WNA Asal Belanda Terancam Hukuman Mati

Didampingi-penerjemahnya-Ali-Tokman-WNA-Belanda-penyelundup-narkotika-jenis-MDMA-seberat-61-kilogram-menjalani-sidang-perdananya-Rabu-[6/5]. [abednego/bhirawa].

Didampingi-penerjemahnya-Ali-Tokman-WNA-Belanda-penyelundup-narkotika-jenis-MDMA-seberat-61-kilogram-menjalani-sidang-perdananya-Rabu-[6/5]. [abednego/bhirawa].

PN Surabaya, Bhirawa
Ali Tokman (54) Warga Negara Asing (WNA) dari Belanda terancam hukuman mati dalam sidang kasus penyeludupan narkotika. Pria yang disidangkan diĀ  Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Rabu (6/5) itu kedapatan menyelundupkan 6,1 kg narkotika jenis Methylene Dioxy Meth Amphetamine (MDMA senilai Rp17,2 miliar.
Mengenakan rompi tahanan no 27, pria kelahiran Turki ini terlihat gelisah dan tergesah-gesah dalam persidangan. Didampingi perwakilan dari Kedubes Belanda yang berada di Surabaya, Ali dibawa petugas Kejaksaan menuju persidangan di ruang Kartika PN Surabaya.
Diketuai Majelis Hakim Musa Arief Nuraini, persidangan perdana Ali diagendakan pembacaan surat dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Djuwariah dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim. Turut juga penerjamah terdakwa dan pengacaranya yakni Yudianta Simbolon dan Wilopo mengawal proses persidangan ini.
Dalam surat dakwaan JPU Rahmat Harry Basuki selaku JPU pengganti Jaksa Djuwariah, selain didakwa pasal menguasai, terdakwa juga didakwa dengan pasal pengimport. “Perbuatan terdakwa melanggar Pasal 112 ayat 1, Pasal 114 ayat 2 Jo Pasal 113 ayat 2 UU RI No 35 tahun 2009 tentang narkotika,” tegas JPU Rahmat dalam surat dakwaannya, Rabu (6/5).
Harry menjelasakan dalam dakwaan, WNA Belanda ini kedapatan membawa narkotika jenis Methylene Dioxy Meth Amphetamine dengan berat bruto 6,145 gram yang akan diselundupkan ke Surabaya melalui bandara.
“Penangkapan terdakwa , bermula dari kecurigaan petugas bandara terhadap penumpang Pesawat Singapore Airlines yang mendarat di Bandara Juanda pada Jumat (12/12), sekitar pukul 09.05 WIB,” terang Jaksa Harry.
Lanjut Harry, pesawat dengan nomor flight SQ 930 itu, melakukan perjalanan dengan rute Belanda-Brusel/Belgia-Milan/Italia-Sin/Singapore-Sub/Surabaya landing di Terminal 2 Bandara Juanda. saat pemeriksaan X-Ray, petugas Bandara Juanda mencurigai tas koper warna hitam dan ransel yang diduga milik terdakwa warga Belanda yang datang ke Surabaya seorang diri.
Dari pemeriksaan petugas, dalam tas koper warna hitam milik tersangka ditemukan kotak kemasan berisi clumping cat litter (pasir buatan untuk pembuangan kotoran kucing). Setelah diperiksa , ternyata tas tersebut berisi bubuk berwarna coklat yang dicurigai sebagai MDMA, dengan total harga sekitar Rp 2 miliar, dan dengan nilai jual, total Rp 17,220 miliar.
Kasus inipun akhirnya dikordinasikan ke Polda Jatim dan BNN Provinsi Jatim. Setelah dilakukan pengembangan, petugas berhasil menangkap tiga terdakwa lainnya, yakni Alfon (44), warga Pondok Laguna , Fredy Tedja Abdi (40), warga Darmo Satelit 2, dan Rendy (39). “Berkas ketiga terdakwa lainnya displit dan dipisahkan dari terdakwa Ali Tokman,” ungkap Harry.
Mendengar ancaman hukuman berat, terdakwa Ali melalui kedua penasehat hukumnya tidak mengajukan keberatan. Namun tim pembela terdakwa meminta Ketua Majelis Hakim Musa Arief Nuraini untuk meminjam alat bukti berupa sim card yang berada dalam ponselĀ  terdakwa.
“Kami butuhkan itu untuk dibawa ke Belanda, guna melihat transkip percakapan yang ada di HP yang hanya bisa dilihat di perusahaan selluler Belanda,” pinta Yudianta pada Majelis Hakim.
Permohonan itupun tak serta merta dikabulkan, dan Hakim Musa meminta agar tim pembela membuat surat permohonan. “Kita lanjutkan ke pembuktian, terkait permintaan saudara, buat surat permohonan tertulis dan ditembuskan ke Jaksa,” kata Hakim Musa menjawab permohonan Pengacara terdakwa.
Usai persidangan, Yudianta Simbolon mengaku, sim card tersebut sangat dibutuhkan untuk mengungkap peranan kliennya. “Karena kami ingin tau, siapa bos dibalik kasus ini,” ujarnya saat dikonfirmasi. [bed]

Tags: