (2020) ini, tercatat telah sebanyak 100 kasus ditemukan, tersebar di enam propinsi. Terutama di Jawa Barat, Jambi dan Bali. Sudah terdapat korban meninggal. Sehingga perlu peningkatan kewaspadaan masyarakat, terutama kebersihan lingkungan.
Hujan belum memasuki puncak musim, tetapi aliran banjir telah menggenangi area permukiman. Banjir juga membawa sampah dari drainase yang dangkal dan kotor. Sehingga lingkungan tempat tinggal tidak sehat. Siang hari banyak lalat, sedangkan pada malam hari terasa lebih banyak nyamuk. Kondisi itu menyebabkan lingkungna tidak sehat, menyebabkan penyebaran demam berdarah dengue (DBD) dan tipus.
Puskesmas, dan RSUD milik kabupaten dan kota, diharapkan tidak menutupi kasus demam berdarah. Bahkan undang-undang (UU) memerintahkan setiap orang segera melaporkan kejadian terjangkitnya penyakit menular. Termasuk demam berdarah. “Keterbukaan” kasus demam berdarah sangat penting, berkait dengan status Kejadian Luar Biasa (KLB). Secara lex specialist, telah terdapat UU Nomor 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular.
Walau UU terasa “sangat tua” namun masih menjadi satu-satunya regulasi penanggulangan wabah penyakit. Diantaranya, pada pasal 11 ayat (1), menyatakan “Barang siapa yang mempunyai tanggung jawab dalam lingkungan tertentu yang mengetahui adanya penderita atau tersangka penderita penyakit …, wajib melaporkan kepada Kepala Desa atau Lurah dan/atau Kepala Unit Kesehatan terdekat dalam waktu secepatnya.”
Wabah, lazimnya sebagai kondisi ke-parah-an, yang didahului status KLB sebagai antisipasi. Juga telah terdapat UU Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Tetapi di dalam kedua UU tidak diatur kriteria KLB. Satu-satunya payung hukum KLB, hanya berupa Keputusan Dirjen Nomor 451 tahun 1991 tentang Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan KLB. Salahsatu kriteria, adalah, peningkatan kejadian penyakit dan atau kematian sebanyak dua kali lipat atau lebih.
Maka kasus demam berdarah dengue (DBD) tahun 2020, dapat dinyatakan KLB manakala jumlahnya mencapai dua kali dibanding tahun 2019. Yakni, sebanyak 220 ribu kasus. Kriteria itu niscaya dapat menghambat pencegahan penyakit menular. Sangat tidak elok situasi KLB “di-pagu” dengan kelipatan dua kali. Seharusnya lebih ditekan dengan kriteria separuh dibanding periode sebelumnya. Pemerintah berkewajiban mengupayakan sistem kewaspadaan dini, terutama tindakan kesehatan terhadap pasien.
KLB penyakit menular yang dipagu dua kali lipat, dapat digolongkan melanggar HAM (Hak Asasi Manusia). Konstitusi memberi jaminan kesehatan. Tercantum dalam UUD pasal 28H ayat (1), dinyatakan, “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.” Seyogianya, masyarakat juga secepatnya membawa pasien gejala DB ke Puskesmas.
Kasus demam berdarah periode semusim lalu (Januari 2019), selingkup nasional tercatat sebanyak 13 ribu lebih. Angka kematian mencapai 133 orang, dengan prevalensi 1%, wajib dianggap terlalu tinggi. Pulau Jawa, terutama Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah, masih terasa endemik DBD. Daerah terdampak banjir, dan tanah longsor, menjadi kawasan rawan terjangkit DBD. Karena semakin banyak genangan, serta sanitasi terendam banjir.
Nyamuk aedes agepty tidak pilih-pilih korban “menyuntikkan” virus dengue. Juga tidak pilih-pilih tempat, kawasan bersih bisa menjadi sarang nyamuk. Bahkan nyamuk demam berdarah biasa “lembur” pada siang hari. Sehingga diperlukan upaya lebih sistemik mencegah, dan penularan. Selain dengan 3M (menguras, mengubur, dan , perlu pula dilakukan fogging (pengasapan).
——— 000 ———

Rate this article!
Waspada DBD,5 / 5 ( 1votes )
Tags: