Waspada Dolly Alih Profesi

DollyKawasan pelacuran Dolly sudah ditutup berdasarkan hukum dan kepatutan sosial kemanusiaan. Tetapi sebagian mucikari (dan preman gurem) tidak ingin usaha haram-nya hilang secara mudah. Karena itu Pemerintah Daerah (Pemprop dan Pemkot Surabaya) tak boleh menyerah terhadap gertakan dan kebebalan mucikari maupun preman. Pemerintah perlu ekstra waspada terhadap alih profesi, terutama berkedok rumah hiburan karaoke serta panti pijat.
Lokalisasi pelacuran wajib ditutup selamanya, karena nyata-nyata melanggar hukum, sebagaimana diatur dalam KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana).  Diperlukan kerja lebih keras pemerintah dengan melibatkan aparat keamanan untuk menegakkan hukum. Diperlukan tindakan lebih tegas. Jika pelacuran di Dolly dibuka kembali, pemerintah dan aparat keamanan bisa dituntut secara hukum karena dianggap pembiaran.
Melegalkan pelacuran sama saja dengan merestui tindak pidana lain seperti perampokan dan perjudian. Begitu pula kedok usaha hiburan wajib diwaspadai lebih ketat. Bilamana perlu, kawasan sekitar kampung Jarak tidak di-izin-kan untuk usaha hiburan dan panti pijat siang maupun malam. Perizinan yang sudah ada bisa dibatalkan atau dicabut. Toh hasilnya (sebagai pajak) tidak berarti jika dibanding PAD (Pendapatan Asli Daerah) Kota Surabaya yang sudah mencapai Rp 3,5 trilyun.
Pemerintah Kota Surabaya berwenang merevisi Perwali tentang RHU (Rumah Hiburan Umum). Sebab, beberapa RHU karaoke nyata-nyata menjadi “metamorfosa” lokasi pelacuran. Selain perzinahan yang dilarang dalam KUHP, lokasi pelacuran juga nyaris identik dengan human trafficking, perdagangan orang. Banyak undang-undang yang dilanggar oleh lokasi pelacuran, diantaranya UU Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT.
Selama 20 tahun terakhir, prostitusi makin tumbuh subur, berkedok hiburan. Prostitusi dijadikan “magnet,” lalu bersimbiose dengan peredaran obat-obat terlarang psikotropika dan miras. Harus diakui, sungguh tidak mudah menutup lokalisasi prostitusi yang terlanjur menjamur. Banyak pihak berkepentingan secara ke-ekonomi-an usaha haram. Termasuk di dalamnya praktik money laundry (pencucian uang).
Banyak pengusaha busuk menanamkan saham dari uang haram di sekitar lokalisasi prostitusi. Hasilnya, dari uang haram menjadi uang “abu-abu.” Seolah-olah menjadi uang halal, karena lokalisasi prostitusi dianggap legal. Syukur, dengan pencerahan pemikiran (dan moralitas) aparat yang makin baik, pembubaran tempat prostitusi tidak memperoleh pembelaan aparat.
Pusat hiburan dan rekreasi seks komersial di gang Dolly, sudah tutup, sejak Jumat 20 Juni 2014. Ini prestasi tersendiri Pemerintah Daerah. Pusat maksiat perzinahan itu selama ini tidak pernah diinginkan oleh masyarakat. Namun dulu selalu dibela oleh Muspida Kota Surabaya. Gang Dolly (dan wisma seks komersial sekitarnya) secara rutin memberi setoran haram kepada aparat mulai tingkat kelurahan sampai ke atasan yang jauh.
Kawasan prostitusi bisa dipastikan menjadi pusat segala penyakit sosial masyarakat. Juga penyakit kelamin, sampai yang paling fatal berakibat de-generatif. Namun sebagian pengamat sosial (yang menyimpang) memiliki pandangan lain. Yakni, bahwa penutupan lokalisasi pelacuran bisa berakibat penyebaran penyakit kelamin (terutama AIDS dan HIV) menjadi tidak terkontrol. Itu pasti paradigma paling menyimpang.
Rata-rata pelacur juga tidak menyadari ancaman penyakit kelamin sejak dini. Banyak yang tidak biasa memakai kondom sejak awal berprofesi. Juga banyak penyakit yang ditimbulkan tergolong sangat menular dengan cepat, serta berdampak efek domino sangat fatal. Sudah banyak ibu rumahtangga baik-baik, tiba-tiba terdeteksi menyandang HIV, tertular dari suaminya.
Syukur, penutupan lokalisasi pelacuran di Jawa Timur telah mempertimbangkan dampak sosial-ekonomi. Khususnya terhadap warga masyarakat kampung Jarak dan Girilaya. Sedangkan pelaku bisnis prostitusi disertai pembinaan dan bantuan permodalan. Mantan PSK bisa berprofesi lain secara bermartabat dan lebih mulia. Misalnya tata-rias, tata-boga, tata-busana, kuliner, atau laundry. Bukan usaha karaoke dan panti pijat.

———- 000 ———–

Rate this article!
Tags: