Waspada Limbah Medis

Foto Ilustrasi

Pemerintah wajib seksama menangani limbah medis CoViD-19, dengan anggaran sebesar Rp 1,3 trilyun. Perluasan area isolasi di luar rumah sakit (RS) menyebabkan limbah medis CoViD-19 terlepas kontrol. Terutama isolasi di hotel, penampungan isolasi komunitas, serta isolasi mandiri di rumah. Diperkirakan terdapat sebanyak 19 ribu ton limbah medis CoViD-19 tersebar di seluruh Indonesia. Laju penambahan mencapai sekiar 400 ton per-hari!

Tiada tempat pembuangan akhir (TPA) yang boleh dijadikan lokasi buang limbah medis CoViD-19. Dibutuhkan penanganan khusus, dan segera dimusnahkan. Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLH) telah me-warning pemerintah daerah (provinsi serta kabupaten dan kota) tak lengah menangani limbah medis CoViD-19. Karena digolongkan limbah Bahan Beracun Berbahaya (B3). Wajib disesuaikan dengan Kep-Menkes Nomor 1204 tahun 2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.

Kep-Menkes khusus limbah RS berisi kewajiban setiap RS memiliki fasilitas pengolahan limbah padat dan limbah cair. Limbah medis digolongkan menjadi 5 golongan yang khas, masing-masing di-syaratkan cara penyimpanan berbeda (warna). Yakni, limbah infeksius dan patologi harus dibungkus plastik warna kuning. Begitu pula limbah farmasi (obat kadaluwarsa) ditandai bungkus coklat, limbah sitotoksis (sisa kemoterapi) ditandai bungkus ungu.

Sedangkan limbah medis padat (jarum suntik, pipet dan alat medis lain) dibungkus dalam safety box. Serta yang paling bahaya, limbah radio aktif (kontaminasi radio isotop bekas penggunaan medis, dan laboratorium) harus dibungkus warna merah. Limbah medis CoViD-19, harus dibungkus warna merah. Antara lain berupa infus bekas, masker, botol vaksin, jarum suntik, face shield, perban, hazmat, pakaian medis, sarung tangan, alat PCR, antigen, alkohol, dan mesin swab.

Kewaspadaan limbah CoViD-19, telah direspons lembaga Ombudsman RI, dengan melakukan penjejakan di Jawa Barat, Sumetara Barat, Kepulauan Riau, Kalimantan Tengah, Maluku, Bali, dan Papua. Hasilnya sesuai dengan penyidikan Polres Bogor. Ditemuan sebanyak 120 kantong berisi limbah medis CoViD-19 ditemukan di area perkebunan sawit milik PTPN VIII, Cigudeg, Bogor. Berdasar penyidikan Kepolisian, limbah berasal dari Tangerang, sengaja dibuang di tempat sepi.

Sebenarnya penjejakan lebih dikerahkan di seantero Jawa. Tak terkecuali di perairan (selat Sunda, dan selat Bali). Peningkatan besar limbah medis seiring dengan pelonjakan kasus positif CoViD-19, terutama pada kawasan PPKM Darurat level 4, dan level 3. Serta pertambahan lokasi isolasi mandiri di rumah. Berdasar prakiraan Kementerian Kesehatan, jumlah pasien yang dirawat di RS rata-rata sebesar 40% dari total kasus aktif. Selebihnya 60%, bagai “tersembunyi” di tengah masyarakat.

Saat ini kasus aktif CoViD-19 (nasional) pada kisaran 550 ribu orang (220 ribu pasien berada di RS). Berdasar kalkulasi limbah medis, setiap pasien menghasilkan sebanyak 1,88 kilogram sampah B3. Sehingga kasus aktif saat ini akan menghasilkan 413,6 ton per-hari. Niscaya akan lebih besar jika ditambah limbah yang “tersembunyi” di lokasi isolasi mandiri. Maka diperlukan ekstra kewaspadaan menangani limbah medis CoViD-19, sampai tingkat kampung di tiap kabupaten dan kota.

Satgas CoViD-19 di kabupaten dan kota patut mencermati setiap RS, terutama instalasi pengelolaan limbah. Khususnya incinerator, dan alat angkut limbah. Juga alur pembuangan sampah di kampong (di perkotaan).

Pembuang limbah medis melanggar dua undang-undang (UU) sekaligus. Yakni, UU Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, serta melanggar UU Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Sehingga patut diberlakukan extra-ordinary crime (kriminal luar biasa), disejajarkan dengan terorisme. Pantas memperoleh hukuman maksimal.

——— 000 ———

Rate this article!
Waspada Limbah Medis,5 / 5 ( 1votes )
Tags: