Wawali Armuji Minta Darmo Hill Serahkan PSU ke Pemkot Surabaya

Wawali Surabaya Armuji saat datang ke kantor pengembang Darmo Hill untuk melakukan audiensi dengan warga dan pengembang Darmo Hill.

Jika Perumahan 90 Persen Sudah Terjual
Surabaya, Bhirawa
Wakil Wali Kota Surabaya Armuji, meminta pengembang perumahan Darmo Hill Surabaya PT Dharma Bhakti Adijaya, untuk menyerahkan prasarana, sarana dan utilitas umum (PSU) ke Pemkot Surabaya, jika memang lahan perumahan sudah terjual lebih dari 90 persen.

Permintaan itu disampaikan Armuji, saat melakukan audiensi dengan pengembang perumahan Darmo Hill serta warganya, Senin (20/6). Dalam audiensi itu, sempat terjadi adu argumentasi antara direksi Darmo Hill dengan warga.

“Kata warga, lahan perumahan disini (Darmo Hill) sudah terjual 90 persen. Kalau itu benar, maka pengembang harus menyerahkan PSU ke pemkot. Dan pengembang menyatakan akan menyerahkan PSU itu,” katanya.

Namun yang menjadi masalah, lanjut mantan Ketua DPRD Surabaya ini, kata pengembang lahan yang sudah terjual bukan 90 persen. Tapi masih 60 persen. Oleh karena itu, pemkot akan melakukan investigasi terkait masalah ini.

“Pemkot Surabaya masih melakukan investigasi terkait kawasan perumahan, termasuk bagian eksisting apakah sudah terjual 90 persen. Sebab dalam aturannya jika penjualan sudah 80 persen maka pengelolaan fasilitas umum harus diserahkan ke pemerintah. Dan warga Darmo Hill menyodorkan siteplan sudah terjual 90 persen, tapi pihak developer bilang baru 60 persen. Makanya kita tugaskan Pemkot untuk mengecek,” ujarnya.

Dia mengatakan, konflik antara warga dengan pihak pengembang ini harus jadi koreksi bagi pengembang dalam memberikan pelayanan kepada warga yang dinilai kurang maksimal, khususnya dalam hal kebersihan. Hal itupun, memicu inisiatif warga untuk membentuk RT untuk mengelola sendiri lingkungannya.

“Soal tuntutan pengembangan kepada warga itu enggak usahlah, dicabut saja, semua bisa dimusyawarahkn dan dirundingkan, semua bisa dicarikan solusi, jadi enggak zamannya tuntut-tuntutan,” ujarnya.

Dalam kesempatan itu, Armuji juga meminta agar pihak pengembang mencabut tuntutan perdata yang dilayangkan pengembangan kepada warga atas kegiatan Iuran Pengelolaan Lingkungan (IPL) yang dilakukan secara swadaya.

Sementara itu, Ketua RT 04/RW 05 Darmo Hill, Tonny Sutikno mengatakan, warga selama ini tidak mempermasalahkan untuk membayar iuran IPL (iuran pengelolaan lingkungan) yang ditarik pengembang. Hanya saja pengembang tidak melaksanakan pengelolaan lingkungan dengan baik dan masih banyak ditemui sampah berserakan di beberapa lahan yang masih kosong.

“Mudah-mudahan developer tergerak hatinya untuk menyelesaikan masalah di Darmo Hill, tuntutan warga itu hanya fasilitas umum dan kebersihan yang dirasakan sangat kurang. Kita tinggal diperumahan tapi kumuh sekali,” ujarnya.

Menurut Tonny, warga sudah rutin membayar IPL mulai Rp1.100/m2 atau sekitar Rp300.000 – Rp800.000/bulan sesuai luasan rumah. Namun, sudah bertahun-tahun pengembang dinilai tidak transparan dan tidak menjalankan pengelolaan lingkungan, contohnya tidak mengangkut sampah warga dan melakukan pembakaran sampah daun di kawasan perumahan.

“Kemudian mulai April 2022, warga melakukan pengelolaan secara mandiri supaya kita bisa melakukan kebersihan. Namun saat ada petugas sampah mau mengambil sampah-sampah kami dihalang-halangi oleh petugas perumahan, sampai akhirnya warga dituntut perdata ke pengadilan oleh developer,” ujarnya.

Dalam kesempatan yang sama, Manager Operasional Darmo Hill, Aditya Pramana mengatakan, selama ini pengembang sudah menjalankan pengelolaan lingkungan dengan baik, hanya saja masih ada beberapa warga yang tidak melakukan pembayaran IPL, bahkan hingga tujuh tahun lamanya. Hal itu pun dinilai menyulitkan pengembangan dalam melaksanakan operasional.

“Kalau ada kekurangan (pelayanan) itu bisa dibicarakan, tidak ada tendensi negatif. Namun ketika kami melaksanakan pekerjaan baik atau hak mereka kita penuhi, maka kewajiban (membayar IPL) seharusnya juga dipenuhi. Minimal hak dan kewajiban itu harus sama,” ujarnya.

Aditya mengatakan pihak pengembang pun memiliki bukti pembayaran IPL yang dilakukan oleh warga sehingga akan terlihat siapa saja yang tidak membayar.

“Kami sebenarnya tidak mau ngomong itu, tapi kami ada bukti pembayaran, data sudah kami sampaikan dan karena ada penyidikan maka data itu kami keluarkan. Ada beberapa orang yang bayar rutin, ada yang tidak. Tapi kami dalam pengelolaan kan tidak bisa pilih-pilih siapa yang bayar sampahnya diangkut, yang tidak bayar tidak diangkut, kan tidak bisa begitu,” katanya.

Menurutnya, untuk menjaga kualitas pelayanan pengelolaan lingkungan yang baik, di beberapa perumahan lain itu bergantung pada kebijakan dan kesepakatan antara developer dan warganya. Meski begitu, lanjut Aditya, pengembang siap menyerahkan PSU kepada pemerintah yang saat ini masih dalam proses legalitas sehingga membutuhkan waktu. “Berapa lama? Ya dikondisikan, kalau tidak ada kendala akan secepatnya,” tandasnya. [iib]

Tags: