Waspada di Era Duodemi

Oleh:
Sugeng Winarno
Pegiat Literasi Media, Dosen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).

Inilah era duodemi. Era dimana telah terjadi pandemi dan infodemi. Wabah Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) telah melanda di hampir seluruh dunia hingga WHO menyatakan sebagai pandemi. Di saat pandemi, terjadi produksi dan peryebaran informasi pandemi yang berlebihan (information overload). Informasi yang benar dan yang abal-abal bercampur dan menyebar viral. Informasi pandemi telah menjadi infodemi. Duodemi ini menuntut semua orang agar waspada.

World Health Organization (WHO) telah mencanangkan wabah virus Covid-19 sebagai pandemi. Itu artinya wabah ini telah melanda di banyak negara di dunia. Wabah ini telah dialami masyarakat global. Hampir semua negara di dunia hingga saat ini sedang berjuang melawan keganasan virus ini. Semua negara yang terjangkit virus ini mencoba mencari cara terbaik guna mengurangi jumlah penularan dan kematian. WHO telah mengeluarkan sejumlah protokol kesehatan untuk mengatasi pandemi ini.

Di saat pandemi masih belum teratasi, bersama itu pula muncul infodemi. Infodemi adalah munculnya informasi yang tak jelas kebenarannya dalam jumlah yang masif dan beredar terus menerus. Salah satu media yang menyuburkan tumbuhnya infodemi adalah media sosial (medsos). Melalui beragam platform medsos, informasi terkait pandemi bermunculan dan bercampur antara yang benar dan palsu. Tak mudah untuk dibedakan, hingga tak jarang banyak masyarakat yang tertipu informasi palsu.

Menurut sejumlah sumber, istilah infodemi awalnya muncul dari pidato Dirjen WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus pada Februari 2020. Selanjutnya istilah ini dengan cepat viral dan digunakan di banyak negara. Fenomena infodemi marak melalui medsos lewat beragam konten yang menakutkan dan menyesatkan masyarakat. Beragam informasi palsu tentang pandemi dapat memicu ketakutan dan membuat masyarakat berperilaku tak wajar.

Di sisi lain, sejumlah masyarakat justru meremehkan dan mengganggap enteng terhadap bahaya virus Covid-19. Tak jarang orang yang tak mengikuti beragam protokol kesehatan untuk pencegahan beredarnya virus Covid-19. Banyak orang yang takut berlebihan (paranoid) sementara tak sedikit pula orang menganggap virus ini tak ada. Semua terjadi karena mereka telah menerima informasi yang keliru.

Sama Berbahaya

Antara pandemi dan infodemi sesungguhnya sama-sama berbahaya. Sepintas sepertinya pandemi yang lebih berbahaya. Sebenarnya infodemi juga tak kalah membahayakan bagi masyarakat. Melalui beragam informasi tak benar dapat menyesatkan orang. Tak sedikit orang termakan kabar bohong (hoaks) tentang pandemi Covid-19 ini. Bahkan infodemi telah membuat banyak masyarakat mengalami ketakutan yang berlebihan karena banyak informasi pandemi yang tak benar dan lebih menyeramkan.

Tak semua informasi pandemi yang viral di medsos itu benar. Beragam informasi kesehatan tak jarang banyak dipercaya orang hanya gara-gara sudah terlanjur viral. Beragam obat versi orang yang tak kompeten di bidang medis bermunculan. Semua diklaim obat Covid-19 dan terbukti ampuh dalam membunuh kuman. Padahal menurut sejumlah penelitian bahwa 90 persen informasi pengobatan Covid-19 yang beredar lewat medsos dan WhatsApp (WA) tak teruji kebenarannya alias hoaks.

Sementara tak sedikit orang yang termakan informasi bohong tersebut. Tak jarang masyarakat menelan mentah-mentah informasi tanpa melihat kredibilitas orang yang membuat dan mengunggah informasi kesehatan tersebut. Tak banyak orang yang mampu mengevaluasi informasi yang dimilikinya. Situasi ini tentu berbahaya, karena orang alih-alih mau sehat, justru jadi sakit gara-gara mengonsumsi beragam obat yang tak teruji keampuhannya.

Misinformasi terkait pandemi terus terjadi dan menjadi masalah global. Tak sedikit orang berspekulasi membuat beragam “vaksin” aneka versi yang tak jelas. Hal ini terjadi karena vaksin medis Covid-19 sesungguhnya memang belum ditemukan. Munculnya misinformasi semakin mempersulit penanganan wabah. Orang-orang yang mempercayai hoaks terkait Covid-19 cenderung tak mau melindungi diri mereka sehingga mempersulit pencegahan penularan wabah.

Kalau pandemi virus Covid-19 jelas-jelas bisa membuat orang sampai meninggal dunia, ternyata infodemi bisa berkemungkinan mengakibatkan hal serupa. Untuk itu melawan pandemi perlu juga dibarengi dengan memerangi laju infodemi. Infodemi mampu melaju lebih cepat ketimbang pandemi. Infodemi sengaja dimunculkan oleh orang-orang yang punya kepentingan-kepentingan tertentu. Tak sedikit orang yang sengaja mencari keuntungan di tengah wabah.

Literasi Pandemi dan Infodemi

Kemudahan orang mengakses informasi lewat teknologi menjadikan mereka cenderung menyebarkan informasi yang diterima tanpa mengecek akurasi informasi dan berita yang disebarkan. Informasi yang berlimpah juga bisa membuat orang kewalahan dalam mengolah informasi. Yang terjadi biasanya bias konfirmasi dan orang cenderung memilah informasi sesuai dengan keyakinannya. Jika ada yang percaya bahwa ramuan tertentu bisa menangkal COVID-19 misalnya, maka orang itu akan lebih percaya pada informasi yang menguatkan keyakinan tersebut.

Ketika saat ini informasi mampu diproduksi oleh siapa saja dan menyebar kemana saja dengan cepat, maka kemampuan menyeleksi informasi harus dilakukan dengan ketat. Tak semua informasi itu benar dan layak dipercaya. Terkait informasi pandemi, untuk menguji kebenaran sebuah informasi perlu sikap kritis dari penerima informasi. Sikap kritis diperlukan untuk menguji kebenaran sebuah informasi. Untuk mengetahui benar tidaknya sebuah informasi maka pengetahuan tentang pandemi Covid-19 harus dimiliki semua orang.

Melek (literasi) pandemi menjadi hal yang penting dipunyai setiap orang agar mampu mengevaluasi sebuah informasi itu benar atau salah. Selain pengetahuan tentang pandemi, pengetahuan tentang bagaimana infodemi juga menjadi hal yang sama pentingnya. Literasi pandemi dan infodemi menjadi dua hal penting yang harus dipunyai masyarakat agar wabah ini segera teratasi. Vaksin medis saja tak cukup, butuh vaksin non medis berupa literasi pandemi dan infodemi masyarakat.

Medsos dan group WA banyak menjadi ruang gema (echo chamber). Di dalam ruang gema ini, satu narasi apapun, termasuk pesan yang tak kredibel atau fakta yang kurang akurat bisa dianggap benar karena informasi itu disampaikan secara berulang-ulang. Efek gema inilah yang menjadikan pesan bohong diyakini banyak orang sebagai sesuatu yang benar. Dalam situasi ini kemampuan literasi pandemi dan literasi media menjadi kemampuan yang penting dimiliki masyarakat.

Di era pandemi ini kita semua tak hanya berjuang memerangi pandemi tetapi juga infodemi. Kalau solusi akhiri pandemi harus menunggu vaksin medis, sementara untuk melawan infodemi bisa dengan vaksinasi digital. Mengingat menjamurnya hoaks pandemi, maka beragam informasi hoaks itu bisa dilawan dengan mengidentifikasi, menyanggah, dan menviralkan beragam kontra narasi pesan bohong tersebut di beragam platform media.

———— *** —————

Rate this article!
Waspada di Era Duodemi,5 / 5 ( 1votes )
Tags: