Wayang Timplong Menolak Punah

Ki Gondo Maelan dan pagelaran wayang timplong di acara Bersih Desa Sukomoro, Kecamatan Sukomoro, Kabupaten Nganjuk. [ristika]

Sudah Ada Sejak 1910, Dalangnya Hanya Lima Orang di Seluruh Dunia
Kabupaten Nganjuk, Bhirawa
Pagelaran yang sederhana dan hanya dalam acara-acara khusus, semakin membuat wayang timplong terbenam dalam gemerlapnya dunia hiburan modern. Wayang timplong merupakan kesenian asli Kabupaten Nganjuk semakin dijauhi orang. Apalagi para remaja dan golongan muda yang tidak kenal dengan budaya luhur daerahnya.
Wayang timplong ini berbeda dengan wayang kulit atau wayang golek seperti pada umumnya. Bentuk wayang terbuat dari bahan kayu waru atau mentaos, sementara tangannya terbuat dari kulit dan untuk mengiringi pagelaran wayang, sang dalang hanya dibantu oleh lima orang panjak atau pemain gamelan yang terdiri dari kendang, dua kenong, gambang dan gong kecil.
Meski sudah enam generasi, keberadaan wayang timplong tetap terjaga dengan baik, karena dari generasi tua melalui garis keturunan secara tidak langsung menjaga kesenian tradisi asli Nganjuk kepada generasi berikutnya. Wayang timplong adalah sejenis kesenian wayang dari daerah Nganjuk. Kesenian tradisional ini konon mulai ada sejak 1910 dari Dusun Kedung Bajul Desa Jetis, Kecamatan Pace.
Bahkan di seluruh dunia, hanya sekitar lima dalang wayang timplong yang saat ini masih setia melestarikan wayang timplong. Ki Gondo Maelan yang kini telah berusia lebih dari 80 tahun, asal Desa Getas Kecamatan Tanjunganom tetap menjaga agar wayang timplong tidak punah. Meskipun pagelarannya hanya pada saat bersih desa, Ki Gondo Maelan tetap berharap anak cucunya mau meneruskan keahliannya bertutur dalam melakonkan wayang timplong.
“Sekarang ini di Nganjuk mungkin di seluruh dunia hanya terdapat tidak kurang 5 dalang wayang timplong, dan yang tertua, ya saya,” kata Ki Gondo Maelan saat ditemui pada acara bersih desa di Kecamatan Sukomoro.
Jika selama ini sebagian besar warga masyarakat lebih mengenali kesenian wayang, tentu saja wayang kulit. Apalagi, era sekarang ini wayang kulit dengan kemasan baru terasa lebih segar, karena memasukkan unsur-unsur lawakan dan juga pesinden lagu-lagu campursari.
Justru sebaliknya, wayang timplong penabuh gamelannya tidak sebanyak dan selengkap yang dijumpai pada seni tradisi wayang kulit gaya Yogyakarta maupun Surakarta. Wayang asli bumi Nganjuk yang akan punah bila tidal dilestarikan ini, tetap berjalan pada pakem wayang itu sendiri.
Artinya, sebagai generasi penerus dari para pendahulunya, Ki Gondo Maelan tidak berniat mengubah eksistensi wayang timplong itu sendiri. “Ojo sampek ilang, wayang timplong itu ujudnya yang seperti itu,” ujar Ki Gondo Maelan yang merupakan murid dari Ki Talam yang saat ini sudah wafat.
Kesenian wayang timplong ini hidup dan berkembang di tengah-tengah komunitas penduduk pedesaan di daerah Nganjuk. Sedangkan cerita wayangnya berkisar pada cerita-cerita rakyat, teristimewa cerita Kediren atau asal usul daerah Kediri. “Cerita-cerita lakon Babat Kediri, Asmoro Bangun, dan Panji Laras Miring itu sudah pakem wayang timplong,” tutur ki Gondo Maelan.
Tampilan wayang timplong asal Nganjuk ini patut mendapat perhatian, terlebih kajian-kajian sosiologis-antropologis dari para pakar seni tradisi.  Karena karakter wayang itu sendiri mengenal tokoh jahat maupun tokoh baik. Prabu Djoko Klono Sewandoro adalah tokoh jahat, sementara Panji Asmoro adalah tokoh baik. Wayang timplong sendiri tetap lestari karena masih sering ditanggap untuk ruwatan desa/bersih desa, untuk mengusir balak ataupun bencana. “Bulan Suroan biasanya banyak tanggapan, kadang tiga, empat, sampai enam kali,” kata Ki Gondo Maelan.
Wayang timplong tetap ada meskipun eksistensinya terbatas pada komunitas pedesaan yang masih menghargai ritualitas. Ruwatan dan bersih desa yang masih subur di tengah-tengah masyarakat itu menjadi ruang hidup seni wayang timplong. Ruang untuk wayang langka ini masih perlu dibuka lebar, karena seni tradisi yang konon cuma hidup dan berkembang di daerah Nganjuk itu bisa jadi sebuah kekuatan untuk pencerahan-pencerahan hidup. [ristika]

Rate this article!
Tags: