Waspada Radikal Terorisme

Jasad (diduga teroris pelaku bom bunuh diri) tergeletak nista di halaman parkir Mapolrestabes Medan, Sumatera Utara. Peledakan bom juga melukai empat anggota Polri, dan dua warga masyarakat yang sedang mengurus SKCK. Markas Polri berskala besar (level markas komando) sampai pos Polisi di perempatan jalan, menjadi incaran teror peledakan bom. Bom bunuh diri di markas Polisi, perlu pencegahan aksi terorisme lebih sistemik.
Kuantitas aksi terorisme telah menunjukkan tren menurun sejak tahun 2017, dan tahun 2018. Selalu kalah dengan kinerja Kepolisian. Serangan nyata teroris berpuncak pada bulan Mei, dan Juli 2018. Selain menyasar Mako Brimob, dan Mapolresta Surabaya, juga meledakkan tiga gereja di Surabaya. Akibat aksi itu, lima anggota Brimob Polri, gugur. Ini membuktikan, negara masih wajib mewaspadai pergerakan kelompok radikal ber-label keagamaan.
Nyata-nyata, yang di dalam penjara masih berulah, dan ber-bai’at pada sindikat terorisme internasional. Di berbagai penjara selain rutan Mako Brimob, napi terorisme malah di-izin-kan berceramah sebagai ustadz. Sekaligus memimpin shalat berjamaah (menjadi imam). Sangat miris, manakala napi terorisme di-izin-kan berceramah agama. Karena sesungguhnya, core (substansi) kejahatan terorisme berasal dari pemahaman agama yang menyimpang. Terutama tentang jihad.
Sindikat terorisme internasional memperoleh “darah segar” dari berbagai penjara. Area dalam rumah tahanan (rutan) dan lembaga pemasyarakatan (Lapas), merupakan kawasan sensitif psikologis. Karena di dalamnya dikungkung pelaku kejahatan yang telah divonis pengadilan. Sebagian warga binaan menerima hukuman sebagai pertobatan. Tetapi sebagian lain memendam rasa dendam sangat mendalam.
Maka terorisme wajib selalu diwaspadai. Bukan sekadar memburu jaringan “combatan” (kelompok bersenjata). Melainkan waspada penuh pada penyebaran paham radikalisme dakwah agama. Masyrakat dengan sistem sosial telah berpadu melawan terorisme dan radikalisme. Diantaranya tekad meningkatkan pengamanan swakarsa di lingkungan kampung. Masyarakat telah lebih peka dan waspada pada setiap pendatang di kampung.
Warga yang tidak pernah bergaul, dan tidak pernah mengikuti kegiatan ke-agama-an bersama warga kampung, akan menjadi pusat kecurigaan. Saat ini hampir di tiap RT (Rukun Tetangga) telah terdapat jam’iyah (perkumpulan) doa bersama pembacaan ayat-ayat Al-Quran, dan shalawat. Bahkan kelompok radikal memiliki metode dakwah “berbeda.” Banyak seruan dilancarkan berdalih ke-agama-an, tetapi isi dakwahnya cuma olok-olok kelompok lain.
Dakwah kelompok radikal, biasa pula menuduh sesat (kafir) kelompok lain yang mayoritas. Radikalisme (awal dari kegiatan terorisme) telah tumbuh di berbagai daerah sub-urban. Terutama pada kawasan pendidikan. Biasanya, kelompok radikalisme menyasar kelompok muda yang tidak memahami ajaran agama. Terutama kalangan pelajar yang terobsesi kejuangan. Dalih pelurusan agama, menjadi modus “cuci otak” rekrutmen radikalisme. Serta tuntutan pemerintahan model khilafah.
Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, hasil revisi telah disahkan. Memberi kewenangan lebih luas kepada aparat keamanan. Terutama BNPT (Badan Nasional Pemberantasan Terorisme), bersinergi dengan Polisi dan TNI. Sehingga terorisme bisa dicegah lebih dini. Tidak perlu menunggu “action” nyata sampai menimbulkan korban. Melainkan dicegah dan diberantas sejak awal, melalui tanda-tanda radikalisme.
Lebih lagi telah terdapat pasukan elit. Komando Operasi Khusus (Koopsus) TNI anti teroris. Beranggota personel TNI lintas matra. Menjadi bukti aksi nyata ratifikasi terhadap (International Convention for the Suppression of Terrorist Bombing, United Nations General Assembly Resolution).
Bom bunuh diri di Mapolresta Medan, menandakan pemberantasan terorisme harus lebih dikukuhkan. Ini sesuai dengan amanat utama konstitusi. Alenia keempat pembukaan UUD, bahwa tujuan membentuk negara adalah, “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.”

——— 000 ———

Rate this article!
Waspada Radikal Terorisme,5 / 5 ( 1votes )
Tags: