Wiraswasta Duduki Ranking Tertinggi HIV/AIDS

Karikutur AIDSPemprov Jatim, Bhirawa
Sebagai wiraswata diharapkan lebih berhati-hati terhadap penularan HIV/AIDS. Data Dinkes Jatim menyebutkan jumlah pasien AIDS tertiggi diduduki oleh wiraswasta sebanyak 2.594 kasus. Sementara yang berstatus  ibu rumah tangga 2.512 kasus dan PSK  978 kasus.
Sedangkan untuk faktor penularan utama melalui hetroseksual  79,50 persen, napza 11,97 persen, homo 3,78 persen, perinatal 3,56 persen dan biseksual 0,86 persen.
”Untuk korban meninggal akibat virus AIDS di Jatim sebanyak 3.323 orang dari jumlah kasus HIV 57.321 orang,” ungkap Kepala Dinkes Jatim dr Harsono.
Orang nomer wahid di lingkungan Dinkes Jatim ini menyatakan, saat ini kasus HIV/AIDS di masyarakat ibarat gunung es, terlihat dipermukan sedikit tapi di dalamnya lebih banyak. Banyak penderita yang malu untuk melakukan tes HIV dan melakukan pemeriksaan ke dokter menjadikan penderita HIV/AIDS sulit ditemukan. Selain itu adanya stigma negatif dari masyarakat kepada penderita HIV/AIDS.
”Sebenarnya penderita HIV/AIDS tidak saja tertular karena hubungan intim darah bisa melalui darah. Untuk tenaga kesehatan bisa saja tertular jika tidak menggunakan sarung pengaman saat melakukan operasi atau pembedahan kepada pasien,” ucapnya.
Harsono mengatakan, dengan diketahuinya penularan penyakit HIV/AIDS diharapkan masyarakat lebih berhati-hati. Penularan HIV/AIDS tidak memadang usia dan jenis pekerjaan. Virus mematikan ini akan cepat menular melalui darah.
”Jadi hubungan seksual dengan berganti ganti pasangan dan saling bertukar jarum suntik akan mempercepat penularan HIV AIDS,” tegasnya.
Lebih lanjut ia mengatakan, sebagai pengambil kebijakan di lingkungan Dinkes Jatim, pihaknya akan memperkuat beberapa program guna mencegah penularan HIV /AIDS tidak. Diantaranya adalah melakukan upaya sosilisasi HIV ke seluruh lapisan masyarakat, melakukan upaya pencegahan melalui kampanye Aku Bangga Aku Tahu (ABAT), penyediaan 420 sarana diagnosis HIV berupa layanan KT-HIV di kabupaten/kota dan sarana pengobatan ARV di 34 kabupaten/kota.
Selain itu juga menyiapkan dukungan untuk ODHA melalui layanan komprehensif berkesinambungan (LKB) yang didukung LSM atau kader peduli AIDS, mempercepat diagnosisi dan pengobatan kepada kelompok kunci  melalui kegiatan stategic use for ARV, melakukan kordinasi dengna lintas sektor terkait oenyiapan rumah singgah ODHA.
Koordinator Unit Perawatan Intermediet dan Penyakit Infeksi (Upipi) RSUD Dr Soetomo Surabaya Erwin Astha Triyon, mengaku selain pasien HIV lama yang berobat ke sini (Soetomo, red), rumah sakit dengan rujukan terbesar di Indonesia bagian timur ini juga banyak menerima pasien baru HIV.
”Jika di rata-rata perbulannya ada sekitar 50 pasien baru HIV yang ditemukan di Soetomo,” katanya.
Melihat kondisi tersebut, diharapkan masyarakat lebih berhati-hati terhadap penularan virus HIV/AIDS. Hingga saat ini virus mematikan ini masih belum ditemukan obatnya, namun dunia medis sendiri telah menemukan obat melawan virus HIV yakni obat ARV atau Anti Retrovirus.
Tetapi obat ini tidak sepenuhnya membunuh virus HIV, obat ini hanya melawan atau membunuh beberapa persen virus HIV, hal ini lantaran virus HIV bisa bersembunyi di sel-sel lain yang tidak terjangkau obat ARV.
“Agar dapat bertahan hidup diharapkan pasien HIV/AIDS harus meminum obat ARV seumur hidup karena obat ARV sendiri mampu meningkatkan kembali daya tahan tubuh,” terangnya.
Unair Siap Tangani ODHA
Sementara di RS Universitas Airlangga (Unair), saat ini tengah menyiapkan pusat pengobatan HIV/AIDS. Kepala RS Unair Prof Nasronuddin menarget, Maret mendatang, pihaknya sudah mengantongi izin untuk melakukan pengobatan terhadap orang dengan HIV/AIDS (ODHA).
“Minggu depan, kami siapkan struktur pusat yang akan melakukan pelayanan ARV (antiretroviral). Kami juga segera melaksanakan training tenaga medis dalam melayani ODHA,” kata Guru Besar Fakultas Kedokteran Unair itu.
Pengobatan ARV sejatinya telah dikembangkan Unair. Hanya saja, sasaran masih difokuskan bagi ibu hamil untuk mengurangi risiko penularan kepada anaknya. Ini merupakan program Prevent Mother to Child Transmission (PMTCT) yang dilakukan Unair bekerjasama dengan UNICEF. Manajer Keperawatan RS UNAIR Purwaningsih mengatakan, riset program PMTCT dilakukan di sejumlah puskesmas di Surabaya. Diantaranya ialah Puskesmas Dupak, Jagir, Perak Timur, Putat, Sememi, dan di RS Dr. Soetomo.
Purwaningsih menjelaskan, SDM yang dimiliki lima puskesmas itu sudah mumpuni dalam mengatasi penularan HIV/AIDS dari ibu ke anak. Dari segi pelayanan laboratorium, terkadang pegawai Puskesmas melaksanakan jemput bola kepada ibu hamil. “Hanya saja ada juga ibu hamil yang menolak pengobatan ARV karena stigma di masyarakat. Sebagian besar dari mereka juga tidak termonitor setelah mendapat rujukan balik dari rumah sakit ke Puskesmas,” tutur dia
Di lapangan, ada juga ibu hamil yang positif HIV namun tidak berani mengajak suaminya melakukan deteksi dini HIV/AIDS. Padahal, suami dari ibu hamil dengan HIV/AIDS merupakan bagian penting dari penularan HIV/AIDS dari ibu ke anak. [dna.tam]

Tags: